-ʟᴀsᴛ ᴄʜᴀᴘᴛᴇʀ.

680 67 28
                                    

Beberapa minggu kemudian..

Langit gelap berkontribusi dengan air hujan yang turun dengan deras sore itu. Suara sepatu pentofel yang bertabrakan dengan aspal menyapa indra pendengaran Fang.

Ditangan kanannya ada sebuah buket bunga matahari, dan ditangan sebelah kirinya terdapat payung.

Remaja laki-laki dengan seragam sma itu berhenti disebuah tempat pemakaman kota.

Bibirnya yang gemetar digigit dengan kencang, mencoba menahan isak tangis yang berusaha keluar. Dengan langkah pasti Fang berjalan lebih dalam lalu berhenti dihadapan salah satu batu nisan.

Duri ardinata
Bin
Amato Ardinata

Pemuda itu berjongkok, lalu meletakan sebuket bunga matahari yang sempat ia beli sebelum kemari.

Ri, gue dateng lagi.

Fang kemudian tersenyum getir “Ri..Selamat hari kenaikan kelas..”

Sorry Ri, gue belum bisa ikhlas.. ”

Sudut mulutnya kemudian menurun “Ri.. Orangtua lo dateng tadi, ngambil rapot lo.. lo pasti seneng kan diatas sana??Takdir kenapa jahat banget ya Ri?? Lo sedari dulu pengen orangtua lo ngambil rapot lo, dan disaat mereka ngambil rapot lo ternyata itu buat pertama dan terakhir kalinya. ”

Fang terkekeh pelan “Lo masuk lima besar Ri.. Makasih atas perjuangan lo, gue turut bangga.. ”

“Gue kadang nginget lo Ri.. sampe cewek gue kadang gue cuekin. ”

“Sorry ya Ri, karna gue punya cewek duluan. Nggak kece lo Ri. Belum punya cewe udah mati. Hahaha.. bohong kok, kalo lo disini lo pasti marah kan kalo gue ledek gini??.. ”

“Tapi kayaknya gue bentar lagi putus deh, gue mau sukses dulu.. ”

“Gue juga ternyata nggak nyaman sama dia. ”

“Ri, kangen hehehe.. ”

“Biasanya jaket gue bau minyak telon, sekarang udah bau rokok lagi Ri.. ”

R—rii.. K—kangen..

Pertahanan Fang kembali runtuh, lelaki itu tak lagi mampu menahannya, dadanya terasa sesak.

“Ri, kalo suatu saat nanti gue nyusul lo, lo nggak akan marah kan??.. ”

Fang kemudian mengusap batu nisan itu lalu tersenyum sendu “Gue pulang dulu ya Ri?? Nanti gue mampir lagi. ”

selamat tinggal.

“... ”

Halilintar membuka pintu kamar dengan nuansa hijau itu pelan, kemudian menutupnya pelan.

“Maaf Ri, maaf karna dengan lancang masuk kamar kamu lagi..

Setelan jas hitam masih melekat pada tubuh tinggi atletisnya, serta sebuah mendali berwarna biru yang dikalungkan dilehernya.

“Ini hari kelulusan kakak Ri, kamu nggak mau ngucapin??.. ” Lirihnya.

Halilintar tersenyum sendu, kaki jenjangnya melangkah kearah ranjang Duri. Hangat, ia yakin Solar kembali tidur disini, dikamar Duri. Suatu hal yang seolah sudah menjadi rutinitas Solar setiap malam, tidur dikamar Duri. Membiarkan kamarnya sendiri kosong.

Looking For Happiness [OG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang