3. Pesan Laras

9 1 0
                                    

Yudha sudah sampai di kantor siang ini setelah mengantarkan kedua anaknya dan juga sang mantan istri. Ia lantas mengambil ponsel dari dalam tas ransel kecil. Yudha terkejut saat mendapati benda pipih itu dalam keadaan mati total. Seingatnya, saat berpamitan pada Laras kemarin sore, daya ponsel itu masih seratus persen.

Yudha menekan tombol power untuk menyalakan benda pipih keluaran terbaru dari salah satu merk terlaris di negara ini. Tidak ada masalah sama sekali dan daya pada ponsel-nya masih sempilan puluh tiga persen. Artinya memang pemakaian tidak banyak. Saat benda pipih itu menyala, ada banyak pesan masuk dan voice note dari Laras.

"Papa, kapan pulang? Aku udah pengen jalan-jalan sama Papa. Ibu bilang, pagi ini Papa pasti pulang."

Suara Kayla hendak menangis dalam voice note terakhir yang dikirimkan Laras itu membuat Yudha terkejut. Ia bahkan lupa dengan janji pada kedua anaknya. Ya, pagi ini ia berjanji akan membawa mereka jalan pagi bersama Laras juga. Yudha mengusap wajah dengan kasar.

"Yud, kemarin malam kamu ke mana? Kata istriku, kamu pergi. Mia, istriku kemarin ke rumah kamu. Hanya ada Laras dan kedua anak kamu. Emang kemana ibunya anak-anak kamu?" tanya Akbar membuat Yudha terkejut saat ini.

Siapa tidak terkejut jika kakak letting bertanya mendadak dan bahkan istrinya berkunjung. Entah apa yang dikatakan Laras pada Mia. Andai sang istri mengatakan jika Yudha ada tugas luar, Akbar jelas tahu jika itu kebohongan. Yudha bingung kali ini.

"Aku ... kemarin belanja. Laras emang nggak bilang, Mas?" tanya Yudha berbohong dengan rasa was-was yang luar biasa.

"Laras nggak ada bilang kamu pergi ke mana. Dia hanya bilang kamu lagi pergi aja," kata Akbar tanpa rasa curiga pada suami Laras itu.

Yudha bersyukur saat ini karena Laras tidak mengatakan apa pun. Andai sang istri mengatakan satu hal saja, maka Akbar pasti akan mengorek semua penjelasan Yudha. Akbar adalah atasan Yudha dan sosok yang disegani banyak bawahannya. Hanya saja, saat ini mereka sedang santai.

"Okelah, lanjut bekerja." Akbar pun akhirnya keluar dari ruangan Yudha.

Yudha bisa benapas lega saat ini. Ia mulai bekerja, tetapi sama sekali tidak fokus. Bayangan sedih sang istri seolah menari di benak laki-laki berpangkat Letnan Satu itu. Ya, Yudha ingat, Laras menahan tangis saat meminta ikut bersama dengan mereka.

Yudha meraih benda pipih yang ada di atas meja. Ia hendak menghubungi Laras. Akan tetapi, satu pesan dari Nadira membuatnya terkejut. Sang mantan istri mengirimkan bukti alat tes kehamilan dan bergaris dua.

Nadira : "Yud, ini aku dari praktik dokter Tyas, hasilnya positif. Ini anak ketiga kita."

Nadira lantas mengirimkan pesan gambar bersama dengan sang Dokter. Mantan istri Yudha itu tampak tersenyum bahagia. Tidak bisa dipungkiri, nama Nadira Efendi memang tidak sepenuhnya hilang dari hati Yudha. Lantas bagaimana dengan Laras?

Yudha sama sekali tidak membalas pesan itu. Ia meletakkan benda pipih di samping komputer. Yudha meremas rambutnya dengan kasar. Entah bagaimana nasibnya setelah ini.

Sementara itu, Laras sudah mulai bekerja. Seperti biasa, ia akan berada di kasir. Kesedihannya harus dilupakan sejenak dan berusaha tetap ramah pada pelanggan. Laras memang sangat profesional.

"Ras, kamu mau salat dulu?" tawar Arkana yang kini sudah berdiri di samping Laras.

"Oh, iya, Mas Arkan. Saya titip kasir sebentar," kata Laras dengan sopan.

Arkana masih saja bisa dekat dengan Laras tanpa menunjukkan jika patah hati. Padahal, hati laki-laki yang akrab dipanggil Arkan sudah hancur berkeping-keping saat tahu Laras memilih menikahi duda brengsek itu. Arkan bukan tidak tahu bagaimana Yudha saat ini.

"Mas Arkan, kalo misal, ini misal aja, ya, Laras cerai sama suaminya, masih mau sama Laras?" tanya Ana setengah berbisik pada Arkan saat ini.

Arkan hanya bisa mengembuskan napas perlahan. Pertanyaan itu sangat mudah, tetapi entah mengapa sangat sulit menjawabnya. Ana jelas tahu bagaimana perasaan Arkan pada Laras hingga saat ini. Tatapan penuh cinta Arkan untuk Laras masih sangat jelas.

"Aku nggak tahu, An." Hanya itu yang keluar dari mulut Arkan ketika ditanya tentang Laras.

"Kalo menurutku ...." Ana langsung menghentikan ucapannya saat ini.

"Kalian kenapa wajahnya tegang kaya gitu? Apa menejer, baru dari sini?" tanya Laras yang baru saja selesai salat.

Ana mengembuskan napas panjang dan sedikit lega. Setidaknya, Laras tidak mendengar obrolan itu. Atau, sebenarnya Laras mendengar semua? Arkan dan Ana kini tidak bisa menyembunyikan wajah bingung sekaligus takut di depan Laras.

"Kamu udah salat, Ras? Ya, udah, gantian sama aku." Arkan langsung meninggalkan kasir dengan wajah aneh.

Laras menggedikkan bahu saat melihat sikap aneh Arkan. Ia lantas duduk karena kebetulan supermarket sedang sepi. Ana kali ini berpura-pura sibuk menata barang di etalase. Padahal, semua barang baru sudah tertata rapi sejak tadi.

Di Innovel sudah bab 18 dan GRATIS ya

Suamiku Gagal Move OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang