Marsha gadis manis penyuka anime, sering kali di cap wibu nan aneh, namun karena parasnya membuat dirinya terlihat menggemaskan di mata orang-orang. Gadis yang memasuki ekstrakulikuler mading ini gemar menulis dia memiliki buku catatan nya sendiri yang sering kali dia pakai untuk menulis, ntah itu untuk keperluan mading ataupun lain hal.
Tidak banyak orang tau namun Marsha menyukai wakil ketua osis yang kini tengah menjabat bersama sepupunya, Gracia. Gita nama wakil ketua OSIS itu. Selain menjabat sebagai wakil ketua OSIS, Gita sendiri adalah murid yang berprestasi secara non-akademik, dirinya menjadi anggota tim volleyball sekolah yang sejauh ini sudah memenangkan 4 piala.
Karena mereka telah memenangkan piala lago, Marsha di tugaskan oleh ketua ekstrakulikuler mading untuk menginterview sang wakil ketua OSIS tersebut. Gugup bukan main, ia tidak tau harus kemana untuk menemukan Gita.
"Sha, kamu bisa kan wawancara Gita?" Tanya Oniel sang ketua ekskul mading.
"Bisa kak, tapi nemuin Kak Gita dimana ya?" kembali Marsha bertanya walau sebenarnya ia gugup namun dirinya akan memberanikan untuk oppurtunity untuk berbincang dengan crush nya.
"Gampang, aku udah chat dia, hari ini dia bisa selesai latihan voli. Kamu tungguin aja mereka latihan di ruang latihan voli." Jawab Oniel.
"Oh, oke kak terimakasih."Ketika jam sekolah berakhir, Marsha menunggu di ruang latihan voli. Gita muncul dengan senyum ramah, meski terlihat lelah setelah pertandingan.
"Halo Kak Gita, aku Marsha dari mading sekolah kita yang di bilang Kak Oniel untuk wawancara kakak, sebelum nya selamat ya kak atas kemenangan nya ya kak." kata Marsha dengan senyum gugup.
"Terima kasih, Marsha. Tentu, aku siap untuk wawancara," jawab Gita dengan senyum yang menenangkan.
Mereka duduk di bangku dekat lapangan voli. Marsha membuka buku catatannya yang penuh dengan pertanyaan yang sudah ia siapkan. Wawancara berjalan lancar, meskipun jantung Marsha berdebar kencang setiap kali Gita menjawab pertanyaannya dengan tatapan hangat.
Setelah selesai, Marsha buru-buru membereskan barang-barangnya, tak menyadari bahwa buku catatan pribadinya terjatuh dari tas. Gita, yang masih duduk di bangku, melihat buku itu dan mengambilnya.
"Marsha, tunggu! Kamu meninggalkan bukumu," panggil Gita, namun Marsha sudah terlalu jauh untuk mendengarnya.
"Etdah bocah, buru-buru amat dah emang gua serem apa?" Cibir Gita pelan.
Gita pun kembali duduk di bangku dan ntah mengapa ia membuka buku tersebut.Gita pun kembali duduk di bangku dan, entah mengapa, ia membuka buku tersebut. Halaman pertama yang terbuka berisi tulisan tangan Marsha yang rapi. Gita merasa sedikit bersalah karena membaca buku itu tanpa izin, tapi rasa penasaran lebih kuat.
Saat membuka beberapa halaman berikutnya, Gita menemukan catatan pribadi Marsha yang berisi keluhan-keluhan dan perasaan terdalamnya. Salah satu halaman yang menarik perhatiannya adalah sebuah curahan hati yang panjang mengenai dirinya:
'Kenapa sih, Gita itu harus begitu cakep? Setiap kali dia tersenyum, jantungku langsung berdebar-debar. Dia bukan cuma pintar dan atletis, tapi juga baik dan perhatian. Kadang aku merasa iri sama Gracia yang bisa dekat sama dia setiap hari. Aku tahu ini mungkin cuma perasaan sepihak, tapi aku nggak bisa berhenti mikirin dia. Gita itu kayak paket lengkap: pintar, cakep, baik, dan karismatik. Rasanya mustahil ada orang yang nggak suka sama dia. Andai saja aku punya keberanian untuk ngomong sama dia lebih sering. Kadang aku ngerasa, cukup melihat senyumnya dari jauh sudah cukup buat hari-hariku cerah. Tapi di sisi lain, aku ingin lebih dari itu. Aku ingin dia tahu perasaanku, tapi aku takut, takut kalau perasaan ini hanya akan merusak semuanya. Mungkin aku cuma pengecut yang nggak berani mengungkapkan apa yang ada di hati.'
"Gemes." Ucap Gita secara spontan setelah secara seksama ia membaca curahan hati itu."Apaan gemes?" Tanya Adel teman satu eskul nya itu.
"Ga," Ucap Gita sembari menutup dan menaruh kembali buku Marsha, saat ia memandang Adel, ia teringat sepertinya ia pernah melihat Adel dan Marsha bersama saat istirahat, "Del, kenal Marsha anak mading?"
"Marsha? Meng maksud lu, kenal lah circle gua tuh. Kenapa nanyain?" Tanya Adel
"Satu kelas sama lu?"
"Iya, ngape si?"
"Gapapa nanya aja, ini bukunya ketinggalan.""Oh yaudah mana sini gua balikin nanti." Ucap Adel yang akan mengambil buku Marsha itu namun Gita langsung menarik buku tersebut menjauh dari Adel.
"Gausah gua aja." Ucap Gita sembari menjaga buku tersebut yang membuat Adel menaikkan satu alisnya kebingungan mengapa si kulkas bersikap seperti ini.
Keesokan harinya, Gita berusaha mencari Marsha di sekolah. Ia tidak tahu di mana biasanya Marsha menghabiskan waktu istirahat, jadi ia mulai mencari di kantin dan area sekitar lapangan. Ketika Gita berjalan di koridor menuju ruang kelas, ia melihat Marsha duduk di salah satu bangku, sibuk dengan laptopnya.
"Marsha" Panggil Gita pelan sembari mendatangi nya membawa buku tersebut.
"Eh iya, kenapa kak?" Jawab Marsha dengan sedikit gugup.
"Buku kamu kan?" Tanya Gita berbasa-basi sembari menyodorkan buku nya.
"Eh iya kak, ketemu dimana? Aku kira jatuh dijalan, terimakasih ya kak." Ucap Marsha
Gita duduk di samping Marsha dengan senyum usil. "Kamu buru-buru amat kemarin, kayak dikejar setan. Sampai buku penting gini ditinggalin."Marsha merasa pipinya memerah. "Maaf, Kak. Aku gugup, nggak biasa wawancara orang, apalagi Kakak."
"Kenapa harus gugup?" tanya Gita dengan nada menggoda, "Aku kan nggak gigit."
Marsha tersenyum kikuk, merasa lebih malu karena Gita ternyata membaca buku catatannya. "Aku cuma... ya, nggak biasa aja."
"Eh ngomong-ngomong kamu emang suka nulis gitu ya?" Tanya Gita, Gita tau ia mau mengarahkan pembicaraan ini kemana.
"Iya kak, aku mau jadi jurnalis kalau bisa hehe" Ucap Marsha dengan senyuman manis nya yang membuat Gita berdebar.
"Cocok si, maaf kalau lancang tapi aku baca tulisan yang ada di buku kamu hehe"Wajah Marsha langsung pucat. "Apa?! Kak Gita baca? Aduh, malu banget."
"Tenang, aku cuma baca satu halaman kok. Isinya... cukup menarik," kata Gita sambil mengedipkan mata. "Jadi, kamu ngerasa aku cakep ya?"
Marsha hampir tidak bisa menahan rasa malunya. "I-itu cuma curhatan pribadi, Kak. Nggak perlu dianggap serius."
Gita tertawa kecil. "Hahaha, gapapa lagi kalau serius, aku juga ngerasa kamu cakep."
Marsha terkejut dan merasa seolah dunia berhenti sejenak. "Serius, Kak?"
"Iya, serius," jawab Gita dengan tatapan lembut.
Gita menggenggam tangan Marsha dengan lembut. "Kita bisa mulai pelan-pelan, nggak usah buru-buru. Aku pengen kita bisa lebih dekat, saling mengenal lebih baik. Gimana kalau kita jalan bareng nanti sore?"
Marsha merasa jantungnya berdetak lebih cepat. "Beneran, Kak? Aku mau banget."
"Bagus. Nanti sore kita ketemu di taman sekolah aja ya," kata Gita sambil tersenyum.
Marsha mengangguk penuh semangat. "Oke, Kak. Terima kasih banyak."
Gita berdiri dan memberikan satu lagi senyum hangat sebelum berjalan pergi. "Sampai nanti sore, Marsha."
Marsha duduk di bangku itu dengan hati yang penuh kebahagiaan. Tak percaya bahwa mimpinya untuk bisa dekat dengan Gita akhirnya menjadi kenyataan. Hari itu terasa lebih cerah dan Marsha merasa tak sabar menunggu sore tiba.