Maaf kalau banyak typo nya
Soalnya ini karya pertama saya, jadi yah... Gitu lah🙇
Cerita ini tentang anak perempuan pertama ya..
Untuk para readers yang relate banget sama kisahnya Nayraa, boleh lah ya buat di baca
Tapi kalau yang nggak suka kekerasan boleh kok di skip
Soalnya disini lumayan banyak kekerasan yang diterima sama Nayraa.
Happy reading gayss😽____________________________________
Keesokan paginya, meskipun tubuhnya masih penuh luka dan memar, Nayra bangun dari tempat tidurnya dengan perlahan. Rasa sakit masih terasa di seluruh tubuhnya, namun dia bertekad untuk menjalani harinya seperti biasa. Dia tahu bahwa meskipun menderita, hidup harus terus berjalan.
Dengan susah payah, Nayra merapikan tempat tidurnya. Di cermin, dia melihat memar di wajahnya yang belum sepenuhnya hilang. Dia mencoba menutupi dengan sedikit bedak, meskipun itu tidak banyak membantu.
Ketika Nayra turun ke bawah untuk sarapan, dia segera menyadari bahwa tidak ada makanan di meja. Ibunya--Clara, duduk santai di ruang tamu, tidak melakukan apa-apa. Nayra mendesah pelan. Dia tahu dia harus segera memasak sebelum ayahnya kembali marah.
Dengan langkah tertatih-tatih, Nayra menuju dapur dan mulai menyiapkan sarapan. Tangannya gemetar karena rasa sakit, tapi dia terus berusaha sekuat tenaga. Dia memotong sayuran, menggoreng telur, dan menyiapkan nasi. Semua itu dilakukan dengan penuh kehati-hatian agar tidak memperparah lukanya.
Clara hanya melihat sekilas ke arah dapur dan kembali fokus pada televisi. Dia tidak memberikan bantuan atau perhatian sedikit pun kepada Nayra.
Setelah sarapan siap, Nayra memanggil ibunya untuk makan. "Ma, sarapannya udah siap."
Clara bangkit dengan malas dan menuju meja makan. Nayra memanggil ayah dan kedua adiknya --bima dan baby untuk segera sarapan kemudian memastikan semuanya sudah tersaji dengan rapi sebelum dia sendiri duduk untuk makan. Setiap gigitan terasa menyakitkan karena luka di tubuhnya, tetapi dia berusaha tetap tenang.
Setelah sarapan selesai, Nayra segera bergegas untuk bersiap ke sekolah. Sesampainya di sekolah, Nayra berusaha tetap tersenyum meski rasa sakit masih mengganggu. Lina segera menyadari ada yang tidak beres. "Nay, kamu nggak papa? Mukamu kek memar gitu?"
Nayra mencoba tersenyum, meski terasa pahit. "Nggak papa kok, aku cuman jatuh semalam."
Lina tampak tidak yakin, tapi dia tidak ingin mendesak Nayra lebih jauh. "Kalau kamu ada apa-apa, cerita ya jangan di tutup-tutupin, aku siap kok 24/7 dengerin cerita kamu."
Nayra mengangguk, merasa sedikit lega dengan dukungan dari sahabatnya. Pelajaran demi pelajaran berlalu, dan Nayra berusaha fokus meski rasa sakit masih mengganggu.
Saat waktu istirahat tiba, Nayra dan Lina pergi ke kantin seperti biasa. Di sana, mereka bertemu dengan Fikri, Rizky, dan Azka. Mereka segera menyadari perubahan pada Nayra.
"Nay, muka kamu kenapa?" tanya Fikri, khawatir. "kenapa lebam gitu?"
Nayra mencoba tertawa kecil, meski terasa menyakitkan. "Nggak papa, aku cuman jatuh semalam pas lagi ngambil barang di loteng."
Rizky dan Azka saling bertukar pandang, tampak tidak yakin. Namun, mereka tidak ingin membuat Nayra merasa tidak nyaman dengan pertanyaan lebih lanjut. "Kalau ada apa-apa, jangan sungkan untuk bilang ke kita, ya," kata Azka dengan serius.
Nayra mengangguk. "Makasih ya."
Selang beberapa menit mereka bercerita dan tertawa bersama, Rizky tampak penuh semangat, dan tanpa basa-basi, dia segera berkata, "Oke, semuanya, pesan apa saja yang kalian mau. Fikri yang traktir hari ini!"
Fikri melotot pada Rizky. "Eh, tunggu dulu! Sejak kapan aku bilang gitu?"
Rizky tertawa dan menjawab, "Sejak tadi pagi waktu kamu bilang dompetmu lagi tebel-tebel nya."
Azka menimpali dengan nada bercanda, "Iya, Fik. Lu kan tajir melintir tuh. Masa nggak mau berbagi rejeki sama temen sendiri?"
Fikri menghela napas sambil tersenyum. "Oke, oke. Karena kalian memaksa, aku traktir deh. Tapi jangan pesan yang mahal-mahal, ya!"
Nayra dan Lina tertawa kecil. Mereka memesan nasi goreng, mie goreng, dan beberapa camilan. Ketika makanan mereka tiba, Rizky kembali melawak, "Wah, ini nasi goreng rasa hutang budi, enak banget!"
Azka menambahkan, "Kalau mie goreng ini kayak persahabatan kita, campur aduk tapi tetap enak!"
Mereka semua tertawa, menikmati suasana yang ceria. Sesekali, mereka saling mengolok dengan penuh kasih sayang. Nayra merasa sedikit lebih ringan, meski rasa sakit di tubuhnya belum hilang. Tawa dan canda teman-temannya membuat beban yang ia rasakan menjadi sedikit lebih ringan.
Saat makanan mereka hampir habis, Rizky dengan jahil berkata, "Eh, Lina, kamu ingat nggak waktu dulu sama Fikri? Katanya dia sering banget bikin kamu bete, ya?"
Lina tertawa kecil dan menjawab, "Iya, bener banget. Fikri itu paling suka ngaret kalau janjian. Bikin nunggu lama banget!"
Fikri tersenyum sinis. "Oh iya? Kalau aku ingat-ingat, kamu juga suka marah-marah nggak jelas, Lin. Seperti waktu aku telat lima menit, kamu langsung marah besar."
Lina mendelik. "Lima menit? Itu dua jam, Fik! Jangan suka ngarang, deh!"
Fikri membalas, "Iya, dua jam karena aku terjebak macet. Kamu aja yang nggak mau dengar penjelasan."
Rizky dan Azka tertawa melihat adu mulut kecil antara Lina dan Fikri. Namun, suasana segera berubah saat Lina menjawab dengan nada yang lebih tajam, "Kalau kamu nggak mau dengerin aku marah, kenapa nggak kamu bilang dari awal? Daripada bikin kesal mulu."
Fikri merespon dengan suara yang meninggi, "Lin, kamu tuh selalu nyari-nyari alasan biar kita berantem. Nggak heran hubungan kita nggak bisa bertahan lama."
Situasi semakin memanas. Rizky segera berdiri dan mencoba menenangkan mereka. "Eit, eit, tenang dulu, kalian berdua. Ini cuma bercanda, jangan serius-serius banget, oke?"
Azka juga ikut menengahi. "Ayolah, kita di sini buat senang-senang, bukan buat berantem. Santai, dong."
Nayra, meski tubuhnya masih terasa sakit, ikut mencoba menenangkan. "Lina, Fikri, udahlah ya. Biarin masa lalu berlalu. Sekarang kita semua sudah dewasa, kan?"
Lina dan Fikri saling menatap dengan mata yang masih penuh emosi, namun perlahan keduanya menghela napas. Rizky melanjutkan, "Lihat, kita semua di sini untuk mendukung satu sama lain. Jangan sampai hal-hal kecil merusak persahabatan kita."
Azka menambahkan sambil tersenyum, "Iya, lagipula, Fikri tadi bilang dia yang traktir. Jadi kita harus baik-baik sama dia, oke?"
Lina akhirnya tertawa kecil. "Oke, baiklah. Maaf, Fikri. Aku nggak bermaksud serius."
Fikri mengangguk. "Aku juga minta maaf, Lin. Aku udah terlalu kasar tadi."
Rizky mengangkat gelasnya lagi. "Untuk persahabatan dan makan gratis!"
Semua orang tertawa dan kembali bersulang, suasana kembali menjadi ceria. Mereka menghabiskan sisa makanan dengan lebih tenang, menikmati momen kebersamaan tanpa ada lagi ketegangan. Nayra merasa bersyukur punya teman-teman yang selalu mendukungnya, meskipun hidupnya penuh dengan cobaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandung Nayraa
Ngẫu nhiênNamanya Nayra Adinda, gadis cantik berusia 17 tahun yang harus menghadapi pahitnya dunia akibat perlakuan kedua orangtuanya. Hidup di keluarga yang toxic dan tidak menghargai kehadirannya. Bukankah itu miris.. Berjuang menghadapi kerasnya hidup di t...