Suatu hari, Ms. Shani mengajak Muthe untuk pergi makan malam. Mereka menghabiskan waktu bersama dengan mengunjungi taman kota yang indah. Muthe, yang biasanya cenderung pendiam, kini terlihat begitu manja pada Shani. Dia sering menggandeng tangan Shani, menyandarkan kepala di bahunya, dan tersenyum lebar setiap kali Shani melontarkan lelucon. Shani merasa gemas dengan tingkah laku Muthe yang menggemaskan dan tak bisa menahan diri untuk terus menggodanya.
"Muthe, kamu tahu nggak? Kamu itu seperti anak kucing yang manja banget." Ujar Ms. Shani
Muthe tersenyum malu. "Masa sih, ci? Aku cuma nyaman aja sama cici"
Shani tertawa dan mengelus kepala Muthe. "Yah, yang penting kamu bahagia."
Shani berniat membawa Muthe ke restoran yang sering ia kunjungi.
"Aku ada restoran yang bagus, Muthe mau mencobanya?" Tanya Shani.
Muthe tersenyum dan mengangguk sambil memegang perutnya. "Boleh, Ci. Kebetulan Muthe juga sudah sangat lapar."
Shani tertawa kecil. "Ha ha ha, gemesnya muridku ini. Apapun yang kamu mau, pesan aja. Yang penting kamu suka."
Muthe menatap Shani dengan penuh kekaguman. "Guru ku juga begitu menggemaskan, dan sangat terlihat elegan."
Shani tersenyum hangat, merasa bahagia karena keakraban dan kedekatan yang semakin terjalin antara mereka. Mereka pun berangkat menuju restoran, menikmati waktu bersama dengan penuh canda tawa dan kebahagiaan.
Setelah selesai makan malam nya Muthe pun mengajak Ms Shani untuk pulang..
Selesai sampai di pekarangan rumah milik Muthe, Muthe tiba-tiba mengajak Shani mampir ke rumahnya. "Ci. Shani, bagaimana kalau kita mampir ke rumahku? Aku ingin kamu bertemu dengan orang tuaku."
Shani menyetujui tanpa ragu. "Tentu, Muthe. Ayo, aku juga ingin bertemu dengan mereka."
Muthe terlihat sangat gugup saat mereka sampai di depan pintu rumahnya. Tangannya sedikit bergetar saat memegang kunci, seolah-olah dia sedang menunggu momen penting seperti lamaran. Ketika mereka masuk, Papa Gito dan Bunda Eli menyambut mereka dengan senyum ramah.
"Oh, ini pasti Ms. Shani yang sering diceritakan Muthe. Selamat datang di rumah kami." Ucap papa Gito.
"Silakan masuk, Ms. Shani. Kami sudah lama ingin bertemu dengan Anda." Kata bunda Eli dengan senyuman ramah.
Shani menjawab dengan percaya diri. "Terima kasih, Pak Gito, Bu Eli. Senang bisa bertemu dengan kalian."
Selama di rumah, orang tua Muthe terus menanyakan berbagai hal pada Shani. Mereka ingin tahu lebih banyak tentang latar belakang Shani, pekerjaannya, dan bagaimana dia bisa begitu dekat dengan Muthe.
"Jadi, Ms. Shani, bagaimana awalnya Anda bisa tertarik menjadi guru?" Tanya Gito.
Shani menjawab dengan penuh karisma. "Sejak kecil, saya selalu ingin berbagi ilmu dan membantu siswa-siswa mencapai potensinya. Itu yang mendorong saya menjadi guru."
"Bagaimana pendapat Anda tentang Muthe? Apakah dia murid yang baik?" Tanya Bunda Eli
Shani tersenyum sambil melirik Muthe yang semakin gugup. "Muthe adalah salah satu murid terbaik yang pernah saya ajar. Dia cerdas, rajin, dan sangat manis."
Muthe merasa terpana dan bangga dengan jawaban Shani. Setiap kata yang diucapkan Shani membuatnya semakin kagum dan jatuh hati pada sosok guru yang begitu mempesona itu.
"Apa jatuh hati?"
"Oh tidak," gumam Muthe sambil menggelengkan kepalanya.
Bunda Eli menatapnya dengan cemas. "Kenapa sayang? Ada sesuatu di pikiranmu?"