BAB 1

18 3 0
                                    

.

.

1 : Sihir dari Biola

.

.

Jika ada yang bertanya soal masa depan, maka Naradipta tak akan punya jawabannya. Sekolah di jurusan IPA hanya membuat dirinya semakin merasa tak jelas hendak kemana. Bagaimanapun di tahun terakhir SMA ini, Naradipta hanya sibuk menghabiskan waktunya di ruang kosong penuh bercak cat dan kanvas dengan berbagai ukuran di setiap sudut ruangan. Dengan apron lukisnya yang berwarna coklat muda, tangan Naradipta terus menari-nari diatas kanvas putih itu.

"Sudah ku bilang jangan aktifkan mode DND¹ di ponselmu!"

Pintu ruangan itu dibuka oleh seorang pria yang sudah rapi dengan pakaian kasualnya. Wajahnya terlihat kesal saat Naradipta tak merasa terganggu sedikitpun.

"Dip?" Panggilnya sekali lagi.

"Iya Dev, sebentar. Tidak akan terlambat," sahut Dipta menyelesaikan olesan hijau di kanvasnya.

Radeva, pria dengan tubuh tinggi 181 itu sudah berkacak pinggang tak sabaran menunggu Naradipta. Radeva adalah teman Naradipta dari awal SMP, kesukaan Radeva pada olahraga tak mengganggu aktivitasnya untuk ikut menyukai dunia musik classic atau jazz. Ah jangan tanya kenapa, pria ini hanya suka sejak setahun lalu karena pacarnya adalah seorang pemain piano.

Naradipta melepaskan apron lukisnya dan segera merapikan kaos putih yang untungnya tak terkena cat terlalu parah. Iya, hari ini ia diajak oleh Radeva untuk menonton pertunjukan musik orkestra di gedung teater yang ada di Sekolah Seni Swasta tempat kekasih Radeva bersekolah.

"Ayo, Dev."

"Kau hanya begini?"

"Maksudmu? Apa ada yang salah dengan penampilanku? Memangnya ada dresscode² yang ditentukan?"

"Yang benar saja Naradipta! Bagaimana mau punya pacar kalau penampilanmu ala kadarnya!"

Salah satu sifat Radeva yang sangat Dipta hafal yaitu suka memperhatikan penampilan. Jujur saja, Dipta sangat tak peduli dengan penampilan. Lagipula Radeva berpenampilan rapi hanya untuk memikat hati para gadis. Dipta rasanya tak tertarik sama sekali dengan hal itu. Jangan salah, Dipta masih termasuk barisan pria rapi. Hanya saja ia terlalu santai, penampilannya saat ini hanya menggunakan celana panjang dan kaos oblong putih yang dimasukkan ke dalam celana dengan ikat pinggang serta jam tangan hitam. Jika bertanya pada kakaknya, maka kakak akan memuji Dipta cukup tampan dengan pakaian biasa itu.

"Pergi sekarang, atau tidak sama sekali?" Ancam dipta.

Radeva menyerah, ia juga tak tau kenapa Dipta bisa terlihat menawan dengan pakaian sederhananya. Jujur saja, ia iri sekali karena banyak teman perempuan sekelasnya yang menanyakan soal Dipta padanya. Padahal Radeva jadi kapten tim basket sekolah untuk meningkatkan popularitas! Tapi ia malah selalu kalah oleh pria yang sangat sibuk dengan dunia nya sendiri.

.

-ALL TOO WELL-

.

Tepat pukul 7 kedua pria tampan itu akhirnya berhasil memasuki gedung teater setelah melewati banyak drama macet lalu lintas. Meskipun pertunjukannya sudah mulai mereka tak merasa menyesal karena untungnya kekasih sang kapten tim basket akan tampil berdua dengan seorang pemain biola di urutan terakhir.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 19 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ALL TOO WELL (on-going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang