BAB 04

279 45 4
                                    

Malam harinya, Argito berangkat ke basecamp untuk menepati janjinya bermain game bersama Arlan. Suasana di basecamp cukup ramai dengan teman-teman mereka yang sedang bercanda dan mengobrol. Argito memasuki ruangan yang sudah penuh dengan peralatan gaming, langsung duduk di sebelah Arlan yang sedang mempersiapkan permainan.

"Siap, siap, lo jangan cupu lagi ya" candanya sambil memasang headset.

Arlan terkekeh, "Tenang aja, gue udah latihan nih biar gak malu-maluin lo"

Saat mereka sedang asyik bermain game, suara langkah kaki terdengar mendekat. Ollan, sahabat mereka, muncul dengan raut wajah serius. Dia menatap Argito dengan tajam.

"Ar, jawab jujur. Lo suka sama Cornelia?" tanyanya tanpa basa-basi.

Argito yang sedang fokus pada permainan, tersentak dan melirik Ollan dengan bingung.

"Enggaklah, jangan ngaco" jawabnya cepat, mencoba mengabaikan rasa gugup yang tiba-tiba muncul.

Ollan mengerutkan kening, tidak puas dengan jawaban itu. "Serius, Ar. Gue lihat cara lo liat dia tadi. Ada sesuatu yang lo sembunyiin?"
Argito menelan ludah, lalu menoleh ke Arlan

yang juga ikut memasang wajah penasaran. "Gue serius, Lan. Gue cuma teman buat dia atau mungkin cuma orang baru, gue juga baru kenalan sama dia tadi siang"

Arlan mengangguk pelan, tetapi tatapan Ollan masih belum berubah. "Gue khawatir aja. Jangan sampai lo terjebak perasaan sendiri terus ujung-ujungnya sakit hati"

Argito menghela napas, mencoba menenangkan diri. "Gue ngerti maksud lo, Lan"

Suasana di antara mereka sedikit tegang, tetapi permainan terus berlanjut. Arlan mencoba mencairkan suasana dengan bercanda, dan perlahan mereka kembali fokus pada game yang sedang dimainkan.

"Gue kasihan sama Cornelia" celetuk Arlan tiba-tiba.

"Kasihan kenapa?" tanya Ollan membawa tiga gelas kopi.

"Shanendra kan pemain ulung, cewek dia dimana-mana. Salah satu kating gue kebetulan mantannya Shanendra, dia bilang mereka pacaran waktu Shanendra baru sebulan sama Cornelia. Apa gak gila tuh anak? Gak ada bersyukurnya sama sekali jadi manusia"

Argito dan Ollan menatap Arlan dengan rasa terkejut. Argito menghentikan permainan sejenak, menatap Arlan dengan mata melebar. "Serius lo, Lan? Shanendra pacaran sama kating lo waktu masih sama Cornelia?"

Arlan mengangguk dengan ekspresi serius. "Iya, makanya gue bilang kasihan Cornelia. Dia gak tahu apa-apa soal kelakuan Shanendra"

Ollan menyandarkan tubuhnya di kursi, merenung sejenak. "Berarti Shanendra emang bukan cowok yang bisa dipercaya. Cornelia harus tahu hal ini"

"Dia udah gue kasih tahu. Tapi, dia gak percaya" ucap Arlan.

Ollan menepuk bahu Argito. "Sekarang jadi tugas lo buat kasih tahu kelakuan Shanendra ke Cornelia"

"Kok gue?" heran Argito.

"Ya kan lo yang paling deket sama dia ketimbang kita berdua, Ar. Masa harus gue sama Arlan yang kasih tahu?" kata Ollan sambil geleng-geleng kepala.

***

Cornelia tiba di kampus sendirian. Argito tidak lagi datang pagi-pagi ke rumahnya. Ya... baguslah, walaupun sebenarnya hati kecil Cornelia merasa sedih. Di lain sisi, Cornelia masih merasa gelisah karena perasaan dan pikirannya tentang Shanendra terus mengganggunya.

Selesai kelas, Cornelia memutuskan untuk pergi ke kantin fakultas hukum untuk makan siang. Ia berharap bisa makan dengan tenang dan mungkin menemukan sedikit pelarian dari pikiran-pikirannya. Namun, nasib berkata lain.

Di kantin, Cornelia melihat Shanendra duduk di salah satu meja, tertawa bersama teman-temannya. Melihat Shanendra membuat perasaannya kembali campur aduk. Ia merasa marah, sedih, dan bingung dalam waktu yang bersamaan. Cornelia memutuskan untuk mengabaikan Shanendra dan memilih duduk di sudut yang jauh darinya.

Tapi, takdir kembali bermain. Saat Cornelia sedang asyik menikmati makan siangnya, Shanendra melihatnya dan berjalan mendekat dengan senyum yang sama seperti dulu, seolah-olah tidak pernah ada yang salah di antara mereka.

"Halo mantan" sapa Shanendra dengan santai. "Lama gak ketemu. Apa kabar?"

Cornelia mengangkat wajahnya, menatap Shanendra dengan tatapan datar. "Baik" jawabnya singkat, berusaha untuk tetap tenang.

Shanendra duduk di kursi di depan Cornelia tanpa diundang. "Dengar-dengar lo masih suka ya sama gue? Ayolah, Cornelia. Itu kan udah lama. Move on lah"

Cornelia merasa darahnya mulai mendidih. "Lo gak ngerti perasaan gue, Shan"

Shanendra menghela napas, seolah-olah kesal. "Ya ampun, Cornelia. Lo masih drama aja. Gue udah minta maaf, kan?"

Cornelia menggigit bibirnya, menahan air mata yang hampir keluar. "Lo pikir maaf aja cukup? Enggak, Shan. Lo gak pernah benar-benar ngerti apa yang lo lakuin ke gue"

Shanendra tertawa kecil, seakan menganggap enteng perasaan Cornelia. "Terserah lo aja deh. Gue cuma mau bilang, semoga lo cepet move on"

Dengan itu, Shanendra bangkit dari kursinya dan berjalan kembali ke meja teman-temannya, meninggalkan Cornelia dengan perasaan yang semakin hancur.

"Cowok bajingan" batin Cornelia menatap benci ke arah Shanendra.














To be continued

TaruhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang