Maret, 2019
cinta adalah bentuk sebuah mimpi yang indah.
aku yang menggenggam tanganmu.
akan menembus langit malam menuju kastil kita.•••
Hari yang suntuk, tahun terakhir di sekolah benar benar membosankan, semua siswa kelas 12 sekarang memiliki ambisi yang sama besar, menentukan jalan selanjutnya. Termasuk Arana, ia sudah menentukan segalanya, tinggal menjalani saja pikirnya, sisanya terserah. Arana kini masih berada di kelas walau bel pulang sudah berbunyi, sejujurnya ia malas pulang ke rumah. Sumber yang menambah beban hati, pikirnya.
Arana menoleh kepada teman sebangku nya yang masih juga belum pulang. Fina, yang masih sibuk dengan buku-buku pelajarannya.
"Ada tugas?" tanya Arana.
Fina menggeleng,
"Terus, itu kamu ngapain?"
"Review materi yang dijelasin guru tadi." jawabnya.
"Tapi, bukannya udah waktunya pulang, ya? Kok kamu belum pulang." Tanya Arana sekali lagi.
Fina menatap ke arah laki-laki yang kini masih sibuk menghapus papan tulis, Arana mengikuti arah pandang Fina, laki-laki yang ditatap Fina adalah Sandi. Ketua kelas mereka, Arana tahu Fina sudah menyimpan perasaannya sejak lama, Arana menghela nafas,
"Kalau begitu, aku pulang duluan, ya."
Fina mengangguk, "Hati-hati."
Arana sebenarnya enggan pulang kerumah, namun ia juga tidak punya tujuan.
"Aranaaa!" Suara yang sudah biasa Arana dengar dari kecil, itu Biya teman kecilnya hingga sekarang.
"Aku pulang ikut kerumahmu, yaa?" Seperti biasa, sejak pindah rumah Biya rupanya gagal move on dari komplek perumahan kami.
"Nanti ayahmu jemput lagi?" Tanyaku padanya, semenjak pindah Biya selalu diantar jemput karena rumahnya lumayan jauh dari sekolah kami. Sebagai anak strict parents dan satunya lagi hidup sangat sederhana, membuat kami tidak memiliki sepeda motor seperti anak-anak lainnya.
"Fina mana deh? Ngga bareng? Fina naik motor?" Tanya Biya padaku, yups satu satunya yang bebas dan punya kendaraan sendiri diantara kami bertiga hanya Fina, padahal rumahnya sangat dekat dari sekolah. Aku yang jalan kaki, Biya diantar jemput, dan Fina yang kadang-kadang ikut aku jalan kaki juga sih.
Aku hanya mengangguk yang mengartikan 'iya' untuk menjawab pertanyaannya.
Sepanjang perjalanan sampai dirumah, setelah perbincangan dan saling menghibur diri, Biya membuka topik obrolan yang tidak menarik "Katanya Armeda lagi ngincer kamu, ya?"
"Kayaknya, sih" Sahutku acuh dan tertawa, tahu diriku diincar itu sungguh menakutkan.
"Emang dia ngechat kamu? Coba ceritain dong!"
"Males, ah. Aku kan ngga tertarik dengan yang begituan."
Biya tampak paham jika aku tidak ingin bercerita dan sepertinya ia mendukung aku untuk tidak menggubris seseorang bernama Armeda itu, entah dia tidak perduli atau memang dia ngga mau tahu juga. Membingungkan karena di satu sisi terkadang ia terlihat mendukung aku untuk menggubris cowo-cowo di sekolah? Ntahlah.
"Ohiya! Malem ini kami nginep disini ya! Fina ngajakin, loh" Ucap Biya mengubah topik pembicaraan lagi.
"Happy banget, deh. Ditemenin kalian, makasih yaa Biyyy!!" Ucapku manja kepada Biya, menunjukkan rasa terima kasih yang besar kepada mereka yang selalu mengisi hari-hari ku yang kesepian dan hatiku yang hampa.
Menurutku menunggu kelulusan sekolah dengan menghabiskan waktu sebelum pergi kuliah keluar kota cukup hanya dengan mereka saja.