Bab 14

872 117 24
                                    

Hari berganti dimana hari ini adalah ulang tahun Aksara. Bahkan trending topic sosial media hari itu adalah tentang project para fans untuk ulang tahun sang aktor.

Dibalik banyaknya orang yang merayakan ulang tahun Aksara, nyatanya sang istri justru masih duduk di ruangannya disaat matahari sudah kembali ke peraduannya.

Langit gelap dengan hiasan beberapa bintang menjadi teman Irene yang sedang duduk menghadap dinding kaca. Helaan napas beberapa kali meluncur bebas dari bibirnya. Hampir satu minggu wanita itu tidak bertemu sang suami, membuat ada rasa kosong dalam dirinya yang dia sendiri tidak mampu menjelaskannya.

Ketukan pintu mampu membawa Irene kembali menapak ke bumi. Seorang wanita dengan rambut sebahu masuk ke ruangannya dengan membawa tablet di tangannya.

"Duduk Lin." Ujarnya pelan seraya tersenyum simpul.

Wanita dengan rambut berwarna coklat gelap itu duduk tepat di depan Irene. Jari-jarinya tampak menari di atas layar tablet yang dibawanya sebelum menyerahkannya kepada Irene.

"Pak Aksara sedang tidur di kamar hotelnya." Ujarnya lembut saat memberikan laporan tentang Aksara.

Kalau ditanya kenapa Irene ingin laporan tentang aktivitas Aksara, percayalah dia juga tidak tahu. Wanita itu hanya ingin tahu suaminya sedang dimana atau setidaknya apa yang dia lakukan di malam ulang tahunnya.

Irene mengangguk. Jemarinya mendorong pelan tablet di hadapannya, mengembalikan kepada sang pemilik.

"Lin, boleh tanya?"

Erlin mengangguk seraya tersenyum lembut.

"Selama tiga tahun kamu menikah, kalau suami kamu ulang tahun biasanya kamu kado apa?"

"Tergantung kebutuhan sih Direktur."

Irene mengernyitkan dahinya. "Maksudnya sesuai kebutuhan?"

"Jadi begini..." Erlin mencoba menyamankan posisi duduknya. "Tahun pertama kami sebagai suami istri, saya memberinya hadiah makan malam romantis lengkap dengan lingeri warna hitam. Tahun kedua, saya memberinya liburan romantis, lengkap dengan lingeri warna navy kalau saya tidak salah ingat. Kalau untuk tahun ini, saya belum terpikirkan sih Direktur."

"Lingeri?"

Erlin mengangguk. "Saya yang jadi kado untuk suami saya."

"Ha?" Irene seketika kehabisan kata-kata saat sadar kado yang dimaksud oleh Erlin. Makan malam ataupun liburan tentu saja Irene mampu memberikannya, tetapi untuk lingerie itu adalah hal yang berbeda.

"Maksudnya tidur bersama?" Tanyanya ragu.

Erlin kembali mengangguk. "Ya pernikahan saya kan berbeda dengan anda direktur." Ujarnya pelan, sebisa mungkin tidak menyinggung bosnya karena dia tahu kontrak gila yang dibuat oleh Irene dalam pernikahannya.

"Direktur." Panggil Erlin kemudian saat Irene sedang tenggelam dalam angan-angannya.

"Anda benar-benar tidak merasakan sesuatu setelah hampir 8 bulan pernikahan?"

Kali ini Irene diam. Dia tidak yakin dengan jawaban yang akan dia berikan untuk Erlin.

"Saya nggak tahu."

"Kok nggak tahu direktur?"

Irene menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi kerja.

"Saya cuma takut dia kaya papa saya."

Tatapan bersemangat Erlin tiba-tiba meredup. Dia tahu benar kekhawatiran Irene, sepak terjang ayahnya yang meniduri wanita malam saat di luar kota, begitu juga dengan mantan kekasihnya yang kelakuannya cukup menjijikkan membuat kekhawatiran di dalam diri Irene cukup kuat walaupun hanya untuk sekedar jatuh cinta.

Best WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang