Selama perjalanan kembali ke rumah sakit, Yor tak hentinya mengucapkan syukur karena Anya sudah tersadar. Dia terlihat gugup, jari jemarinya tak henti gemetar.
Loid yang menyetir melihat Yor, lalu dia menggenggam tangan istrinya. Sementara satu tangan dia tetap menyetir. "Tenanglah, kita akan segera tiba."
Yor mengangguk. "Ya."
Sesampainya di rumah sakit, Loid langsung ke ruang dokter sementara Yor tidak sabar dan menuju kamar Anya.
Anya yang setelah sadar di pindahkan ke ruang VIP, sesuai permintaan Loid.
Di ruang dokter.
"Anya sudah sadar, tapi di sini ada kelainan."Dokter lenjut berkata. "Dia kehilangan ingatan."
Loid terkejut dengan penjelasan dokter, tanpa menunggu penjelasan lebih lanjut. Dia berdiri lalu pergi menuju kamar Anya, karena dia takut Yor akan terkejut.
"Yor..." Loid membuka pintu kamar Anya.
Terlihat air mata menetes deras, Yor melihat Loid. "Loid-san..."
Loid lalu memeluk Yor dan Anya bersamaan.
Tatapan Anya masih kosong, dia sadar tapi entah kenapa dia tidak mau bicara. Matanya terus memperhatikan Loid, Yor dan orang di sekitarnya.
Dokter menjelaskan lagi. Dia menunjukkan hasil dari x-ray otak dari Anya. "Di sini, ada masalah. Karena trauma, benturan itu membuatnya lupa ingatan."
Loid dan Yor tidak banyak bicara. Yor memeluk Loid dan kembali menangis.
"Bagaimana Anya bisa... Apa dia bisa di sembuhkan?" Tanya Loid. Suara Loid terdengar gemetar. Tapi dia berusaha untuk menanyakan itu.
"Kita akan coba. Aku rasa cinta kalian akan sampai kepada Anya. Itu bisa jadi salah satu obat terbaik untuk Anya saat ini."
Di kamar Anya.
Yor memperhatikan wajah Anya yang sedang tertidur. "Dia... kenapa ini harus terjadi kepada Anya. Anya anak yang baik." Yor mengelus tangan Anya.
Loid menyeka air mata Yor. "Jangan menangis di sini, nanti Anya lihat."
Walaupun mereka tidak memiliki hubungan darah, tapi sayang Loid kepada Anya dan Yor sudah seperti keluarga sendiri. Loid lah yang sebenarnya menyesal karena tugas mata-matanya membuat Anya menjadi seperti ini.
Yor pun dalam hati menyesal, karena pekerjaannya sebagai pembunuh bayaran membuat Anya dalam keadaan bahaya.
Mereka pun akhirnya kembali ke rumah bersama Anya, setelah sebulan Anya koma, dan seminggu setelah Anya sadar. Waktu yang tidak sebentar bagi mereka yang menantikan hal yang tidak pasti.
Yor dan Loid menyambut Anya dengan hangat. Melakukan yang terbaik untuk anak yang saja masuk sekolah menengah pertama.
Anya membuka kamarnya lalu melihat sekitar kamar itu. Boneka kacang dan penguin tertata rapi di atas kasurnya dan beberpa foto keluarga terpajang di meja belajar dan dinding yang di hiasi pernak-pernik kesukaan Anya.
"Ini kamarku?"
Yor mengangguk.
Anya melihat anjing putih besar yang menggoyangkan ekornya. Anya jongkok lalu memeluk anjing itu. "Lembutnya."
"Namanya Bond." Kata Yor.
Loid duduk di sofa lalu melepas kancing kemejanya. "Panas sekali hari ini."
Yor mengalihkan pandangannya. "Hm, iya."
Anya melihat Yor. "Aneh." Pikirnya.
Saat malam tiba, mereka makan malam bersama. Loid yang menyiapkan semua hidangan itu, tentu saja semua makanan kesukaan Anya. Walaupun Anya lupa, tapi setidaknya dia harus makan enak. Itulah yang di pikirkan Loid.
Seusai makan malam.
"Kenapa ada tiga kamar di sini?" Tanya Anya.
Loid menatap Yor.
Yor menjawab. "Ah, itu..."
"Apa itu kamar untuk adik ku?"
Pertanyaan Anya membuat Loid terkejut hingga membuatnya batuk. "Ehm.. Ehm..." Loid berusaha membuat tenggorokannya bersih.
"Ah bukan itu Anya. Itu kamar Mama dan Papa." Yor menunjuk kamar itu satu per satu. "Mama tidak bisa tidur karena Papa selalu bekerja hingga larut. Benarkan Loid-san?"
Loid mengangguk cepat.
"Kenapa Mama menyebut Papa Loid-san..."
"Ah... em..."
"Sudah kebiasaan, hanya itu saja." Jawab Loid.
"Apa permintaanku akan di turuti?"
Loid dan Yor mengangguk bersama. "Tentu."
"Aku ingin adik." Jawab Anya. Lalu dia berdiri dan masuk ke dalam kamarnya.
"Anya... itu..." Yor mengejar Anya.
Loid masih terdiam membeku karena permintaan mendadak dari Anya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SPY X FAMILY : ANYA SAYANG PAPA MAMA.
Fiksi PenggemarHanya sebuah cerita. Jika mau silahkan baca.