6. Laras Pingsan

9 1 0
                                    

Malam ini Yudha memutuskan untuk tidur di sofa. Otaknya tidak bisa berpikir dengan jernih. Laras tahu jika Yudha mengantar Nadira tanpa mengatakan sepatah kata pun. Dari sikap sang istri, Yudha paham jika Laras sedang cemburu.

Entah pukul berapa, Yudha kali ini bisa memejamkan mata. Akan tetapi, tidak dengan Laras. Air mata itu seolah tidak mau berhenti saat ini. Setiap ada masalah, Yudha tidak mau bicara dan berusaha menjelaskan. Seolah menunjukkan apa yang dilihat Laras adalah sebuah kebenaran.

'Pak, kalo saja dulu aku patuh sama, Bapak, mungkin nggak akan kaya gini kejadiannya. Aku sakit.' Laras berbicara dalam hati di sela-sela isak tangisnya.

Bapak angkat Laras--Mujiono meninggal tak lama setelah akad nikah karena serangan jantung. Yudha tidak jujur jika statusnya duda dengan dua anak. Perceraian Yudha pun karena sang istri berselingkuh. Sebagai laki-laki, mendiang Mujiono sangat khawatir dengan nasib Laras setelah menjadi istri Yudha.

Mendiang Mujiono sangat yakin jika Yudha masih sangat mencintai mantan istrinya itu. Hanya saja, mungkin hal itu ditutupi oleh sosok anggota TNI itu. Sepandai-pandainya menutupi perihal perasaannya, Mujiono justru menemukan sebuah fakta, jika diam-diam Yudha masih berkomunikasi dengan sang mantan istri. Rasa sesak di dada dan banyak pikiran membuat Mujiono pingsan dan meninggal di tempat.

"Pagi Ras, kamu sudah bangun? Aku buatkan nasi goreng supaya kita bisa sarapan bersama," kata Yudha saat melihat sang istri sudah siap dengan seragam kerja.

Yudha sengaja membuatkan sarapan pagi untuk sang istri. Ia ingin berbicara pada Laras. Semalam, ia banyak berpikir tentang rumah tangganya. Nadira bukanlah wanita yang akan tinggal diam ketika ada masalah.

"Silakan sarapan, Mas. Saya sedang puasa," tolak Laras yang meniatkan hari ini untuk berpuasa agar bisa sedikit meredam rasa sakit dan kecewa dalam hati.

"Kalo aku minta dibatalkan saja puasanya?" Yudha menatap tidak suka pada sang istri yang saat ini berjalan menuju ke rak sepatu.

"Maaf, Mas. Aku tidak bisa. Setidaknya, dengan berpuasa aku bisa sedikit tenang," kata Laras tidak mau terpancing emosi saat ini.

Sindirian itu telak dan membuat Yudha hanya bisa terdiam seketika. Mungkinkah Laras tahu sesuatu? Entahlah, gelagat Laras dangat dingin dan tidak menunjukkan jika mengetahui sesuatu. Akan tetapi, bagi Yudha, diamnya Laras tidak bisa diabaikan.

"Apa kamu tahu sesuatu dan memutuskan untuk diam?!" Bentakan Yudha jelas mengejutkan Laras yang saat ini baru selesai memakai sepatu.

"Tahu apa, Mas? Apa kamu menyembunyikan sesuatu?" tanya Laras membuat Yudha kebingungan bagaimana harus menjawab pertanyaan mudah itu.

"Apa kamu marah saat aku mengantar Nadira? Oh, ayolah dewasalah sedikit! Dia ditampar oleh atasannya dan apa aku harus tinggal diam?!" Nada bicara Yudha sangat tinggi seolah hal itu harus dibenarkan oleh Laras.

"Mas, mau kamu antarkan Mbak Nadira atau tidak itu bukan urusan aku. Lagian juga kalo aku ngomong kamu nggak akan menanggapi. Sudahlah, jangan habiskan waktu untuk marah-marah karena hari masih pagi," kata Laras sama sekali tidak membalas nada bicara tinggi sang suami.

"Ras ... bukan begitu. Dia, ibu dari kedua anakku. Tolong pahami. Jangan cemburu hanya karena masalah kecil," kata Yudha yang saat ini menurunkan nada bicaranya.

"Tenang saja, aku paham." Laras tersenyum getir saat mendengar ucapan sang suami. "Aku juga tidak akan pernah bisa menggantikan posisi itu," kata Laras ambigu lalu keluar dari rumah.

Yudha terdiam seketika saat ini. Ucapan sang istri sangat menohok. Yudha melihat ke luar, Laras sudah naik angkutan umum. Yudha merasa tidak nyaman karena mendengar ucapan perempuan muda yang dinikahinya hampir dua tahun itu.

"Ras ... kamu baru datang?" tanya Ana yang terkejut saat mendapati Laras ada di depan meja kasir pagi ini.

"Iya." Laras bahkan melupakan sesuatu saat ini.

"Ras, kamu libur loh ini. Enam satu, kita kesepakatan beberapa waktu lalu sama menejer begitu, 'kan? Mas Arkan, Aldo, dan juga Mira juga libur bareng kamu, Ras," kata Ana yang merasa sedikit kaget dengan kedatangan Laras.

Laras melongo seketika mendengar ucapan Ana. Ia merasa sangat bodoh. Pantas saja tidak ada motor milik Arkan yang terparkir di depan kursi pengunjung supermarket. Laras menghela napas panjang dan kini sedikit salah tingkah.

"Kamu habis nangis semalam?" Ana tidak sedang bertanya melainkan mengatakan sebuah fakta. "Duduk deh, mumpung Bu Menejer belum datang," kata Ana mengajak Laras duduk.

Ana mengangsurkan segelas kopi panas yang baru saja dibelinya. Laras menolak karena sedang berpuasa. Ia menatap sendu pada sang sahabat. Ana hanya diam dan tidak berani bertanya banyak hal.

"Ras ... sekiranya lagi berat banget, kamu boleh kok cerita. Aku siap dengar. Kita sudah berteman sejak pertama kerja di sini," kata Ana yang kini merasa prihatin dengan teman baiknya itu.

"Aku baik-baik saja kok. Hanya saja lagi nggak fokus hari ini. Aku lupa kemarin shift terakhir aku," kata Laras yang memang tidak pernah menceritakan masalah keluarga pada orang lain.

Kadang, menceritakan masalah yang dialami dalam rumah tangga pada orang lain tidak akan mendapatkan solusi. Justru sebaliknya, kadang cerita itu akan dibumbui dan dilebih-lebihkan dan dijadikan bahkan gosip. Laras masih ingat nasihat Suratmi--ibu angkatnya agar tidak menceritakan masalah dalam rumah tangganya pada orang lain. Aib suami dan istri pasti akan dijadikan gunjingan oleh orang lain.

"An ... aku pamit pulang dulu, ya? Kayaknya aku perlu tidur siang hari ini." Laras pun beranjak dari duduknya dan memeluk sang sahabat dengan erat.

"Kalo butuh apa pun, jangan sungkan untuk bilang. Aku pasti siap untuk bantu," kata Ana lalu melepaskan pelukan Laras.

"Makasih banyak, An. Kamu dan semua teman di sini selalu ada saat aku butuh," kata Laras dengan mata berkaca-kaca.

Laras lantas melambaikan tangan pada Ana. Ia kemudian berjalan menyeberangi jalan raya menuju ke rumahnya. Laras memilih jalan kaki untuk sekadar menenangkan hati. Mendadak, kepala istri Yudha itu pusing dan langsung tidak sadarkan diri.

Banyak orang berbondong-bondong menolong Laras dan membawanya ke puskesmas terdekat. Laras mendadak pingsan karena banyak pikiran dan tidak makan. Entah berapa lama pingsan, kini wanita muda dengan mata sembab itu tersadar dari pingsan. Laras menatap ke arah sekitar dan hidungnya mencium bau obat-obatan.

"Anda sudah siuman?" tanya salah satu perawat yang sedang berada di ruangan Laras.

"Saya kenapa, Sus?" tanya Laras yang saat ini memegangi kepalanya yang masih berdenyut.

"Anda ditemukan pingsan di jalan depan supermarket itu. Lalu, banyak orang bawa Anda ke sini. Ada keluarga yang bisa dihubungi?" tanya perawat itu dengan wajah tidak bersahabat.

Laras menggeleng pelan sebagai jawaban. Ia tidak mau merepotkan sang suami saat ini. Mendadak, pintu kamar rawat Laras dibuka oleh seseorang. Laras sangat terkejut.

"Biar saya yang bayar, Sus." Ucapan itu membuat Laras berusaha bangun dari tidurnya.

Bersambung.

Naskah ini GRATIS DI INNOVEL SUDAH BAB 28. CUZZ MERAPAT YA DI APLIKASI

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 18 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Suamiku Gagal Move OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang