04. [TDBID]

87 17 0
                                    

60 hari sebelum aku mati

Semakin hari, aku semakin merasa tidak bersemangat untuk hidup padahal kalau dipikir-pikir sekarang aku sudah mempunyai banyak teman, seperti Aze dan Taufan, namun itu tak membuatku merasa cukup, karena yang sekarang benar-benar aku butuhkan adalah pelukan dari seorang ibu, aku sudah lama tidak merasakan itu.

Tubuhku akhir-akhir ini juga sudah merasa tidak fit, aku sudah mulai banyak lemas, mungkin karena ini efek aku bekerja terlalu keras, sebenarnya om Gar melarang ku untuk bekerja terlalu keras, namun jika aku tidak melakukan itu, darimana aku harus dapatkan uang untuk mencukupi kebutuhan ku?

Ayahku saja sudah tidak peduli lagi denganku, dia bilang jangan buat bebannya semakin bertambah, jadi selama ini aku dimata dia adalah beban?

Author POV

Aze memutuskan untuk bermain ke rumah Icel selepas Icel pulang dari kerja paruh waktunya, Aze tau bahwa Icel selama ini bekerja paruh waktu demi mencukupi kebutuhan hidupnya.

Niat Aze pergi ke rumah Icel untuk membantu Icel memasak makan malam hari ini.

Aze sudah dipersilakan masuk oleh Icel, dia melihat seisi rumah Icel yang sedikit berantakan, mungkin karena sang pemilik belum sempat membersihkan rumah.

"Banyak banget rambut rontok di rumah lo Sep," ujar Aze yang berjongkok melihat banyak rambut rontok bertebaran di lantai rumah Icel.

Icel sempat terdiam kemudian dia memberanikan diri untuk membuka suara, agar Aze tidak ada salah paham.

"Itu, beberapa hari terakhir ini ada temen temen kerja gue yang mampir ke sini," sahutnya bohong.

Jelas saja bohong, Icel tuh tidak punya teman lagi kecuali Aze dan Taufan, jadi mana ada teman dia selain mereka berdua yang mampir ke rumah Icel, dan tentunya rambut rontok itu asalnya dari rambut Icel sendiri.

Aze justru bingung dengan jawaban yang dilontarkan oleh Icel, memangnya jika ini semua rontokan rambut teman kerjanya Icel, apakah akan sebanyak ini rontoknya?

"Mang eak? masa rambut rontok banyak banget begini, temen lu kena kanker apa gimana?"

Mendengar ucapan itu berhasil membuat Icel terdiam, kata kata yang diberikan Aze cukup membuat hati Icel tersentil.

Bagaimana tidak? yang terkena kanker itu justru Icel sendiri, bukan temannya.

"Lah kok diem?"

"Gue gatau, mungkin iya temen gue yang kena kanker," sahut Icel kemudian dirinya pergi ke kamar mandi meninggalkan Aze sendirian di ruang tamunya.

Aze jadi garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal, dirinya masih merasa bingung, karena menurutnya hal ini tidak masuk akal.

"Masa iya?"

Aze jadi pusing sendiri memikirkannya, daripada terus memikirkan hal yang tidak penting lebih baik dia segera membersihkan ruangan ini.

Di tengah bersih bersih, Aze mendengar suara yang cukup nyaring, suara itu berasal dari kamar mandi, karena khawatir Icel kenapa-kenapa, Aze buru-buru menghampiri kamar mandi tersebut.

Betapa terkejutnya Aze melihat Icel terkapar di kamar mandi.

"Sep? lo kenapa? woi? kenapa anjir?" Aze panik, tiba-tiba banget Icel seperti ini, apakah Icel sekarang sedang sakit?

"Icel?!"

Nihil, Icel sudah tidak sadarkan diri, segeralah Aze membawa Icel pergi ke rumah sakit, takut Icel kenapa-kenapa.

Sampainya di rumah sakit, Icel dibawa ke ruang UGD. Sementara Aze, dia setia menunggu Icel yang tengah diperiksa.

Jujur saja perasaan Aze sejak tadi tidak tenang, takut terjadi sesuatu dengan Icel.

Setelah sekitar 30 menit diperiksa, dokter pun keluar dari ruang UGD.

"Keluarganya Icel?"

"Iya dok, saya saudaranya,"

"Sebelumnya, apakah Icel pernah memberitahu anda? kalau dia menderita suatu penyakit?"

Aze menggeleng pelan. "Belum dok, Icel ga pernah kasih tau ke saya kalau dia menderita penyakit." sahut Aze.

"Jadi begini, Icel, mempunyai penyakit kanker otak, dan sudah stadium akhir, kalau tidak dirawat intensif di sini, penyakitnya akan semakin parah,"

Mendengar ucapan dari dokter tersebut membuat Aze menjadi tertampar kenyataan, asli, Aze benar-benar ga sangka kalau Icel ternyata punya penyakit yang lumayan parah.

Yang Aze heran sekarang adalah, kenapa Icel tidak pernah memberitahu pasal penyakitnya ini?

Apakah selama ini hanya Aze yang menganggap Icel sebagai teman?

"Lalu keadaan Icel sekarang gimana dok?" tanya Aze.

"Keadaannya sudah membaik, kamu bisa menjenguknya,"

"Baik dok, terima kasih," Aze masuk ke dalam ruangan rawat Icel, dia melihat ada Icel yang sedang terbaring di sana.

"Gitu lo Sep sama gue, tega banget lo nyembunyiin penyakit lo, lo ga percaya sama gue ya?"

Ada sekitar 1 jam lebih Aze nungguin Icel sadar, dan akhirnya setelah 1 jam itu, Icel sadar, Aze senang lihatnya.

Icel sendiri kebingungan, kenapa dirinya bisa berada di sini, kenapa dia tiba-tiba di rumah sakit? padahal seingat Icel, dia berada di rumahnya.

"Gue kenapa di sini?" tanya Icel masih berada di dalam keadaan linglung.

"Pake nanya lo Sep! Lo tuh tadi pingsan!"

Icel terkejut, dia pingsan? Ah iya, dia ingat, terakhir kali Icel sedang berada di kamar mandi, dan mungkin saat itu dia pingsan akibat sakit kepala.

"Makanya Sep! Lo kalo punya penyakit tuh cerita, jangan disimpan sendiri aja, kan kalo kejadian kayak tadi lagi temen lo bisa waspada, untung aja tadi ada gue, coba ga ada, gatau deh nasib lo gimana Sep." Aze nyerocos panjang lebar mengomeli Icel.

Icel hanya merundukkan kepalanya, tidak berani menatap Aze, sekarang dia sadar kalau dia salah, seharusnya Icel mengatakan hal ini dari awal, agar tidak membuat Aze menjadi khawatir.

"Maaf Ze, gue ga cerita sama lo," ujarnya sangat menyesal.

"Udah tenang aja, gue ga masalah kok, intinya sekarang lo baik-baik aja,"

"Gue cuma gamau buat lo khawatir soal gue Ze, makanya gue ga ceritain hal ini,"

Aze menghela napasnya pelan. "Gue paham Sep, tapi lain kali bilang aja ya Sep, kalo kayak gini lo malah buat gue makin khawatir."

Sebenarnya selama ini ada satu hal yang membuat Icel terus kepikiran, dia ingin menanyakan hal ini pada Aze, namun hatinya sedikit tidak yakin untuk menanyakannya.

"Eum... Ze,"

"Ya? kenapa? lo mau apa?"

"Gue mau nanya sesuatu sama lo,"

"Tanya aja,"

"Kalo misalnya gue mati, lo gimana?"

"Apa sih kocak? Lo ngomong mati mati, overthinking lo kejauhan Sep!"

Raut wajah Icel berubah sendu. "Ze? umur ga ada yang tau, apalagi sekarang gue udah kena penyakit berbahaya kayak gini."

"Apa masih ada kesempatan buat hidup lebih lama?"

"Pasti masih ada! yakin aja dulu, lo masih punya hidup yang panjang Sep!"

"Tapi sakit Ze,"

Mendengar lirihan lemah dari Icel membuat Aze semakin tidak tega, iya Aze tau kalau semua itu sakit, tapi bisakah Icel bertahan lebih lama lagi?

"Tolong bertahan lebih lama ya Sep,"

"Ga janji Ze."

to be continued

HAI HAI HAI, AKU KEMBALI LAGI, INI TEH MAAP BANGET YA, AKU JARANG UPDATE, RILL BANGET INIMAH TUGAS KU SEMAKIN MENUMPUK, BARU KELAS 11 AJA UDAH NUMPUK, GIMANA KALO NANTI AKU KULIAH, MUNGKIN CERITA² KU UDAH BERSARANG. OKELAH MUNGKIN HANYA SEGINI YANG BISA AKU SAMPAIKAN, TERIMA KASIH SUDAH MENDUKUNG CERITAKU, LOPYUU SEKEBON UNTUK KALIAN.

The day before I diedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang