Pekerjaan adalah sesuatu yang butuh tanggung jawab. Tak peduli seberapa lelah tubuhmu, selama engkau masih mengemban tanggung jawab di pundakmu maka lelahmu tidak akan pernah menjadi pertimbangan agar mendapatkan keringanan.
Berhari-hari berjibaku dengan semua perangkat tekhnologi canggih membuat lelah, bukan hanya badannya yang lelah tapi mata Bhumi juga ikut lelah sepanjang hari di depan layar komputer. Tak jarang dia harus absen makan siang karena sibuk dengan semua pekerjaannya.
Akhir-akhir ini banyak masalah dengan keamanan perangkat di kantornya mungkin karena efek persaingan dengan sesama company yang bergerak di bidang yang sama.
Persaingan Bisnis.
Tapi ada beberapa hal yang belum Bhumi pahami hingga detik ini. Pekerjaan dengan metode rahasia yang harus dia jalani dan hampir setiap hari pula ada saja masalah yang terjadi dengan server perusahaan.
Tak hanya itu ada produk tekhnologi baru yang harus dia kontrol setiap waktu. Proyek yang melibatkan kerjasama dengan pemerintah pusat. Hal ini membuat pak Sandi tak ingin kesalahan sedikit pun atau malah membuat masalah.
"Ini urusannya dengan pemerintah dan negara jadi berhati-hatilah, jangan teledor dan membuat masalah yang tak seharusnya terjadi" kalimat itu selalu menjadi kalimat pamungkas pak Sandi saat meeting pagi sebelum memulai aktivitas.
Yang paling mengherankan, Bhumi sudah empat kali membawa map ke toko buku dimana dia akan selalu bertemu si gadis landak.
Entah apa maksud tugas itu diserahkan padanya.
Padahal Bhumi kesal setiap waktu bertemu gadis itu di setiap sudut kota dengan tak terencana.
Tapi hari ini cukup menyenangkan untuknya. Gajian pertama kali di hari libur. Melihat notifikasi masuk ke dalam handphonenya membuat banyak rencana di kepalanya.
Dia harus membawa kakek dan neneknya jalan-jalan.
Mentraktir Langit apapun yang dimau adiknya.
Mengabari ibunya, Bundanya, Tante Vanianya dan yang pasti Tante Yono kesayangannya.
Hasil keringatnya harus dinikmati oleh semua orang walau hanya melalui cara berbagi kabar.
"Kenapa gak ditabung saja, nak uangnya"
"Gak papa, Nek. Ini gaji pertamaku, harusnya digunakan untuk bersenang-senang dulu sisanya nanti buat keperluan Alin dan nenek yang pegang yah?" Bhumi memegang kedua tangan tua neneknya. Walaupun ada tabungan yang bisa digunakan neneknya untuk kebutuhan mereka, tapi memberikan dari hasil kerjanya sendiri tentu memberi kesenangan yang tak bisa diungkapkan.
Harusnya, uang itu dinikmati orangtuanya tapi karena mereka sudah tiada jadi tak ada salahnya menyenangkan kakek dan neneknya saja.
"Ini memang tak seberapa sih, tapi aku ingin bertanggung jawab pada diriku sendiri dan juga Alin nenek."
"Aku sudah dewasa jadi harus bisa mengandalkan diri sendiri."
"Jadi kakek dan nenek terima yah?" Kakeknya mengusap kepala cucunya yang kian hari terasa kian seperti Rony.
Wajahnya...
Sikapnya...
Tutur katanya...
Kedewasaannya...
Persis seperti ayahnya.
"Apa kita akan bersenang-senang hari ini, nak?"
"Tentu saja" kakek dan neneknya tersenyum dengan sangat lebar.
"Dan ini..." Bhumi mengeluarkan segepok uang ratusan ribu dan diserahkan ke dalam genggamannya neneknya. Uang yanb sengaja ditarik tunai semua agar neneknya lebih mudah membelanjakan uang-uang itu.