pov Lery
Pov Lery
Kegiatan siang ini lumayan sibuk, sehabis mengantarkan adikku Maura dari rumah sakit pulang ke rumah, aku kembali ke kantor, jalanan sungguh padat, maklumlah, jam orang istirahat untuk makan siang.
Rasa haus menghampiri, ternyata persediaan air di mobil habis, mobil kulajukan pelan, mencari warung kaki lima untuk membeli sebotol air mineral. Kendaraan roda empat ini aku hentikan saat menemukannya, dan aku keluar dari mobil.
Saat berada di warung, dan aku hendak kembali ke mobil, tampak olehku tak jauh dari warung seorang gadis sedang berjalan di lintasan rel kereta api, gelagatnya mencurigakan, dia pun abai pada suara kereta yang berbunyi panjang yang kian mendekat.
Kucoba untuk abai, tetapi tidak bisa, lama kuperhatikan dan sepertinya aku mengenal dia.
"Kinara?"
Aku berlari mendekatinya secepat mungkin, berusaha agar kereta tak lebih dahulu menghantam tubuhnya.
Setelah mendekat, benar, dia Kinara, salah satu pegawai yang ada di showroom mobil yang aku punya. Langsung kudorong tubuh gadis itu dan berteriak keras. Kinara terlempar ke seberang
"Alhamdulilah," ucapku. Setelah kereta berlalu, aku menyeberangi rel, kulihat Kinara terbaring tak sadarkan diri, ia pingsan.
Kuangkat tubuh Kinara dari sana, orang-orang mulai berdatangan melihat. Setelah aku mengatakan mengenal Kinara dan akan segera membawanya ke rumah sakit, perlahan mereka pun membubarkan diri.
***
Saat masih di perjalanan, Kinara sadar, ia terkesiap melihatku lalu membenarkan posisi yang menyandar menjadi duduk.
"Pak Lery?"
"Apa yang kamu lakukan gadis bodoh, kamu punya iman tidak!" omelku tanpa melihatnya, karena aku masih fokus pada jalanan.
"Iman?" Dia diam dan tiba-tiba menangis, mungkin ia tersinggung saat mendengar kata tak mempunyai iman yang terlontar dari bibirku.
"Sudah, jangan menangis, saya antar kamu ke rumah sakit, saya takut kamu kenapa-kenapa."
Saat di rumah sakit, Kinara pun sudah selesai diperiksa, aku mencoba bertanya kepadanya, kenapa dia ingin melakukan hal bodoh itu, bukan jawaban yang kudapatkan, malah tangisnya yang pecah kembali.
"Ya sudah ... jika belum mau cerita, kalau sudah tenang, saya siap mendengarkan cerita kamu."
Aku masih setia menunggu sampai keadaan Kinara menenang, dan dokter membolehkannya ia pulang.
Aku ijin untuk meninggalkan Kinara sesaat di ruangan IGD, karena ingin membayar administrasi dirinya.
Saat kembali, kulihat Kinara sudah berjalan keluar dari ruangan IGD dan hendak pergi.
"Kinara, kamu mau ke mana? Saya antar, saya tak mau kamu mengulang hal bodoh itu lagi."
"Saya tidak tahu, Pak," jawab Kinara datar dengan tatapan matanya yang kosong.
Gadis ini sedang bermasalah, batinku berkata.
Bingung aku melihat sikapnya, ada masalah apa dengan gadis ini?
"Ayo, ikut saya," ajakku. Aku benaran takut, ia akan mengulangi kesalahaannya. Kinara pun menurut.
Sebelum mengantarnya, aku mengajak Kinara singgah di warung makan, wajahnya masih tampak pucat, dan aku yakin, belum ada seseuap nasi masuk ke mulutnya.
Menemani dia makan, aku berusaha mencari tahu apa yang terjadi dengannya, mencari celah hingga akhirnya gadis itu mulai menceritakan masalah yang dihadapinya kepada diriku.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUKAN WANITA PENDOSA
Любовные романыKisah lika - liku seorang gadis bernama Kinara. Sejak kecil terpisah oleh orang tuanya, menjadi korban pelecehan seksual, serta kekerasan dalam rumah tangga. Akan kah nasib Kinara dapat menjadi lebih baik?