Prelude; Jeno dan Dinding Rumah Sakit

125 26 4
                                    

oOo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

oOo

[ 3 Days Later ]

"200 joule, shot!"

"Jeno.. please, hold on.."

"250 joule, shot!"

"Nggak bisa.. Jeno nggak bisa diselamatkan.."

"Bisa!"

"Cassie! Stop! You hurt him, Cassie.."

Tera menyentuh pergelangan tangan Cassie, sedikit mencengkramnya yang sejak tadi tampak tidak berhenti bergerak memompa jantung milik Jeno yang sudah tidak lagi berdetak. Air mata bergelinang dipelupuknya, terus berjatuhan mengenai bagian dada Jeno. Dokter perempuan itu menatap Tera—rekannya dengan tatapan hancur dan putus asa. Dia menggeleng pelan, masih sambil menangis.

Melihatnya membuat Tera menghembuskan napas berat, dia menunduk sebentar untuk menyembunyikan air matanya, tidak mungkin dia ikut menangis disaat dirinya harus menguatkan rekan kerjanya disutuasi seperti ini. Setelah itu dia mendongak, menatap Cassie dan berujar dengan ketegaran hatinya, "Ikhlasin, ya? Jeno udah nggak sakit lagi.."

Perlahan, Tera menarik Cassie untuk menjauh dari tubuh Jeno yang sudah tidak bernyawa, kemudian ia umumkan kematian remaja laki laki itu dengan suara yang bergetar hebat.

Tera tertunduk sambil mengepalkan tangannya, "Jeno Artajuna Kim, laki-laki, delapan belas tahun, dinyatakan meninggal dunia pada Rabu, tanggal dua puluh empat April tahun dua ribu dua puluh lima pukul satu tepat dini hari."

Ada dua rasa sakit yang tidak akan pernah bisa Tera hadapi sebagai seorang dokter yang telah berkarir selama puluhan tahun. Pertama adalah ketika dia mengetahui pasien yang ia tangani tidak memiliki anggota keluarga yang cukup peduli padanya barang hanya untuk mendoakannya dibalik dinding pucat rumah sakit. Yang kedua ketika dia sadar bahwa dirinya telah gagal menyelamatkan nyawa pasiennya.

Dan sayangnya, hari ini—dua rasa sakit itu datang padanya secara bersamaan. Dia menatap wajah damai Jeno yang terbaring diatas meja operasi dengan tatapan sendu. Tera telah menangani penyakit jantung Jeno sejak dia masih berusia sembilan tahun, pria itu sudah menganggap Jeno sebagai putranya sendiri setelah dia gagal mendapatkan seorang anak karena masalah kesehatan pada istrinya, namun ternyata kali ini ia juga kehilangannya, dia juga kehilangan Jeno setelah sembilan tahun merawatnya.

"Jeno.. di kehidupan yang lain, lahirlah sebagai anakku alih alih sebagai anak Mario, aku akan merawat dan menyayangimu lebih dari ayahmu." Tera mengucap dalam hati bersamaan dengan air matanya yang menetes.

TIME TURNERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang