4.

4 0 0
                                    


Setelah istirahat, mereka kembali ke kelas. Sepanjang pelajaran berikutnya, mereka bergosip tentang Pak Anton, guru killer yang akan mengajar nanti.

Rizky berbisik pada Nayra dan Lina, "Hati-hati ya, katanya Pak Anton lagi nggak mood hari ini. Bisa-bisa kalian semua kena marah."

Azka menambahkan, "Iya, Pak Anton memang terkenal galak, tapi kalau kalian tenang dan fokus, pasti bisa lolos tanpa masalah."

Nayra hanya bisa tersenyum kecil, berusaha menyembunyikan rasa sakitnya. Mereka menjalani sisa hari di sekolah dengan penuh kewaspadaan, menghindari segala hal yang bisa memancing kemarahan Pak Anton.

***

Ketika bel tanda pulang sekolah berbunyi, Nayra segera bergegas pulang. Jalanan masih ramai dengan siswa lain yang juga pulang. Tidak ada hujan yang mengguyur kota hari ini, dan Nayra berhasil sampai di rumah tepat waktu. Namun, meskipun dia pulang tepat waktu, perasaan takut dan cemas masih menghantuinya.

Hendra--ayahnya, sudah menunggunya di ruang tamu. "Kamu pulang tepat waktu hari ini," katanya dengan nada sinis.

Nayra mengangguk pelan, berusaha tidak memancing kemarahan. "Iya, pa. Maaf kemarin aku buat papa marah."

Hendra hanya mendengus dan pergi meninggalkan Nayra. Meskipun hari ini dia tidak dipukuli lagi, luka-luka dari malam sebelumnya masih terasa sakit. Nayra hanya bisa berharap dan berdoa agar suatu hari nanti hidupnya bisa berubah menjadi lebih baik. Namun, untuk saat ini, dia hanya bisa bertahan dan menjalani harinya seperti biasa.

Saat Nayra masuk ke rumah, dia langsung menuju kamarnya untuk berganti pakaian dan menenangkan diri sejenak. Setelah itu, dia pergi ke kamar Baby dan Bima, adik kembarnya yang hanya terpaut 11 bulan dengannya. Baby dan Bima berusia 16 tahun, meskipun kembar tetapi mereka sangat jauh berbeda baik dalam penampilan maupun kepribadian.

Baby, gadis yang terlihat dewasa dengan wajah cantik dan tatapan tajam, sedang duduk di tempat tidurnya sambil memegang novel favoritnya. Dia tidak seperti dulu lagi, yang senang dengan dongeng dan cerita-cerita imajinatif. Di sisi lain, Bima, dengan ekspresi acuh tak acuh, sedang membersihkan sepatunya sambil menonton pertandingan sepak bola di televisi. Sepak bola adalah kecintaannya, dan dia sering menghabiskan waktu di lapangan atau menonton pertandingan.

"Hey, Baby. Kakak pulang," sapa Nayra sambil mencoba tersenyum seperti biasa.

Baby menoleh sekilas, mengangguk singkat, lalu kembali fokus pada novelnya tanpa mengatakan apa-apa. Sementara itu, Bima menatap Nayra dengan pandangan sinis. "Apa yang kamu lakukan di sini? Keluar."

Nayra menghela napas dan mencoba tetap tenang. "Kaka cuma pengen lihat kalian aja kok. Ada yang perlu kakak bantu nggak?"

Bima mendengus. "Bantu? Kamu sendiri nggak bisa ngurus diri. Nggak usah sok-sokan mau bantu orang lain, keluar."

Nayra merasakan kata-kata Bima seperti pukulan lain di hatinya, tapi dia tetap berusaha tersenyum. "Kak cuma pengen mastiin kalian baik-baik saja kok."

Bima berdiri dan mendekati Nayra dengan tatapan penuh kebencian. "Kamu itu nggak lebih dari pembantu di rumah ini. Nggak sok-sokan ngerasa jadi kakak."

Baby tetap tidak peduli dengan situasi di sekitarnya. Dia terus membaca novelnya tanpa memperhatikan pertengkaran antara Nayra dan Bima.

Merasa terluka oleh kata-kata Bima, Nayra memutuskan untuk keluar dan pergi ke dapur untuk menyiapkan makan malam. Dengan langkah tertatih-tatih, dia mulai memasak meski rasa sakit masih mengganggu setiap gerakannya.

Ketika makan malam siap, Nayra memanggil keluarganya untuk makan. Clara--ibunya, tetap duduk santai di ruang tamu, sementara Hendra duduk di meja makan dengan wajah dingin dan botol arak ditangannya dan tentu saja ada asap rokok yang selalu mengelilingi nya.

"Bima, Baby, makan malam sudah siap," panggil Nayra dengan suara pelan.

Bima berjalan menuju meja makan dengan ekspresi tidak peduli, sementara Baby mengikuti di belakangnya dengan langkah malas. Mereka duduk di meja makan, dan Nayra memastikan semuanya sudah tersaji dengan rapi sebelum dia sendiri duduk untuk makan.

Selama makan malam, suasana terasa tegang. Hendra tetap diam dan tidak banyak bicara, sementara Clara hanya fokus pada televisi. Bima terus melontarkan komentar sinis setiap kali Nayra mencoba berbicara, membuat suasana semakin tidak nyaman.

Setelah makan malam selesai, Nayra membantu Baby bersiap-siap untuk tidur. Baby tidak menunjukkan perhatian sedikit pun pada Nayra, meski Nayra dengan sabar membacakan cerita sebelum tidur seperti dulu kala. Namun, kali ini, Baby menolak dengan tegas.

"Nggak usah. Aku sudah gede sekarang. Udah bisa ngurus diri sendiri," ucap Baby dengan dingin.

Nayra merasa sedih, tapi dia mencoba memahami bahwa Baby telah tumbuh dewasa dan memiliki minat serta keinginan yang berbeda. Dia mengangguk pelan. "Baiklah, Baby. Kalau begitu, Selamat malam."

Setelah Baby mematikan lampu dan berbaring, Nayra menatap adiknya sejenak sebelum meninggalkan kamar dengan hati yang berat. Dia merasa seperti kehilangan lagi bagian kecil dari hubungan mereka yang dulu begitu dekat.

Saat malam semakin larut, Nayra berbaring di tempat tidurnya, mencoba melupakan rasa sakit dan luka-luka yang masih terasa. Dia tahu bahwa hidupnya penuh dengan tantangan, terutama dengan sikap dingin dan tidak peduli dari keluarganya. Namun, meskipun Baby dan Bima tidak memberikan dukungan yang diharapkannya, Nayra tetap bertekad untuk bertahan dan menjalani harinya dengan sebaik mungkin.

***

Pagi hari di hari libur, sinar mentari mulai menerangi kamarnya yang sederhana. Nayra bangun dengan perasaan lega karena tidak ada pelajaran yang harus dihadapi hari ini, meskipun dia tetap memiliki pekerjaan rumah yang menunggu.

Setelah membersihkan diri, Nayra turun ke dapur untuk sarapan. Dia menyiapkan beberapa roti dan secangkir teh hangat untuk memulai hari. Sambil menikmati sarapannya, dia memikirkan rencana untuk menyelesaikan pekerjaan rumahnya dengan efisien.

Sementara itu, di ruang tengah, Baby muncul dengan novel kesayangannya yang selalu menemaninya. Nayra tersenyum melihat adiknya yang tampak begitu damai dalam kegiatannya sendiri. Dia ingin mendekati Baby, seperti dulu, tetapi mengerti bahwa hal itu mungkin tidak lagi cocok bagi adiknya yang semakin dewasa.

"Pagi Baby." sapa Nayra sambil menyesap tehnya.

Baby mengangguk sopan. "Pagi, kak."

Setelah sarapan, Nayra mulai membersihkan rumah dan menyelesaikan tumpukan pekerjaan rumah yang menumpuk. Dia merasa lega bisa fokus pada tugas-tugasnya tanpa terganggu oleh keriuhan sekolah atau konflik di rumah.

Di siang hari, ketika pekerjaan rumahnya hampir selesai, Clara memberi tahu bahwa dia akan keluar sebentar tanpa memberikan detail kemana dia pergi. Hendra, seperti biasa, tidak ada di rumah karena dia sering menghabiskan waktunya di warung Bu Jeje atau tempat lain dengan teman-temannya.

Meskipun suasana rumah masih terasa tegang kadang-kadang, Nayra merasa sedikit lega dengan ketenangan yang ada pada hari liburnya. Dia berharap dapat menyelesaikan semua pekerjaan rumah dengan baik dan merencanakan hal-hal positif untuk sisa hari ini.

Malam harinya, setelah sehari penuh aktivitas dan pekerjaan rumah yang telah selesai, Nayra merasa sedikit lega. Meskipun suasana rumah masih terasa tegang, setidaknya hari ini berjalan dengan cukup baik tanpa terlalu banyak konflik.

Clara kembali dengan wajah lelah dan hanya memberi salam singkat kepada Nayra sebelum masuk ke dalam rumah. "Mama pulang" Nayra memilih untuk tidak bertanya banyak, menghormati privasi ibunya meski kadang merasa penasaran dengan kegiatan yang tidak dijelaskan.

Hendra pulang menjelang malam. Seperti biasa dia pulang dengan membawa arak ditangannya dan asap rokok yang memenuhi ruangan, meskipun Nayra tidak selalu setuju dengan kebiasaannya yang sering meninggalkan mereka di rumah. Namun, dia mengerti bahwa ini adalah bagian dari hidup mereka yang harus diterima.

Saat malam semakin larut, Nayra duduk sendirian di kamarnya, menulis di jurnalnya seperti biasa. Jurnal itu telah menjadi teman setianya untuk menuangkan pikiran dan perasaannya, terutama di saat-saat sulit seperti ini.

Dengan pena di tangannya, Nayra menulis tentang harapannya untuk masa depan yang lebih baik. Meskipun hidupnya penuh dengan rintangan, dia tetap bertekad untuk bertahan dan melangkah maju dengan penuh keyakinan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 08, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Senandung NayraaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang