Intro; Yang Katanya Cemara

176 28 2
                                    

"Daah Jeno..!"

"Hati-hati di jalan..!"

Laki laki berusia delapan belas tahun itu baru berhenti melambaikan tangannya ketika Eris—temannya, benar benar menghilang dari pandangannya. Hari ini Jeno tidak membawa mobil ke sekolah, biar ku beri tahu, disituasi ini artinya dia sedang tidak baik-baik saja dengan sang kepala rumah tangga atau yang lebih kerap Jeno panggil dengan sebutan Papi.

Jeno membawa kakinya melangkah dengan gontai di halaman rumahnya yang besar—tapi gersang. Ah, dia tiba tiba merindukan kakek dan neneknya, dia juga merindukan halaman penuh rumput, bunga dan buah milik kakek neneknya.

Jeno langsung bisa mencium bau harum dari bumbu bumbu dapur padahal kakinya masih di depan pintu utama, senyum manisnya perlahan terangkat, rasanya tidak sabar untuk masuk dan menyambut masakan pelayannya untuk ia santap, tetapi langkahnya terhenti karena sebuah suara memasuki rungunya, dia menoleh, pintu garasi terbuka lebar dan mobil bewarna hitam legam itu perlahan berjalan keluar, kaca jendela nya terbuka, disana—Jeno melihat ibunya. Jeno memperhatikannya tanpa punya niat untuk menghampiri, dia berbicara sekilas pada supir pribadi Jeno sebelum pria itu berlari kecil ke arahnya dan mengatakan, "Hari ini ibu nggak pulang, kalau bapak nggak tahu."

Jeno hanya menatap pria itu dengan tatapan datar, "Terus? Aku harus bereaksi apa? Kan udah biasa ninggalin aku sendirian, harus izin lagi?" Ucapnya, ada rasa kesal yang tersirat dari sorot matanya. Tanpa menunggu jawaban lagi, Jeno segera mengambil langkah masuk ke dalam rumah. Sungguh, dia sangat lapar saat ini.

"Ehh, anak ganteng udah pulang, gimana kegiatannya? Hari ini ibuk bikin butter tarts kesukaan kamu."

Butter tarts adalah makanan yang tergolong populer di Canada. Jeno lahir di Toronto dengan darah campuran Korea dan Canada, jadi wajar jika lidahnya cocok dengan makanan yang satu itu.

Kalau suatu hari nanti Jeno menemukan fakta bahwa dirinya sebenarnya anak kandung dari koki utama di rumahnya, dia bakal percaya percaya aja dan langsung memilih buat cabut dari rumah ini bareng ibu aslinya.

Matanya terpejam singkat ketika ia merasakan kepalanya dielus oleh Diana, wanita yang menjabat sebagai koki utama di rumahnya, dia sudah bekerja disini sejak Jeno masih di dalam kandungan Celine, ibunya.

"Makasih." Senyum nya terangkat, merambat sampai ke matanya hingga menciptakan sepasang bulan sabit. "Aku hari ini ada ulangan harian dadakan, tapi tetep bisa ngerjain kok, aku kan pintar, hehe." Ia bercerita dengan antusias sambil menguyah lahap roti dengan butter lembut dan gurih yang baru saja dihidangkan di hadapannya.

"Keren..! Oiya, hari ini bapak—"

"Nggak pulang juga? Kali ini apa alesannya? Operasi lagi? Operasi atau mau berduaan sama selingkuhan?" Jeno memotong kalimat Diana kemudian tertawa sarkas setelah berdecih, "Kayanya kalau aku tiba tiba meninggal di rumah ini, papi lagi berduaan sama perawat kegatelan itu terus mami lagi sibuk ngurusin butik sama temen temennya yang nggak tahu aturan itu."

Jeno tahu, dia betul betul paham tentang pekerjaan kedua orang tuanya yang bakal lebih jarang di rumah. Mario adalah dokter spesialis bedah, ia sering mendapatkan panggilan untuk ke rumah sakit secara dadakan, di jam jam yang terkesan tidak normal tapi mau bagaimana? Sekali lagi, dia adalah dokter spesialis bedah, sangat dibutuhkan didalam ruang operasi, namun jika ayahnya pergi hanya untuk itu—maka Jeno tidak akan mempermasalahkan apapun, dia tidak akan menuntut waktu pria itu untuk terus di sisi nya toh uang dari nya juga lancar lancar saja masuk ke rekening pribadinya tetapi sayangnya Mario tidak hanya memenuhi panggilan rumah sakit, dia juga memenuhi panggilan si perawat centil itu, ayahnya selingkuh secara terang terangan dan ibunya mengabaikan itu juga secara terang terangan dihadapan Jeno, anak satu satunya yang mereka punya.

TIME TURNERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang