Prolog

186 20 4
                                    

Hamal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hamal

Apakah kamu pernah merasakan indahnya hidup saat berada di puncak tapi tahu-tahu di satu hari, semuanya rusak?

Ini terjadi pada Hamal Sakya. Laki-laki 27 tahun itu sedang menatap ampas kopi yang masih mengendap di gelasnya. Ampas itu seolah jadi wujud nyata tentang kejadian yang menimpanya hari ini, pahit dan menumpuk.

Yah, Hamal sedang meratapi nasibnya yang baru dipecat dari kantornya beberapa jam yang lalu. Well, terlalu dramatis sih untuk dikatakan dipecat, karena bahasa halusnya adalah efisiensi karyawan—salah satu cara yang sering digunakan perusahaan kalau mereka lagi rugi, atau mau ada perubahan struktur kepemimpinan. Mengorbankan karyawan selalu jadi pilihan utama karena langsung berpengaruh sama keuangan. Semakin sedikit karyawan, yang digaji juga semakin sedikit.

Tiga batang rokok yang sudah dihisap Hamal selama dua jam terakhir tidak cukup membantu meringankan pikirannya. Bagaimana tidak, Hamal itu sedang berada di puncak kariernya. Selepas lulus kuliah, dia melamar ke kantor pertamanya ini dan langsung memiliki performa yang bagus. Digempur dari pagi sampai malam dia tahan banting. Disuruh buat ulang laporan juga digas aja, sampai dia berhasil dapat posisi brand manager dengan gaji dua digit.

Hamal tidak pernah menyangka kalau Aroma Enigma—alias nama perusahaan tempatnya bekerja tiba-tiba mengumumkan akan ada efisiensi karyawan. Hamal masih ingat bagaimana HRD di kantornya—Nadya, memanggilnya ke ruang rapat lalu memberikan surat pemutusan hubungan kerja:

Hamal hanya terpaku saat membaca isi suratnya. Nadya juga tidak banyak memberikan penjelasan. Perempuan itu terlihat hati-hati untuk memilih kata-katanya selama berbicara dengan Hamal. Tidak ada pekerjaan yang lebih berat bagi seorang HRD kecuali untuk mengabarkan rekan karyawannya kalau mereka diberhentikan.

"Gue nggak ngerti." ujar Hamal, masih menatap surat PHK miliknya. "Gue nggak pernah ngelakuin kesalahan kan, Nad? Kenapa gue dipilih?"

"Hamal, nggak bakal ada yang bisa nebak isi kepala Pak Bos. Semuanya random. Gue sendiri kaget sama nama-nama di daftarnya."

"Tapi penjualan Incentio lagi bagus!" dalihnya. Memang benar. Semenjak parfum Incentio dipegang oleh tim Hamal, produk itu jadi yang paling laku dibanding parfum-parfum keluaran Aroma Enigma yang lainnya.

"Apa yang bikin gue nggak pantes ada di sini?"

Wajah Nadya yang tadinya lembut mendadak kaku. Gurat di wajahnya menandakan ketakutan yang berarti.

"Hamal," Nadya ingin mengatakan sesuatu tapi lidahnya kaku.

"Efisiensi karyawan apaan, bullshit semua!!" Hamal membanting surat PHK ke atas meja. Dia tidak peduli pada sopan santun dan profesionalitasnya lagi sebagai karyawan terutama di depan Nadya. Karena saat ini, Hamal menatap perempuan itu sebagai rekan kerjanya, dan juga jadi satu-satunya karyawan seangkatannya yang tidak diberhentikan.

How Long Before We Fall In Love?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang