02. Home

33 12 0
                                    

Mengendarai mobil dengan kecepatan 60 Km/Jam menuju tempat yang selalu dia kunjungi ketika rindu dengan sang bunda, 30 menit perjalanan yang ditempuh untuk sampai dari gedung tempat berlangsungnya acara.

Memarkirkan mobil di halaman rumah bercat putih.

Pandangannya mengamati rumah lantai dua didepannya, pohon-pohon yang ditanami disekitar rumah,bunga bougenville merah lebat seakan menyambut orang yang datang.

Memasuki rumah dan berjalan kearah kamar, langkahnya menghampiri perempuan yang mirip ibunya namun berbeda usia sedang membaca di dekat jendela dengan kacamata yang bertengger di matanya, tak lupa kursi goyang yang sering digunakan untuk bersantai...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Memasuki rumah dan berjalan kearah kamar, langkahnya menghampiri perempuan yang mirip ibunya namun berbeda usia sedang membaca di dekat jendela dengan kacamata yang bertengger di matanya, tak lupa kursi goyang yang sering digunakan untuk bersantai seperti sekarang ini, dia—Saraswati, omanya.

"Oma"

Mengenal suara yang memanggilnya, Saraswati menutup buku yang sedang dibacanya dan merentangkan tangan menyambut cucu perempuannya.

Pelukan yang selalu dirindukan dari bundanya, pelukan tanpa penawar karena jarak yang teramat jauh untuk menggapai bundanya sedikit terobati oleh omanya, tempat dia bersandar, tempat dia pulang setelah bunda meninggalkannya.

Indah—ibunya merupakan anak satu-satunya dari Saraswati dan Bisma, laki-laki yang sangat mencintai anak dan istrinya. Namun naas, Bisma mengalami kecelakaan tunggal saat pulang dari kantor dan meninggal di tempat.

Saraswati sangat terpukul mendengar suami yang amat dicintainya harus pergi meninggalkannya, namun seperti belum cukup, tuhan kembali menguji Saraswati. Indah meninggal menyusul Bisma, anak satu-satunya, putrinya, anak kebanggaannya, anak hebatnya, separuh jiwanya harus pergi dan menorehkan luka yang belum sempat pulih kini kembali tergores.

Seiring berjalannya waktu, kesehatan Saraswati kian menurun. Tentu Erlene harus menjauhi hal-hal yang bisa membuat kesehatan omanya menurun.

Kehilangan seseorang bukan akhir dari segalanya, Saraswati bangkit dari masa-masa terpuruknya, Saraswati sadar, dengan berlarut dalam kesedihan tidak akan mengembalikan suami dan anaknya. Dia masih memiliki cucu yang amat cantiknya dengan Indah, anak yang menggemaskan. Namun, seiring berjalanya waktu.... senyum yang sering Saraswati lihat kian menghilang, digantikan dengan sorot mata teduh.

"Kamu habis darimana sayang?"

"Habis pemotretan oma"

Tentu Erlene tidak akan menjawab dengan jujur, bisa-bisa Saraswati akan kembali tergeletak di ranjang rumah sakit.

"Jangan terlalu capai ya, kamu bahagia tinggal sama Damar?" Tanya Saraswati dengan mengelus kepala Erlene penuh sayang.

"Aku bahagia, oma tenang aja" Jawabnya dengan antusias menutupi segala keresahan yang tidak bisa terungkapkan.

"Kamu ga boleh terlalu keras sama dirimu, jaga kesehatanmu, jangan merasa kesepian, kamu punya tempat pulang, oma selalu ada buat kamu, bagi keluh kesah kamu sama oma. Oma selalu sayang sama kamu, kamu bisa bergantung sama oma"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 10 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hold You {hiatus}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang