Di padat dan ramai nya ibu kota, pada stasiun akhir LRT yang dibuat oleh pemerintah, ntah bagaimana dalam keramaian itu Oniel tidak terasa terganggu, ia dengan dunianya sendiri.
Ia yang sedang menunggu kereta datang, dengan berfokus pada handphone nya. Walau libur, organisasi nya terus berjalan, banyak sekali chat yang harus dia balas, berkas yang harus di cek, RAB dan lain-lain.
Penat.
"Cornelia Vanisa, UNJ, Ilmu Komunikasi." Ucap seseorang yang ada di belakang nya secara tiba-tiba. Oniel terkejut bukan main, maksudnya bagaimana ada orang asing yang mengetahui detail mengenai dirinya seperti itu.
Namun saat ia menoleh ke belakang, ia mendapati kakak tingkat yang satu organisasi dengan nya, Gita. Mahasiswi Teknik Komputer, ketua dari divisi sosial politik. Ntah mengapa Gita adalah orang yang begitu vokal dan kritis kepada pemerintah namun pada orang di sekitar nya, dingin.
"Astaga kak, bikin kaget aja aku kira siapa." Jawab Oniel sembari memegang dadanya merasa lega.
"Haha, maaf. Saya lihat kamu dari kejauhan makanya saya samper, tapi kamu terlihat begitu fokus dengan hpmu, jadi saya ingin mengusili kamu saja." Jawab Gita, rasanya Oniel baru pertama kali mendengar Gita berbicara sepanjang itu saat berbicara mengenai selain yang bukan tentang pemerintah.
Karena Oniel yang diam begitu saja, Gita berinisiatif untuk kembali bertanya pada gadis bergigi kelinci itu.
"Mau kemana niel, pagi-pagi gini" Tanya nya berbasa-basi.
"Ada job nobay kak, nonton di bayar untuk proker kita" Jawab Oniel.
"Oh, yang talkshow itu ya?" Kembali Gita bertanya yang hanya di balas anggukan oleh Oniel, bukan apa-apa tapi Oniel sendiri masih segan dengan kakak tingkatnya itu. Tidak hanya karena sebatas adik tingkat namun juga banyak rumor tentang bagaimana dingin dan bak diktator membuat Oniel semakin segan.
Ketika kereta datang, Oniel dan Gita segera masuk, pada gerbong dua di kursi yang pas untuk mereka berdua. Setelah mereka berdua duduk di kursi yang nyaman, Oniel merapikan berkas-berkas yang tadi ia cek di handphone. Meskipun Gita terlihat asyik dengan buku yang dibawanya, sesekali ia melirik ke arah Oniel yang masih sibuk dengan pekerjaan organisasi."Jangan terlalu keras pada diri sendiri, Niel. Liburan itu untuk istirahat," ucap Gita tiba-tiba, tanpa mengalihkan pandangannya dari buku.
Oniel hanya tersenyum tipis, merasa sedikit terhibur dengan perhatian sederhana dari kakak tingkatnya. "Terima kasih, Kak Gita. Aku hanya ingin memastikan semua berjalan lancar."
Gita hanya mengangguk pelan, memberikan ruang untuk Oniel melanjutkan pekerjaannya. Namun, tidak butuh waktu lama bagi rasa lelah itu untuk menyerang. Oniel mulai merasakan matanya berat dan kepala sedikit pusing. Ia mencoba untuk tetap terjaga, tetapi akhirnya rasa kantuk pun tidak tertahankan.
Gita menyadari perubahan itu. Melihat Oniel yang mulai mengantuk, ia tidak berkata apa-apa, hanya membiarkan Oniel berada dalam kenyamanannya sendiri.
Tak lama kemudian, kepala Oniel mulai terkulai, dan secara perlahan ia bersandar ke arah Gita. Dengan gerakan lembut, Gita menggeser posisi duduknya sedikit agar Oniel bisa bersandar dengan lebih nyaman di pundaknya.
Mata Gita melembut, ia merasa sesuatu yang aneh dalam hatinya. Ada rasa hangat yang tumbuh ketika melihat Oniel tidur dengan damai di pundaknya. Ia membiarkan gadis itu beristirahat, sementara tangannya dengan hati-hati membuka kembali buku yang tadi ia baca, berusaha tidak mengganggu tidur Oniel.
Perjalanan kereta yang monoton dengan gemuruh lembut roda yang berputar menjadi latar belakang keheningan mereka berdua. Gita sesekali mencuri pandang ke arah Oniel, memperhatikan setiap helaan napas lembut yang keluar dari gadis itu. Dalam hatinya, ia merasa ada yang berubah. Oniel, gadis yang biasanya hanya ia lihat dari kejauhan dan bicara seperlunya, kini terasa lebih dekat dan lebih berarti.