I - Ikat

230 34 6
                                    

Di malam yang tenang juga dingin karena baru saja diguyur hujan, setiap orang sepertinya sudah diantar oleh kenyamanan dan kehangatan selimut untuk pergi menjelajah ke alam mimpi. Menikmati waktu terbaik mereka untuk beristirahat dan mengubur lelah setelah dihajar oleh kehidupan seharian ini.

"Ah, Aris...pelan."

"Tahan sayang."

Kecuali pengantin baru kita, keduanya masih belum menunjukkan tanda-tanda untuk memejamkan mata. Seungmin meremat seprai, menahan sakit yang menjalar ke seluruh tubuh meski Minho sudah melakukan gerakannya dengan lembut.

"Shhh pelann." Dia mendesis nyeri.

"Kamu kenceng soalnya." Gerakan Minho semakin hati-hati.

Kening Seungmin sudah berkerut sedemikian rupa setiap kali nyeri itu datang, seolah-olah dengan begitu maka rasa sakitnya akan berkurang. Tapi apa yang datang setelahnya hanya rasa sakit bertubi-tubi. Hanya setelah dia merasa pusing dan tidak tahan lagi, dia meraih tangan suaminya, memelas dan hampir menangis, "Nyerah, udah."

Minho yang melihat suaminya sudah di ambang batas hanya bisa mendorong sedikit, merasa tidak puas, "Bentar lagi ya? Tanggung."

"Enggak mauu." Seungmin geleng-geleng.

Terpaksa menyerah, Minho menarik tangannya yang sejak tadi bermain dengan kepala suaminya. Siapa sangka, perasaan tidak puas seketika hilang, berganti dengan perasaan yang menggelitik.

Dia tidak bisa menahan geli di perut. Ikat rambut jepang masih mengikat rambut Seungmin, mengikat rambutnya menjadi apple hair. Tapi modelnya tidak lagi mempertahankan bentuk apple hair yang sempurna karena sudah dilepaskan setengahnya sementara sisa rambutnya masih terjerat oleh ikat rambut, seolah-olah menolak untuk dipisahkan. Sederhananya, terikat dan acak-acakan.

"Tau gini gak akan coba-coba pake ini." Seungmin cemberut, "Sakit."

Terkekeh, Minho menyentil apple hair yang tidak kunjung tumbang dengan jari telunjuknya, "Kamu juga ada-ada aja."

"Soalnya ini poni udah panjang, agak gemes pengen potong tapi sayang makanya diiket."

Berbaring di kasur, Seungmin mengusap kulit kepala yang samar-samar masih mengirim gelombang nyeri, "Susah banget lepasinnya, rasanya rambut Widya kecabut semua. Kapok."

Menyisakan lampu nakas untuk menyala, Minho mengambil novel dan siap melakukan rutinitas sebelum tidur, "Lain kali pake iket rambut yang biasa yang kain."

Karena nasi sudah menjadi bubur dan Seungmin tidak ingin melanjutkan sesi membuka ikat rambut karena terasa seperti hukuman yang menyakitkan, dia pergi tidur dengan rambut yang masih seperti itu. Berbaring miring menghadap Minho dan memperhatikan suaminya yang serius membaca, Seungmin berkata, "Lucu aja warna warni makanya iseng beli. Jangan kelamaan, cepet bobo Aris."

"Iya."

Satu lembar, dua lembar, sampai entah berapa lama dia membaca, Minho mendapati Seungmin sudah tidur. Mengembalikan buku ke tempatnya dan membawa gunting kecil, dia melakukan setiap gerakannya dengan penuh kehati-hatian supaya tidak memberi rasa perih dan tidak membangunkan Seungmin, perlahan menggunting ikat rambut mini yang melilit banyak rambut suaminya.

"Huu." Menghembus nafas lega setelah pekerjaannya selesai, tidak lupa Minho merapihkan rambut suaminya sebelum memberi kecupan ringan selamat malam di keningnya. Lampu padam sempurna, dia menyusul pergi tidur.

Pagi di keesokan harinya, Seungmin menemukan solusi baru saat menyuap sereal coklat, yaitu memakai bando. Tidak lupa, dia menyampaikan niatnya membeli dua, satu untuk suaminya.

"Boleh." Minho setuju-setuju saja.

Seungmin manggut-manggut sembari berpikir bando macam apa yang harus dibeli sebelum tiba-tiba, lampu menyala di atas kepalanya. Lampu imajiner itu menyala sangat terang, seolah-olah dia menerima ide paling cemerlang yang tidak pernah terlintas sebelumnya. Sebuah solusi sederhana tapi ampuh yang tidak terpikirkan untuk ditempuh.

"Widya cepak aja gasih??" Celetuknya dengan mata berbinar.

Tapi Minho tersedak detik itu juga. Suaminya dengan model rambut seperti itu adalah kombinasi maut. Dia tidak sanggup.

RAINBOW ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang