48. Size matters

6.6K 807 567
                                    

Biar bagaimana pun kacaunya perasaan Violet, bagaimana otaknya pusing akan permasalahan orang tuanya yang rumit, sekolah tetaplah sebuah kewajiban yang harus dia tuju ketika hari senin tiba.

Begitu Violet sampai di lantai bawah dan melangkah mendekati Jeevans yang telah menunggu di atas motor ninja seperti biasa, cowok itu tidak bisa salah fokus pada masker yang menutupi sebagian wajah sang pacar.

"Kak Cathleen sakit?" tanya Jeevans prihatin sambil menaikkan kaca helm full face-nya, memperlihatkan sorot matanya yang lembut.

Violet mengusap ujung matanya yang masih sedikit sembab. Bola matanya merah karena bergadang. Tadi pagi sebelum mandi, dia menyempatkan diri mengompres matanya dengan es batu agar penampilan hari ini tidak begitu menakutkan seperti hantu.

Suara gadis itu serak, membuatnya berdeham beberapa kali untuk mencari suara. "Nggak, kok."

Kening Jeevans mengerut. "Kalau Kak Cathleen sakit, jangan memaksakan diri pergi ke sekolah."

"Gue gak sakit." Violet memakai helmnya dan segera naik ke jok belakang. Dia menepuk pundak Jeevans kuat. "Ayo jalan!"

Dibalik helm, Jeevans mencuatkan bibir. Dia tidak bisa memaksa Violet jika gadis itu bersikeras. Menurunkan kaca helm, dia menghidupkan motor sebelum melajukannya pergi dari halaman parkiran apartemen Violet.

Violet melingkarkan tangan di pinggang Jeevans. Aroma citrus yang menguar dari pakaian cowok itu memberinya ketenangan yang tak terdefinisikan. Entah kenapa berpikir hanya Jeevans yang bisa dia percayai sepenuhnya. Pacarnya yang lembut, yang selalu takut jika dia marah, dan ceplas-ceplos tanpa menyembunyikan sesuatu darinya.

"Kak Cathleen."

"Hm?" Senandung Violet menanggapi sembari mencondongkan kepala ke depan untuk mendengar lebih jelas.

"Sebentar sore Kak Cathleen ada urusan?"

"Nggak. Kenapa? Mau nge-date?" Violet tersenyum kecil, jadi teringat kencan mereka yang gagal beberapa hari lalu karena masalah keluarganya.

"Saya ingin membawa Kak Cathleen ke suatu tempat."

Tanpa banyak bertanya, gadis itu segera menyetujui. "Gas!"

Kesepakatan itu berlangsung singkat. Setelah perjalanan yang cukup memakan waktu, akhirnya motor Jeevans tiba di depan gerbang SMA Bintaraya.

"See you, manis." Violet yang telah turun dari motor melambaikan tangan. Hendak berbalik sambil melepas helm, Jeevans segera mengulurkan tangan menahannya pergi. "Kenapa?"

Jeevans membuka tasnya, mengeluarkan sekotak bekal lalu menyodorkannya pada Violet. "Saya buat sarapan untuk Kak Cathleen."

Tiba-tiba ingatan Violet terlempar ketika Jeevans pertama kali memberinya bekal. Sudut bibir gadis itu berkedut tak terkendali, ingatan bagaimana bentuk di dalamnya membuat tubuhnya bergidik. Tetapi dia tidak bisa membuat Jeevans kecewa, jadi dia segera memaksa senyum terulas di bibirnya sembari menerima bekal tersebut.

"Lo cenayang, ya? Tau aja gue belum sarapan."

Jeevans menyengir. "Saya bangun lebih pagi hari ini dibanding Kak Karan. Jadi dapur bisa saya gunakan duluan."

"Udah cocok jadi bapak rumah tangga dan bapak dari anak-anak gue." Gadis itu mengerling nakal.

Jeevans tersipu. Anak-anak? Di masa depan dia akan memiliki anak bersama Violet....

"Yaudah, gue masuk dulu. Ke sekolah lo cepet, jangan terlambat. Lo belajar yang bener, biar bisa jadi bapak dari anak-anak gue yang bijak nantinya."

Wajah Jeevans di dalam helm semakin memerah. Sebelum dia menanggapi, Violet melepaskan masker dari wajahnya, memegang tangan kanan Jeevans, mengangkatnya hingga mendekati wajah gadis itu, lalu punggung tangannya dikecup lembut oleh bibir sang pacar.

REDAMANCYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang