end

192 14 0
                                    

Suatu pagi yang cerah, Shani ngajak Muthe untuk jalan bareng. "Muthe, ada sesuatu yang mau aku tunjukin. Hari ini aku mau kita ke keluargaku," katanya dengan senyuman lembut.

Muthe seneng tapi juga agak gugup. "Oke, Ci. Aku siap," jawabnya, meskipun ada perasaan aneh yang ngebayangin di hatinya.

Mereka dua naik mobil Shani dan jalan pun dimulai. Muthe lihat keluar jendela, nikmatin pemandangan yang lewat, tapi jadi bingung waktu mereka sampe di tempat pemakaman.

"Ci, kenapa kita di sini?" tanya Muthe dengan raut muka yang bingung.

Shani gandeng tangan Muthe, liatin dia dengan mata yang penuh perhatian. "Ini tempat keluargaku beristirahat. Aku mau kamu ketemu mereka, walaupun udah ga ada lagi," jelas Shani dengan suara yang bergetar.

Muthe diam sebentar, lalu angguk. "Oke, Ci. Aku ngerti."

Shani bawa Muthe ke area yang tenang di pemakaman, di mana ada beberapa batu nisan. Shani berdiri di depan salah satu nisan, liat dengan penuh sayang.

"Muthe, ini makam orangtuaku. Mereka meninggal beberapa tahun yang lalu karena kecelakaan. Aku sering datang ke sini buat ngobrol sama mereka, minta saran, dan cerita tentang hidupku," jelas Shani dengan suara yang bergetar.

Muthe ngerasa sedih banget liat Shani. Dia gandeng tangan Shani dan genggam erat. "Ci, aku turut sedih. Makasih udah bawa aku kesini."

Shani senyum tipis, lalu berlutut di depan makam dan tatap nisan itu. "Mama, Papa, ini Muthe. Dia orang yang berarti banget buat aku. Aku harap kalian bisa merestui hubungan kita dari tempat kalian sekarang."

Muthe juga ikut berlutut di samping Shani, tunduk hormat. "Aku janji bakal jaga Ci Shani dan bikin dia bahagia," ucap Muthe dengan suara pelan tapi penuh keyakinan.

Saat mereka udah cukup Shani pun membawa Muthe pulang. "Ayo sayang pulang lain kali kita kesini lagi ya." Ujar Shani. Muthe mengangguk dan tersenyum.

mereka balik ke mobil dan arahin ke rumah Shani. Di perjalanan, Shani cerita lebih banyak tentang keluarganya dan masa lalu dia.

"Muthe, ada alasan kenapa aku keliatan kuat dan mandiri. Kehilangan keluargaku bikin aku sadar gimana berharganya hidup ini. Waktu kamu masuk ke hidupku, kamu bawa kebahagiaan yang udah lama hilang," kata Shani dengan mata yang berkaca-kaca.

Muthe merasa haru banget. "Ci, aku seneng bisa jadi bagian dari hidup Cici. Aku juga merasa beruntung punya ci Shan."

Tidak butuh waktu lama mereka pun telah sampai di pekarangan rumah Shani yang begitu mewah.

Di rumah Shani, mereka duduk di ruang tamu yang enak. Shani ambil napas panjang, liat Muthe dengan penuh cinta. "Muthe, aku tahu hubungan kita ga gampang, tapi aku janji bakal selalu ada buat kamu. Aku sayang banget sama kamu."

Muthe ngerasa hangat banget di hati. "Ci, aku juga sayang sama Cici. Aku siap hadepin apa aja bareng Cici"

Shani senyum, gandeng tangan Muthe dan cium dia pelan. "Makasih, Muthe. Kita bisa lewatin semua ini bareng."



_______________________________________________________

Beberapa Bulan Kemudian

Hari yang dinanti-nantikan oleh seluruh siswa telah tiba-hari wisuda. Aula sekolah penuh sesak dengan siswa, orang tua, dan guru yang hadir untuk merayakan pencapaian mereka. Muthe berdiri di depan panggung dengan toga, perasaan bangga dan bahagia memenuhi hatinya.

Ketika nama Muthe dipanggil, ia melangkah ke panggung dengan senyum lebar. Di antara kerumunan, ia melihat Shani, Papa Gito, dan Bunda Eli yang memberikan tepuk tangan meriah.

FavoriteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang