Ch 6. I told Sunset About You.

158 22 2
                                    

Becky berada di sisi ranjang klinik tempat Freen berbaring. Menggenggam tangannya dan mengelus pucuk tangannya dengan lembut. Freen sudah tertidur selama 3 jam dan Becky sama sekali belum makan siang. Nam dan Heng sudah kembali ke kelas saat dokter sekolah mengatakan bahwa kondisi Freen sudah tidak apa-apa dan dia hanya tertidur. Becky bertanya pada dokter sekolah mengenai keadaan Freen dan dokter hanya mengatakan bahwa Freen tidak apa-apa. Becky masih tidak yakin bahwa Freen hanya sesak biasa seperti yang dikatakan oleh Nam.

“Apa yang kamu pikirkan?”, tanya Freen membuyarkan lamunan Becky.

“Freen! Kamu tidak apa-apa? Mau kupanggilkan dokter?”

“Aku tidak apa-apa Bec. Tapi bisakah kamu mengambilkan ku air putih? Aku haus.”, ujar Freen menyentuh lehernya.

Becky dengan sigap membuka botol aqua yang sudah disediakan oleh Nam sebelum ia kembali ke kelas. Freen meminum airnya dengan perlahan sembari melihat Becky yang memasang ekspresi begitu khawatir.

“Kamu menungguku disini?”

“Siapa lagi? Sudah tugasku sebagai pacarmu.”, ujar Becky mengambil botol minum dari Freen dan meletakkannya lagi di nakas.

“Kita hanya pura-pura Bec, kamu tidak perlu sampai seperti ini.”, ujar Freen yang tentu saja menyakiti perasaan Becky.

“Aku tau kamu tidak perlu mengatakannya terus menerus padaku.”, ujar Becky kesal lalu beranjak dari tempat duduknya untuk pergi.

“Mau kemana?”, tanya Freen.

“Pergi. Kamu menyakiti perasaanku. Seolah-olah aku tidak boleh berada disini bersamamu.”, ujar Becky menjadi sedih lalu meninggalkan Freen sendirian di klinik.

-

-

-

Becky tidak masuk ke kelas setelah meninggalkan Freen sendirian di klinik. Lagipula kelasnya sebentar lagi selesai. Becky pergi ke halaman terbuka tempat dimana banyak pohon tinggi dengan rumput hijau yang biasa dijadikan tempat untuk piknik maupun belajar bersama murid-murid disekolah ini. Becky berbaring disana dan kembali memikirkan perasaannya.

Dia merasa sangat takut, saat melihat Freen tertidur begitu lama Becky menangis karena dia takut Freen tidak akan bangun kembali dan menyusul nenek dan pamannya. Becky sangat takut karena deru nafas Freen begitu pelan, dia sangat takut kehilangan Freen.

Perasaan ini, Becky sadar perasaan yang ia miliki ke Freen begitu dalam. Kini ia tidak mau kehilangan Freen. Tidak mau hanya pura-pura. Becky ingin Freen menjadi miliknya.

Becky menyukai Freen lebih dari teman.

Suara dering ponsel Becky terdengar, panggilan masuk dari Nam menyadarkan lamunannya lagi.
“Kamu bersama Freen?”

“Tidak Phi.. Aku di taman sekarang. Freen kenapa?”

“Aish, baiklah tidak apa Bec. Kalau begitu-”

Becky merasa kesal P’Nam lagi-lagi berbohong padanya. Jelas terjadi sesuatu pada Freen dan dia memilih untuk tidak memberi tahu Becky lagi.

“Phi kumohon berhenti berbohong padaku. Ada apa dengan Freen?”

Nam menghela nafas berat, “Freen tidak ada di klinik. Dokter bilang dia keluar tidak lama setelah kamu keluar. Aku pikir dia menyusulmu. Aku menelponnya dan ternyata ponselnya masih di ruang SC. Aku tidak tahu dia dimana sekarang.”

“Aku akan mencarinya Phi.”

Becky mematikan ponsel dan mulai beranjak dari tempat duduknya, tempat pertama yang ada dipikirannya adalah kolam renang sekolah. Becky berlari dengan cepat menuju gymnastic, ia mengitari sekitar tempat itu.

“Freen?!”, panggilnya tapi tidak ada sahutan. Becky bertanya pada penjaga gymnastic ia melihat SC president dan semuanya menjawab tidak.

Becky kemudian pergi menuju ke parkiran mobil, mungkin Freen sudah pergi menggunakan mobil mazda nya. Tapi ternyata mobil mazda nya masih ada di parkiran. Nam mengirim pesan ke Becky bahwa Freen tidak ada dirumah, ataupun di rumah sakit dan cafe ibunya. Membuat Becky cemas setengah mati.

“Kamu dimana Freen..”

Hari semakin sore, peluh keringat membasahi pakaian sekolah Becky yang baru saja mengijakkan kakinya ke rooftop sekolah. Mungkin dengan cara ini dia bisa mencari Freen dari atas. Sampai akhirnya dia melihat siluet perempuan yang dari tadi ia cari-cari. Sedang berdiri berpegangan di pembatas dinding, melihat ke langit yang mulai oranye.

“Aku mencarimu dari tadi. Aku mengitari kantin, ke kelasmu, ke gymnastic, ke parkiran, aku cemas setengah mati karena kamu menghilang. Tidak ada cara untuk menghubungi mu, kamu tidak bersama ibumu, tidak dirumahmu, tidak rumah sakit, tidak di cafe.. rasanya aku mau menangis keras karena frustasi.”

Becky berjalan pelan menuju Freen yang sedang menunggu nya mendekatinya.

“Aku hampir gila karena kupikir kamu mungkin tidak sadarkan diri lagi, dan tidak ada seorangpun yang tau. Bagaimana kalau terjadi sesuatu padamu? Bagaimana kalau aku kehilanganmu bahkan sebelum aku mengungkapkan perasaanku? Bagaimana jika aku terlambat lagi seperti aku kehilangan nenek dan pamanku?”

Freen mengusap air mata Becky yang mengalir deras di pipi nya.

“Aku takut setengah mati Freen, meski Nam bilang yang terjadi padamu tadi siang itu hanya sesak biasa, aku tahu dia bohong! Aku tidak suka seperti ini Freen. Aku tidak suka tidak tahu apa-apa tentangmu. Aku tidak suka aku tidak boleh mengkhawatirkanmu! Aku tidak suka saat kamu bilang aku tidak seharusnya menunggumu karena kita hanya pura-pura pacaran! Aku tidak suka kamu teru-terusan mengingatkanku tentang hal itu!”

Freen membawa Becky kedalam pelukannya, berusaha menenangkan gadis berambut pendek yang menangis sesenggukan itu. Meski tubuhnya basah kuyup karena keringat, Freen tetap mendekap Becky dengan erat. Mereka terdiam selama 10 menit, dengan Freen yang terus menerus mengusap punggung Becky dengan pelan. Merasa nafas Becky kini sudah semakin tenang akhirnya Freen pun bersuara.

“Becky.. Aku menceritakan tentangmu pada mentari yang terbenam. Mengakui perasaanku yang sakit setiap kali aku membuatmu sedih. Mengutarakan betapa aku sangat menyukai senyumanmu yang secerah matahari. Mengungkapkan bagaimana jantungku berdegup kencang setiap kali kamu melihatku dengan tatapan seolah-olah aku manusia paling berarti di hidupmu. Maafkan aku karena menyakitimu dengan ucapanku yang terus menerus mengingatkanmu bahwa kita hanya pura-pura.. sesungguhnya itu tidaklah lebih karena aku ingin mengingatkan diriku sendiri..”

Freen menjauhkan dirinya untuk melihat wajah Becky, mata gadis berambut pendek itu merah karena menangis. Freen tersenyum lalu membelai lembut pipi Becky.

“Aku suka kamu Freen.. cuma butuh waktu 2 bulan dan aku sudah suka banget sama kamu.. kamu bilang ke mentari terbenam, bahwa seseorang yang kamu ceritakan itu sangat menyukaimu.”

Freen tersenyum dan mencium pipi Becky dengan lembut.

“Aku tidak mau kamu berbohong Freen. Aku tidak mau kebingungan tentang kondisimu.”

Freen mengangguk, “Aku akan memberitahumu semuanya.”

“Freen, jadi pacarku ya? Aku janji bakal usaha buat kamu bahagia terus, aku janji bakal usaha selalu disisi kamu, Aku janji bakal nemenin kamu makan meski aku udah kenyang, Aku janji nemenin kamu di ruang SC sampai malam meski aku lelah habis latihan tenis, Aku janji nemenin kamu belajar meski aku bosan banget, tapi aku mau bebas bilang kesemua orang kamu pacar aku tanpa merasa bersalah karena bohong. Aku tidak mau bohong lagi Freen. Jadi pacar aku ya? Mau ya?”

Freen tertawa, “Kamu kayak anak kecil minta permen.”

Becky cemberut, “Kamu sering banget bilang aku kayak anak kecil.”

Freen mencubit pipi Becky dengan gemas.

“Freennnn, mau ya?”

Freen menangkup kedua pipi Becky, lalu mengecup bibirnya. Freen tersenyum lebar melihat pipi Becky perlahan memerah.

“Kalo aku bilang tidak, mungkin aku akan menyesal seumur hidupku.”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 18 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Heartbeat - FreenBeckyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang