BAB 01

457 54 4
                                    

Kota terbungkus dalam selimut gelap malam, hanya diterangi oleh lampu jalan yang berkedip-kedip dan sinar neon dari papan iklan. Di tengah hiruk-pikuk kota yang tak pernah tidur, ada sebuah dunia lain yang hidup di bayang-bayang: dunia balapan jalanan.

Argito mengencangkan sarung tangan kulitnya, merasakan denyut adrenalin yang sudah akrab di nadinya. Malam ini adalah malam besar. Sejak kecil, ia telah terjun ke dalam dunia balapan, belajar mengemudi sebelum ia bisa berjalan. Bagi Argito, setiap balapan adalah hidup dan mati, kemenangan dan kehancuran.

Di seberang jalan, Shanendra memeriksa mobilnya, sebuah mesin yang mendengus penuh tenaga. Dengan rambut hitam yang selalu rapi dan sikap tenang yang membekukan, Shanendra adalah kebalikan dari Argito yang berapi-api. Meski begitu, keduanya memiliki satu kesamaan: keinginan untuk menang.

“Siap untuk kalah, Ar?” Shanendra mengangkat alis, menyeringai tipis.

Argito hanya tertawa kecil, memasang helmnya. “Kita lihat saja nanti”

Di pinggir arena, Cornelia menonton dengan cemas. Ia tahu taruhan malam ini lebih dari sekadar uang atau kebanggaan. Ini tentang dirinya. Bagaimana ia bisa menjadi pusat dari sesuatu yang begitu liar dan tak terkendali? Dengan rambut panjang yang melambai tertiup angin malam, Cornelia tampak seperti bintang yang terperangkap dalam pusaran gelap.

Suara mesin mulai meraung, tanda balapan akan segera dimulai. Penonton berkumpul, sorak-sorai dan teriakan membentuk dinding suara yang memekakkan telinga. Argito dan Shanendra menatap lurus ke depan, fokus pada garis finish yang terlihat jauh di ujung jalan.

Seorang gadis dengan bendera di tangan melangkah ke tengah jalan, mengangkat bendera itu tinggi-tinggi. “Siap? Tiga... dua... satu... mulai!”

Kedua mobil melaju dengan begitu cepatnya, saling menyalip satu sama lain. Cornelia yang berada di pinggiran jalan merasa was-was, kepalanya dipenuhi oleh pikiran-pikiran buruk. Bagaimana jika nanti Shanendra kalah? Apakah hubungannya dengan Shanendra akan berakhir malam ini?

Kembali pada area balapan. Kini posisi telah berubah dari yang sebelumnya Shanendra memimpin, sekarang berganti Argito yang berada di depan. Shanendra mengumpat ketika ia nyaris berhasil menyalip Argito.

Setengah jalan lagi penentuan pemenang. Argito menambah kecepatan mobilnya. Tidak mau kalah, Shanendra pun melakukan hal yang sama.

Deru mesin semakin kencang, bergema di antara gedung-gedung tinggi yang memantulkan suara mereka. Penonton yang berdesakan di sepanjang jalanan kota menyaksikan dengan mata terbelalak dan napas tertahan. Setiap detik balapan ini adalah sebuah ketegangan yang menggetarkan.

Cornelia menggigit bibir bawahnya, matanya terpaku pada kedua mobil yang kini melaju kencang di depan. Rasa takut bercampur dengan harapan dalam hatinya. Ia tidak tahu bagaimana perasaannya terhadap Argito, tetapi ia tahu satu hal, ia tidak ingin menjadi taruhan dalam permainan berbahaya ini.

Argito menatap cermin spionnya, melihat Shanendra yang terus membuntutinya. Keringat menetes dari pelipisnya, meski udara malam cukup dingin. Ia tahu Shanendra tidak akan menyerah begitu saja. Mereka telah terlalu jauh untuk mundur sekarang.

Di sisi lain, Shanendra merasakan amarah membara dalam dirinya. Ia tidak hanya mempertaruhkan harga diri, tetapi juga Cornelia, seseorang yang sangat ia sayangi. Ia menekan pedal gas lebih dalam, mencoba segala cara untuk menyalip Argito.

Tiba-tiba, sebuah belokan tajam muncul di depan mereka. Argito dengan cekatan memutar kemudi, meluncur di tikungan dengan keahlian yang luar biasa. Shanendra, tidak mau kalah, mengikuti dengan manuver yang nyaris sempurna. Namun, hanya sejenak saja ia kehilangan kontrol dan harus memperbaiki posisinya.

Penonton berteriak lebih kencang, terhipnotis oleh balapan yang semakin mendebarkan. Argito bisa melihat garis finish di kejauhan, semakin dekat. Hanya beberapa meter lagi.

Shanendra mengerahkan seluruh kekuatan mobilnya, mencoba untuk menyalip di detik-detik terakhir. Tetapi Argito, dengan pengalaman dan ketenangannya, berhasil menjaga posisi terdepan. Cornelia menahan napas, tubuhnya tegang. Dan akhirnya, dengan ledakan suara mesin dan kilatan lampu jalanan, Argito melintasi garis finish terlebih dahulu. Penonton bersorak, beberapa kecewa, beberapa kegirangan. Shanendra mengerem dengan keras, berhenti tepat di samping Argito.

Argito turun dari mobilnya, senyum kemenangan terpampang di wajahnya. Shanendra keluar dari mobilnya dengan wajah pucat dan penuh kekecewaan. Cornelia, dengan langkah ragu-ragu, mendekati mereka berdua.

“Ar” suara Shanendra serak. “Lo menang”

Argito hanya mengangguk, tidak berkata apa-apa. Matanya bertemu dengan mata Cornelia, dan di sana, di tengah kerumunan orang dan kebisingan kota, ada sejenak keheningan di antara mereka bertiga.

Cornelia berdiri di antara dua pria yang sangat berbeda, orang yang ia kenal dekat dan orang yang sama sekali tidak ia kenal . Keputusannya malam ini akan menentukan arah hidup mereka selanjutnya. Apakah ia akan tetap bersama Shanendra, meski ia kalah dalam taruhan? Atau adakah kemungkinan baru bersama Argito, sang pemenang balapan?

Malam itu, di bawah langit malam yang penuh bintang, Cornelia tahu hidupnya tidak akan pernah sama lagi.

“Let’s break up, Niel”














To be continued

TaruhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang