01. [TDBID]

201 16 6
                                    

100 hari sebelum aku mati

Terang bulan di langit yang gelap menyinari malam yang sunyi ini, sebuah semilir angin menerpa wajah tampan milikku.

Aku menghirup udara segar, mencoba untuk merilekskan pikirannya yang penuh.

Pikiranku terus bergulat, hari ini lagi-lagi ada hal yang membuatku ingin mengakhiri hidup.

Derasnya ombak di pantai membuat tubuhku menjadi jauh lebih tenang daripada sebelumnya.

Malam ini terasa lebih dingin daripada malam sebelumnya, sepertinya malam ini dipenuhi awan-awan, yang menyebabkan hawanya terasa lebih dingin.

"Apa gunanya gue hidup kalo orang-orang di dunia ini aja ga ada yang peduli sama gue," ujarku miris.

Ya memang, sejak awal hidupku sangat menyedihkan, hidup sebatang kara tanpa adanya orang tua, ah bukan, lebih tepatnya ayahku tidak begitu peduli denganku, dia pergi bekerja dan dia hanya mengirimiku uang setiap bulannya untuk memenuhi kehidupanku yang sebatang kara ini, sedangkan ibuku sudah meninggal sejak aku berusia 10 tahun, dan sejak itu aku mulai tinggal sendiri karena ayahku pergi keluar kota untuk bekerja, namun sampai saat ini dia tidak pernah pulang, bahkan untuk sekedar mengunjungi anaknya.

Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam, oh ternyata sudah selarut ini, aku harus pulang, esok aku harus sekolah dan harus bangun pagi-pagi. Aku memutuskan untuk pulang, daripada aku terlambat bangun esok, lebih baik aku pulang.

Perjalanan menuju rumahku cukup sepi, mungkin karena ini sudah larut malam, wajar saja, namun ada satu sosok yang menarik perhatianku.

Tak jauh dari hadapanku, terdapat seorang laki-laki yang sepertinya seusiaku, dia terlihat sedang memberikan makanan pada seekor kucing, sesekali laki-laki itu mengelus-elus kepala sang kucing.

Tunggu dulu, aku kenal dengan sosok itu, dia itu.....Azerian Nicholas Arleno dia teman sekelas ku, sedang apa dia berada disekitaran komplek rumahku?

Kehadiranku di- notice olehnya, mata kami saling bertemu, namun tidak ada satupun dari kami yang berbicara.

"Icel, Fahri, El," panggilnya.

Lucu sekali, dia memanggil semua namaku.

"Aduh, nama lo sebenernya siapa sih?"

"Semua itu nama gue,"

Bisa kutebak dari ekspresi wajahnya, teman sekelas ku ini sepertinya jengkel.

"Gue tau, tapi lo biasanya dipanggil apa?" tanyanya geram.

Aku terkekeh pelan, lucu juga membuatnya tantrum.

"Malah ketawa lo!"

"Lo bisa panggil gue semua itu, tergantung lo nyamannya yang mana,"

"Gue panggil lo Asep ya?"

Dahi ku mengernyit, kenapa harus Asep? memangnya namaku ada unsur Asep nya ya?

"Darimana unsur Asep nya? nama gue ga ada Asep nya!" protes ku tak terima, jelas saja tidak terima, Asep itu bukan namaku.

"Ada, Aicel, Asep!"

Apa-apaan, itu sama sekali tidak nyambung!

"Itu ga nyambung!"

"Kata lo senyaman gue aja, yaudah gue panggil lo Asep, dan lo ga boleh protes!"

Aku menghela napas kasar, yasudahlah, salahku juga mengatakan itu padanya.

"Ngapain lo malem-malem begini?" tanyaku penasaran.

The day before I diedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang