Tetes embun terasa dingin, sinar Mentari tampak masih cukup malu menyinari semesta, semilir angin menyejukkan suasana. Kicau merdu burung tampak meneduhkan jiwa.
Pagi yang begitu indah seolah menyambut dengan penuh suka cita. Berjuta manusia diluar sana tampak memulai aktifitas dengan penuh gairah. Namun tidak denganku. Masih bertahan diatas ranjang kumuh. Terdiam menatap langit-langit kamar dibalik selimut tebal. Terdiam ragaku dalam kesendirian. Terdengar suara berisik dalam pikiran. Berkecamuk. Penuh Dan seolah tak memberikan ruang gerak untuk sekedar merasakan kesunyian.
Setiap syaraf otakku seolah terus aktif berlari hanya untuk menyangkal sebuah kenyataan yang sudah tergambar jelas. Pikiran yang semula tenang. Kini harus kembali dilanda riuh suara tak menyenangkan.
Hanya lantaran sebuah pesan, namun rasanya seolah seluruh dunia ku runtuh. Bulir air mata bahkan tak pernah luput mengihiasi pipi. Semalaman aku terdiam membisu. Menyendiri dalam kamarku. Tak memperdulikan teriakan dari ibu dan adikku yang memanggilku hanya untuk sarapan.
Hatiku seolah tertusuk beribu jarum saat membaca pesan itu. Pesan sederhana namun sarat akan pengusiran, seolah aku hanyalah benda tak berperasaan yang perlu di hanguskan dari alam semesta.
'aku harap kau cukup dewasa untuk sadar diri. Sudah 6 tahun kau merepotkanku. Dan ini saatnya kau mulai hidupmu sendiri'
Pesan bernada peringatan yang ayah tiriku kirimkan semalam benar-benar menyayat setiap sel dalam diriku. Menghantarkan berjuta jarum tajam yang siap menusuk setiap inchi hatiku yang tersisa. Menghilangkan Bahagia yang bahkan sangat jarang aku rasakan dalam kehidupanku.
Setelah 6 tahun ayah tiriku mengasuhku bersama ibu kandungku, kini ayah terang-terangan menunjukkan kerepotannya karena sudah mengasuhku. Semua yang ayahku lakukan kini hanya lantaran satu perintahnya yang kutolak.
Aku Nadia. Usiaku 20 tahun. Aku adalah anak yang menjadi korban nikah dini ayah dan ibuku. Ibu menikah diusianya yang baru menginjak 15 tahun. Ayah belum siap saat itu namun karena sama sama terbelenggu perasaan nafsu, ayah dan ibu memutuskan untuk menikah diusia yang sangat muda.
Satu tahun menikah. Tuhan menghadirkanku dalam kehidupan mereka. Namun bukannya hubungan ayah dan ibu semakin lengket. Ditahun ke 5 pernikahan mereka memutuskan untuk bercerai. Aku harus tinggal dengan nenekku sampai usiaku 12 tahun. Ibu dan ayah memutuskan untuk melanjutkan hidup dengan membangun rumah tangga dengan orang lain. Ayah dengan pacar barunya dan ibu dengan seorang duda anak 1.
Nenek meninggal di usiaku 12 tahun. Dengan terpaksa, ibu memintaku untuk tinggal dengan keluarganya. Ayah tiri dan saudara tiriku yang terpaut usia 10 tahun sedangkan anak ayah dari pernikahan sebelumnya tidak tinggal bersama.
Seluruh keperluanku selalu dipenuhi oleh ayah tiriku. Apapun yang ku butuhkan ayah selalu memberikanya padaku. Meski ayah sangat jarang menunjukkan kasih sayangnya melalui ucapan, namun mendapati perlakuan ayah yang selalu memenuhi kebutuhanku seolah memebrikan harapan padaku bahwa pria yang berstatus sebagai ayah tiriku itu menyayangiku.
Hidupku yang cukup tertekan dengan perceraian yang tidak berakhir baik diantara kedua orang tuaku seolah memberiku trauma yang cukup berat. Tak jarang ayah kandungku datang ke rumah nenek untuk mengancam ibu agar mau memberikan uang untuk berjudi dengan menodongkan sebilah pisau padaku. Nenek hanya mampu menangis tersedu saat menyaksikanku tertodong pisau oleh ayah kandungku sendiri.
Setelah ibu datang dan melempar uang. Ayah akan pergi. Tak sekali dua kali ayah melakukan itu. Berulang kali ayah melakukannya sampai akhirnya entah apa yang membuat ayah berhenti. Namun setauku ayah berhenti mendatangi ku untuk mengancam sejak ia menikah dengan pacarnya setelah 5 tahun perceraian. Mungkin ayah sudah mendapatkan modal judi dari istri barunya.

KAMU SEDANG MEMBACA
CERITAKU
Cerita PendekSatu kisah beribu makna. Cerita ini berisi kumpulan cerpen. Entah dengan akhir cerita yang bahagia atau tidak. Semua cerita memiliki makna dan garis alurnya sendiri.