Meskipun Ram pada awalnya tampak acuh terhadap kehadiran sang ayah, namun ketika hendak memasuki kamarnya, tiba-tiba dia dipanggil oleh sang ayah.
"Dapatkah kita berbicara sebentar?" pinta Ahmad.
"Ada hal yang ingin Papa bicarakan, Ram. Apakah ada waktu untuk mendengarkan Papa?" ucap Ahmad dengan serius.
"Mohon maaf, Papa. Ram sedang sibuk dan tidak punya waktu untuk berbicara sekarang," ujar Ram sambil langsung menuju kamarnya. Namun, langkahnya dihentikan oleh Ahmad.
"Papa ingin meminta satu hal padamu, Ram. Papa ingin kamu terlibat dalam bisnis dan meninggalkan karier sebagai Entertain," ucap Ahmad dengan tegas, mengekspresikan keinginannya kepada Ram.
Ram merasakan kehampaan dan kekecewaan mendalam atas situasi yang rumit di mana ia merasa terkekang dan kehilangan kendali atas keputusannya sendiri. Konflik antara keinginan pribadi dan harapan ayahnya telah membuatnya merenung dengan penuh pergumulan.
Saat memasuki kamarnya, Ram berharap menemukan ketenangan dan ruang untuk merenungkan kisah yang memilukan dan membingungkan baginya. Rasa bingung dan tertekan memenuhi pikirannya, membuatnya terjebak dalam pertimbangan yang menyesakkan.
Dalam momen sulit ini, Ram dihadapkan pada dilema antara passionnya sebagai seorang artis dan tuntutan untuk memenuhi harapan ayahnya. Keputusan yang harus diambil terasa berat, dan Ram tenggelam dalam pertarungan antara apa yang ia inginkan dan apa yang diharapkan dari dirinya.
Sembari Mamanya masih dirawat di rumah sakit yang memerlukan perhatian, Ram dihadapkan dengan permintaan untuk bekerja dari Mamanya dan tanggung jawab untuk mendukung adik-adiknya yang tengah fokus dalam pendidikan. Semua beban dan pertimbangan tersebut mendera Ram, memberikan tekanan yang berat dalam hidupnya
Saat Ram bangun dari tidurnya, dia merasa gelisah dan bingung karena konflik yang membebani pikirannya. Meskipun hatinya kacau-balau, Ram tetap teguh dan memutuskan untuk pergi ke rumah Haikal, asisten setianya.
Ketika Ram tiba di depan pintu rumah Haikal, dia mengetuk pelan dan Haikal membuka pintu.
Saat Ram bangun dari tidurnya, rasanya gelisah dan bingung karena urusan yang penuh konflik. Meskipun hatinya penuh kekacauan, Ram tetap mantap memutuskan untuk menyambangi rumah Haikal, sahabat setianya.
Ketika Ram sampai di depan pintu rumah Haikal, dia mengetuk pelan dan Haikal dengan ramah membuka pintu.
"Eh, Ram, yang jarang-jarang nih mampir kesini. Kenapa, ada masalah lagi, kal?" tanya Haikal.
Ram langsung masuk ke dalam rumah Haikal.
"Iya nih, kamu. Lagi deh bingung dengan urusan yang lagi gue hadapi. Pengen banget punya temen buat cerita curhat."
"Relaks aja, Ram. Aku siap dengerin, ceritain aja. Pasti nanti kita cari jalan keluarnya bareng," jawab Haikal mantap.
Merasa lega duduk di ruang tamu bersama Haikal, Ram mulai bercerita tentang kegalauannya. Dalam suasana yang tenang, Ram bongkar semua kebingungannya.
"Kal, bener galau nih. Antara lanjut jadi artis yang udahan kupilih dari SMP atau ikutin bisnis bokap. Susah banget deh buatku memilih," ujar Ram sambil jotos jidatnya.
Haikal mengangguk paham sambil tersenyum, "Tenang aja, Ram. Gak usah buru-buru cari jawaban. Luangkan waktu untuk dengerin hati dan perasaanmu. Percaya deh, pasti ada jalan keluar yang cocok buat kamu. Keyakinan pada diri sendiri itu penting, Ram! Terkadang keajaiban ada di balik langkah-langkah berani kita untuk mengejar apa yang dipercayai. Yuk, biarkan hatimu jadi kompas yang membimbing langkah-lahkahmu ke depan. Ingat, ga ada salahnya untuk merenung dan memilih dengan bijaksana. Aku yakin, pasti kamu bisa temuin solusi yang pas untuk atasi tantangan yang kamu hadapi. Kalau butuh temen buat ngobrol atau sekadar curhat, aku selalu ada buat kamu, Ram."
Haikal ragu sejenak sebelum akhirnya menuturkan, "Hei, nih, aku pengen tanya ke kamu. Gimana kalau kamu ninggalin pekerjaan kamu sebagai atau kam ikutin arahin bisnis bapak kamu?"
Ram semakin bingung dan penuh tanda tanya dengan pertanyaan yang diajukan Haikal, "Wah, gue bener-bener bingung, Haikal. Belum kepikiran sama sekali mau milih yang mana, ya."
Haikal kemudian tersenyum lembut sebelum menambahkan, "Santai aja, Ram. Lumayan galau memang di posisi kayak gini. Yang penting, dengerin aja hati dan pikiran kamu. Yakinlah, pasti nanti kamu bakal dapet jawaban yang tepat. Keberanian kadang nampilin keajaiban, loh. Percaya diri dan ikutin apa yang kamu bener-bener percaya. Hati kamu tuh bisa jadi panduan yang bagus buat kamu. Nggak perlu buru-buru ambil keputusan, kamu boleh banget renungkan lebih dulu sambil pilih dengan bijaksana. Aku yakin kamu punya kekuatan buat nemuin solusi dari setiap tantangan yang kamu hadapi. Dan ingat, aku selalu siap buat kamu, Ram."
Ram masih terus merasa bertanya-tanya, "Tapi, emang belum kepikiran banget mau milih yang mana, Haikal. Iya nih, bikin aku makin bingung."
Haikal bisa menjadi teman curhat Ram jika dia membutuhkan seseorang untuk berbicara, meskipun manajernya cerewet. Haikal selalu siap mendengarkan dan memberikan dukungan saat Ram merasa butuh tempat untuk berbagi pikiran dan perasaannya.
Haikal mengingatkan Ram dengan lembut, "Nanti Senin besok kamu berangkat ke Jogja untuk photoshoot ya, ram."
"Ok, bakal aku ingat, Haikal."
Keasikan ngobrol bareng Haikal bisa membuat waktu terasa cepat berlalu ya! Ram sempat salat berjamaah sebelum pulang ke rumahnya.
Ahmad terus berteriak dari luar kamar Hanni tepat di depan kamar Ram. Suaranya menggema dan membuat Hanni langsung terbangun dari tidurnya. Dengan mata masih setengah terpejam, Hanni meraba-raba langkahnya ke pintu kamarnya yang sedikit terbuka. Dalam kebingungan, ia membuka pintu perlahan sambil mencoba mencari tahu apa yang sedang terjadi di luar kamar.
Sementara itu, Ram mencoba menenangkan Ahmad dengan lembut, "Pah, bisa nggak kita diskusi dengan lebih tenang? Enggak perlu teriak seperti itu, kan adik-adik Ram yang sudah tertidur pasti akan terbangun dan merasa takut melihat Pah marah-marah."
Dari balik pintu kamarnya, Hanni, adik Ram, memperhatikan adegan tersebut dengan penuh kagum. Dia merasakan kekaguman yang tulus melihat kakaknya yang selalu berusaha menjaga ketenangan di rumah. "Kak Ram emang luar biasa, selalu perhatian dan peduli sama keluarga," gumam Hanni dengan senyum cerah.
"Pah nggak seneng kalau kamu masih kerja di dunia modeling, Papa mau kamu jadi bisnis usaha mengurusi perusahaan Papa. Papa mohon kamu tinggalkan dunia modelnya, Ram." Ahmad meluapkan emosinya dengan keras.
Ram mengungkapkan kebingungannya, "Kenapa sih Papa ngelarang aku, padahal keputusan ini juga memengaruhi diriku. Aku juga menjadi modal untuk ran suka sama model. Papa memaksa anaknya untuk terlibat dalam bisnis. Ini semua setelah ram."
Dalam keputusasaan dan frustasi, Ram akhirnya meluapkan perasaannya, "Sudahlah, aku lelah dengan semua ini. Lebih baik Papa urus saja bersama selingkuhan Bapak. Permisi." Ram kemudian masuk ke dalam kamarnya, menunjukkan bahwa dia butuh waktu untuk merenungkan dan meredakan emosinya.
Sementara itu, Hanni dengan lembut menutup pintu kamarnya dengan harapan agar keadaan tenang dapat kembali merasuki rumah mereka.