Menjadi Marsha itu sulit.
Sulit menyesuaikan diri di hari pertama masuk SMA. Teman-teman baru, tugas-tugas yang menumpuk, hingga jadwal organisasi yang mulai menyita waktu. Namun, kalau kalian berpikir itu alasannya, kalian salah. Yang membuat menjadi Marsha sulit adalah kenyataan bahwa ia masuk ke SMA yang sama dengan mantan pacarnya, Zee. Mantan nya yang tengil itu benar-benar membuat Marsha sakit kepala... Namun untungnya ada kesatria berkuda putih yang selalu ada untuk menolong nya untuk lepas dari Zee.
Hal ini bisa terjadi karena pada awal masuk dirinya yang pingsan saat upacara dihari pertama tentu menarik perhatian orang-orang. Dirinya segera dibawa ke UKS dan ditangani oleh anak PMR disana, yang kebetulan adalah Gita. Ia membaringkan Marsha di kasur UKS lalu menyiapkan air dan roti untuk saat Marsha terbangun
Saat Marsha perlahan membuka matanya, ia merasa pusing dan bingung. Udara di UKS terasa lebih dingin dari yang ia ingat, dan suara pelan seseorang di sebelahnya menyentak kesadarannya sepenuhnya.
"Loh? Maeng?" suara itu terdengar sangat familiar. Marsha mengerjapkan matanya beberapa kali, berusaha fokus. Dan di sanalah, berbaring di ranjang sebelah nya, Zee—mantan pacarnya—tersenyum jahil.
Marsha mendesah dalam hati. "Kenapa kamu di sini?" tanyanya malas, tanpa menyembunyikan ketidaknyamanannya.
"Pura-pura sakit supaya ga ikut upacara hehe, diem-diem ya" Ucap Zee jahil.
Marsha malas menanggapinya. Mata masih separuh terpejam, ia menarik nafas panjang dan membalikkan tubuhnya sedikit ke arah dinding, berharap Zee akan mengerti isyarat itu.
"Aku tahu kok, kamu pasti masuk sekolah ini karena aku, ya kan?" kata Zee dengan nada penuh percaya diri.
Marsha mengerang dalam hati, berusaha keras menahan diri agar tidak memutar bola matanya terlalu jelas. "Kepedean banget sih lo," jawabnya akhirnya, suaranya pelan tapi terdengar sarkastis. "Gue cuma pengen sekolah, Zee. Jangan ge-er deh."
Mereka berbicara dengan bisikan yang semakin intens, mencoba tidak menarik perhatian orang-orang di luar UKS. Namun, yang mereka tidak sadari adalah Gita, yang diam-diam mendengar percakapan mereka dari pintu UKS. Gita menyipitkan matanya, menyadari bahwa Zee disana hanya berpura-pura sakit hanya untuk bolos dari upacara dan sinar matahari nya yang menyengat. Akhirnya Gita memutuskan untuk mengobservasi mereka terlebih dahulu.
Setelah memastikan Marsha sudah terlihat lebih baik, Gita mendekati mereka. Suara langkah sepatunya yang pelan namun tegas membuat Zee mengangkat kepala, menyadari keberadaan Gita. "Zee," panggil Gita dengan nada tenang namun penuh kewibawaan. "Lo nggak kelihatan sakit sama sekali. Bolos kan lo."
Zee yang semula tampak percaya diri mendadak tersentak. Ia menegakkan punggung dan tersenyum kikuk. "Ah... ya, hehe. Gak kok, gue cuma... istirahat sebentar aja," jawab Zee sambil menggaruk tengkuknya, berusaha menciptakan alasan.
Gita menatapnya tanpa berkedip, seolah melihat langsung melalui kebohongan yang Zee coba bangun. "Keluar," ucapnya singkat namun tegas. "Ini UKS, bukan tempat buat bolos upacara."
Zee menelan ludah dan melihat ke arah Marsha, berharap mendapatkan dukungan, tetapi Marsha hanya mengangkat bahu dengan ekspresi pasrah. "Dia bener. Mungkin lo harus keluar," ucap Marsha, setengah berusaha menahan tawa melihat Zee yang tertangkap basah.
Zee, yang sudah kehilangan kepercayaan dirinya, menghela napas dan akhirnya berdiri. "Baiklah, gue pergi. Tapi kita belum selesai, Maeng," katanya sebelum melangkah keluar dengan langkah yang agak lesu.
Setelah Zee pergi, ruangan UKS kembali sunyi. Hanya Gita yang tengah membaca buku dan Marsha yang masih berbaring di ranjang UKS dengan kepala pening namun menatap Gita dengan rasa penuh syukur karena menjauhkan dirinya dari mantan nya itu.