2nd. Mengapa?

122 27 6
                                    

oOo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

oOo

"Nggak! Apa-apaan, mau tidur dimana anak itu?"

Mario berdiri, menyatakan secara lantang ketidaksetujuannya atas permintaan menginapnya Jeno selama beberapa hari di rumahnya dengan alasan karena dia diusir oleh kedua orang tuanya dari rumah dan tidak memiliki tempat tujuan untuk pulang.

"Ya tidur sama kamu atau sama Nata, mau kan Jeno?" Nenek menatap lembut pada Jeno yang duduk sambil menunjukkan wajah memelasnya. Anak laki laki itu mengangguk pelan, sengaja, meyakinkan pada sang nenek kalau dia harus merasa kasihan pada cucu satu satunya ini.

"Aku janji bakal bantu semua pekerjaan rumah selama ada disini, janji bakal jadi anak yang baik dan rajin, soalnya... aku nggak punya uang buat bayar sewa.."

"Nah! Udah tahu nggak punya ua—"

"Nggak apa-apa.. nggak perlu mikir biaya sewa, anggap aja ini ucapan terimakasih dari saya karena kamu udah berbaik hati sama anak saya tadi sore."

Jeno tersenyum puas, ia melirik sebentar pada Mario dan menjulurkan lidahnya, sementara yang ditatap merasa jengkel setengah mati. Jeno tidak peduli, toh dia akan mencari cara untuk segala masalah ini. Pertama-tama, ia akan mencari tahu terlebih dahulu siapa yang mengirimnya kesini dan mengapa ia dikirim kembali ke masa muda orang tuanya.

"Makasih ya ne—ehm, tante." Jeno hampir saja keceplosan.

Karena Mario tidak mengizinkan Jeno untuk tidur di kamar Nata karena anak itu sedang sakit—maka akhirnya Mario merelakan setengah dari tempat tidurnya untuk Jeno, laki laki asing yang bukan hanya caranya berbicara saja yang aneh, tapi penampilannya juga sangat aneh.

Ada dua tipe manusia di dunia ini, yang pertama tipe manusia yang tidur dengan lampu mati lalu yang kedua tipe manusia yang harus tidur dalam keadaan terang benderang, sayangnya—Mario dan Jeno tidak selaras dalam hal tersebut. Ketika lampu kamar yang berukuran tidak terlalu besar itu dimatikan oleh sang empu—Jeno buru buru melayangkan penolakan.

"Jangan dimatiin! Gue nggak bisa tidur kalau lampu mati." Ucapnya.

Mario tampak sama sekali tidak peduli pada Jeno, ia tetap berjalan menuju tempat tidur di sisi kanan dan memposisikan dirinya senyaman mungkin dibawah selimut.

"Mario!" Jeno memanggil, sedikit menyentak karena sang ayah betulan mengacuhkan dirinya. Laki laki delapan belas tahun itu bergerak mendekat dan mengguncang pelan lengan Mario. "Dinyalain aja ya, please.." Kali ini Mario muda benar benar mirip dengan Mario yang menjadi ayahnya dimasa depan, mengabaikan dirinya, tidak peduli dan berlagak tuli.

TIME TURNERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang