SBPS! Retorik by Jeka.

171 11 16
                                    

"Ceunah 'dunia itu berputar' HEEH PANTES WEH AYING LIER WAE BRAY." adu Bastian ke sohib-sohibnya, yang menjelang malam ini kumpul di teras rumah Una.

Semuanya udah pada kontekan, dan setuju buat nengok Una. Jadi di perkarangan rumah Una, banyak motor terpakir, terus orangnya malah pada lesehan di teras.

Erlangga, cowok yang berkemeja kotak abu itu malah ikutan pusing, mencerna kalimat Bastian. ia jadi kesal sendiri. Masalahnya disini, cuma Erlangga yang ngak ngerti bahasa sunda. "Lo kalo ngumpat pake bahasa indo aja anjing, ngak ngerti gua." ringisnya pelan.

"Makanya belajar, Ga. Enak tau bahasa sunda tuh simpel." sahut Yugi memberi sugesti positif. Cuma Yugi disini yang support, Erlangga. Yang lainnya cuma ketawa sambil lemparin kupas kacang. Dikira Erlangga gajah kali ah ;v

"Ntar gua bantu deh, ngenes juga ngeliat lo lama-lama." kata Jae, sembari menepuk pelan punggung Erlangga disampingnya.

Omong-omong, disini ada 9 bujangan lapuk, eh gak ding. Pokoknya ada Mandra, Deka, Bastian, Jae, Erlangga, Yugi terus ada Janu, Bagus, dan Lino. Ke-10 Jeka, tapi cowok itu belum gabung join. Karena masih dijalan, yang katanya mendadak macet.

Sedangkan, di dalam rumah Una gak kalah ramenya. Selain karena kedua orangtua dan kakak Una, ada 8 squad cewek. Dan 3 sahabtnya, ke-4 Rina. Jadi diruang tamu, full penuh sama anak-anak cewek. Makanya anak cowok pada ngalah nunggu diluar, katanya ngiliran aja nanti.

Sebenernya rumah Una bisa dibilang besar, halaman juga luas. Tapi karena banyaknya manusia, plus kendaraan. Tetap aja rumah Una jadi kek kecil karena gak bisa nampung semuanya.

"Bibi, Sherin nyusul kak Sopia dulu ya. Nanti ini biar di bantu Uni sama kak Yumi." usul Sherin, mendekati wanita paruh baya yang sibuk menata makanan sebagai jamuan terimakasih, karena melongok putrinya.

Ibu Una tersenyum memperbolehkan, "boleh, nduk. Nanti bilang Sopia suruh ke dapur ya, bibi mau bicara dulu." pintanya mewanti-wanti Sherin, yang terkenal pelupa.

"Hehe, ok." balas Sherin langsung ngibrit, naik tangga ke lantai dua kamar Una berada.

Pintu dengan ukiran bunga berwarna jingga itu, adalah kamarnya Una. Tanpa mengetuk pintu, Sherin menerobos masuk seperti biasa. "Lo beneran mau turun nih? Masalahnya di bawah rame bener, lo ngundang mereka?" pertanyaan bertubi-tubi dilontarkan Sherin, ke arah Una yang baru saja beres dengan peralatan make upnya.

Sopia yang baru keluar kamar mandi, di kamar itu. Langsung melempar handuk, tepat mengenai wajah Sherin. "Ngomong jeda dulu, lo gak liat Una masih agak pusing." tegurnya, saat melihat Una memijat pelipis di kening sekilas.

"Gapapa, anemia doang. Yuk turun." ajak Una melangkah lebih dulu keluar dari kamarnya.

Sherin yang masih berdiri didekat pintu, langsung mendengus malas. Kelakuan Una memang susah ditebak, walaupun ia dan gadis itu sudah cukup lama mengenal. Tapi tetap saja, pribadi Una sampai sekarang masih membuat Sherin bingung.

Sopia yang dari tadi diam, tiba-tiba menjewer telinga Sherin. Pelan tapi bikin gadis tomboy itu meringis sakit. "Aw sakit tau!"

"Gua udah bilang kan, jangan masuk kamar sebelum gua minta." tegasnya masih menjewer telinga Sherin.

"Bibi yang minta, beliau nyuruh kak Sopia buat ke dapur." alibinya berhasil, ngebuat Sopia langsung ngelepas jewerannya, dan bergegas ngibrit ke bawah. Lebih tepatnya ke arah dapur.

Sherin yang masih tinggal di dalam kamar Una, mengelus telinganya yang masih nyut-nyutan. Suer deh, jeweran Sopia tuuh kecil tapi bikin merah kuping!

Tuh kan! Liat deh. Sherin mendekat ke meja rias Una, untuk mengecek seberapa parah merah di bagian sana. Tapi, pandangannya malah gagal fokus ke selembaran kertas di tong sampah dekat meja rias itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 28 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝙎𝙚𝙛𝙧𝙚𝙠𝙪𝙚𝙣𝙨𝙞 𝙗𝙪𝙠𝙖𝙣 𝙥𝙚𝙣𝙤𝙣𝙩𝙤𝙣 𝙨𝙩𝙤𝙧𝙮! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang