Chapter 3

115 13 10
                                    

Selamat datang, terimakasih sudah meluangkan waktu untuk membaca. 🥀

Bolehkan saya mendapatkan emot : 🥀 ?

Enjoy, turn on your fantasy music!

*

*

*

Suara pijakan kaki yang terdengar berat lagi, aku baru saja di bawa naik ke atas udara dan mendarat secara kasar. Namun aku masih utuh di dalam dekapannya, dan rasanya aku sampai harus meremas pundaknya dengan sangat kuat. "Kita sampai." Sahutnya.

Tidak memakan waktu lama, namun untuk beberapa saat aku bagai membeku dan menjadi patung. Perlahan aku membuka mataku dan melihat matanya yang mengarah tepat ke wajahku dengan senyuman arogannya. "Kalau itu baru wajah ketakutanmu."

"Kau masih ingin aku gendong sampai ke atas tempat tidur? Cengkraman wanita lemah ini ternyata sangat kuat, ya."

Aku melepas rangkulanku, lalu kurasa pipiku memanas lagi dan putuskan untuk melihat sekeliling saja.

"Rumah yang sangat besar." Aku melihat sekeliling sebelum akhirnya turun dari pelukannya. Bangunan yang terbuat dari batu-batu besar hingga setinggi langit, tangga batu yang tinggi nan jauh sampai menuju pintu masuk. Dengan beberapa pilar megah. Aku melihat ke kanan dan ke kiri. Tanaman disini semuanya kering dan layu, seperti tidak pernah terurus, bangunan ini seperti tidak pernah di tinggali.

"Ini kastil." Dia mengulurkan tangannya "Kali ini gapai saja tanganku, kau akan tersesat bila matamu melihat kesana-kemari dengan wajah linglung seperti itu."

Aku menaruh telapak tanganku pada telapak tangannya dengan sangat enggan, menaiki satu persatu anak tangga dengan bertelanjang kaki. Mataku menari ke sana-sini melihat sekeliling, terpukau dengan megahnya ukiran di batu. Bangunan ini mungkin saja lebih tua dari umurku yang baru menginjak dua puluh tahun semalam. "Menikmati pemandangan?" Aku menatapnya yang sedari tadi menatapku sembari berjalan menaiki satu persatu anak tangga.

Sejenak aku berhenti, bukan untuk menikmati pemandangan semenjak aku bisa melihat. Aku mencoba mengatur nafas dan berdiri di antara pertengahan anak-anak tangga ini. "Kau baru menaiki lima puluh anak tangga dan sudah kewalahan, bagaimana kau akan membersihkan seisi kastil ini dengan tenaga kecilmu?" Dia mengangkat sebelah alisnya, masih menggenggam tanganku lalu dia berjalan lebih naik satu anak tangga, dan aku mulai berjalan lagi masih dalam bantuan pegangan tangannya.

"Tangga yang luas dan banyak itu untuk apa?" Nafasku tersengal dan aku bersandar di depan pintu kayu kokoh maha besar. Sedikit keringat mengucur di antara jidatku.

Kesinisan senyumannya semakin terlihat lalu dia membuka salah satu gagang pintu yang membuatku berdiri tegak lagi. "Tentu saja untuk di naiki." Aku menengok turun pada anak-anak tangga yang baru saja aku langkahi "Memang terlihat megah tapi tangga itu tidak ada gunanya."

Dia mengernyitkan dahi nya, lalu aku lanjut berbicara sebelum masuk ke dalam. "Seperti kastil ini, sangat luas bahkan kurasa muat untuk ribuan orang tinggal di dalamnya namun terlihat sangat sepi. Jadi tidak ada gunanya."

"Mulutmu sangat berani." Dia menyeringai lagi, "Masuklah."

Khaos masuk terlebih dahulu. Aku melihat dan berjalan ke dalam aula ruangan masuk setelahnya, cahaya mulai menerang dengan sendirinya, lampu gantung emas dengan puluhan lilin membentuk spiral tiba-tiba menyala tanpa sanggahan, mengapung di udara dan berputar lembut seakan menari, kemegahan lebih terlihat di dalam aula ini di banding luar kastil. Dengan tirai berwarna merah dan akar duri emas sebagai aksennya menjulang terlampau tinggi menutupi jendela-jendela megah, namun berdebu tebal. Aku berjalan dan menatap mata ke arah langit-langit ruangan aula. Terdapat ukiran meliuk-liuk juga hamparan lukisan langit malam dan awannya bergerak-gerak, namun semuanya seakan berusia renta dan tidak terurus.

Seribu tahun lagi - cozyrinnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang