Sore itu di rumah Eli, suasana riuh rendah. Di dalam kamar Eli, berkumpullah Eli, Gita, Muthe, Oniel, dan Lulu. Mereka sedang bermain tepuk nyamuk, beneran tepuk nyamuk karena di kamar Eli terdapat banyak nyamuk. Permainan yang sederhana tapi berhasil membuat suasana kamar penuh gelak tawa dan jeritan kecil.
"Eta nyamuk nu gede pisan! Cepetan tepok!" teriak Eli sambil menunjuk ke arah sudut kamar.
"Sabar ih Kak Eli," balas Muthe sambil tertawa. Ia kemudian mencoba menepuk nyamuk yang terbang mendekat, tapi malah membuat semua orang terpingkal-pingkal karena tidak berhasil.
Gita, yang berada di pojok kamar, tersenyum melihat tingkah laku teman-temannya. Ia mencoba ikut serta dalam permainan, tapi lebih sering tertawa daripada benar-benar menepuk nyamuk.
Di tengah keributan itu, pintu kamar tiba-tiba terbuka lebar. Seorang perempuan berdiri di ambang pintu, menatap mereka dengan wajah serius. Itu adalah Feni, kakak Eli.
"Heh! Ribut pisan, atuh! Kalian teh kira-kira, ini rumah bukan kebon binatang!" tegur Feni dengan nada marah, tapi suaranya yang lembut membuatnya terdengar lebih seperti peringatan daripada omelan.
Gita, yang duduk di dekat pintu, langsung terdiam. Matanya tertuju pada Feni, terpesona oleh kehadirannya. Meski sedang marah, Feni tetap terlihat anggun dengan rambut panjangnya yang terurai dan sorot matanya yang tajam, Feni yang hanya menggunakan celana pendek juga tanktop itu membuat Gita membeku di tempat.
"Eli, kamu tuh ya di bilang jangan ribut-ribut, ibu lagi ga enak badan!" anjut Feni, kali ini dengan nada yang lebih pelan namun tegas.
Eli, Muthe, Oniel, dan Lulu langsung terdiam. Mereka saling pandang dan mulai merapikan mainan yang berantakan. "Maaf, teh. Kami cuma main sebentar kok," ujar Eli dengan wajah memelas.
Feni menghela napas, lalu tersenyum sedikit. "Iya, tapi kalau main jangan ribut. Sekarang beresin dulu, ya."
Gita masih terpana, tidak menyadari bahwa ia terus menatap Feni. Ketika Feni berbalik untuk keluar, ia tak bisa menahan diri untuk berbicara. "Teh, maaf ya kalau kami berisik," katanya sambil tersenyum gugup.
Feni menoleh dan tersenyum lembut. "Tidak apa-apa, asal tidak terlalu ribut. Nikmati waktu mainnya, tapi inget, jangan berisik ya," katanya sebelum menutup pintu dengan pelan.
Setelah Feni pergi, Eli langsung menghampiri Gita yang masih terlihat terpesona. "Gita, kenapa lu bengong gitu? Teteh gua galak ya?" tanya Eli sambil tertawa kecil.
"Dan cakep" Ucap Gita tanpa sadar yang membuat nya di tatap aneh oleh teman-temannya."Eh, seriusan lu, Git?" tanya Eli sambil tertawa kecil, mencoba memecah keheningan.
Gita langsung tersadar dan wajahnya memerah. "Eh, enggak, maksud gua... ya, Kak Feni emang cakep sih," ucapnya terbata-bata, mencoba mengalihkan perhatian. "Tapi kan itu bukan masalah besar."
Muthe mengangkat alisnya dan tersenyum nakal. "Ah, Kak Gita, jatuh cinta pada pandangan pertama nih kayaknya."
Oniel dan Lulu ikut tertawa, menggoda Gita yang semakin salah tingkah. "Iya, iya, Gita. Tadi muka lu tuh kayak terpesona banget," tambah Lulu.
Gita mencoba mengalihkan pembicaraan dengan merapikan mainan yang berantakan. "Udahlah, kita beresin dulu ini. Jangan ribut lagi, nanti Kak Feni marah beneran."
Eli, dengan senyum nya yang tengil dan ide jahil nya untuk mengisengin Gita pun berkata. "Ah yang bener? Gua kasih tau Teh Mpen ya?" Lalu alisnya bergeliat membuat Gita jengkel.
"Eli, jangan isengin gua deh," kata Gita dengan sewot. "Serius, gua malu tau kalau lu kasih tahu Teh Feni."
Eli tertawa kecil sambil mengangkat tangan, seolah menyerah. "Oke, oke, gua nggak bakal kasih tahu, tapi lu harus janji traktir gua es krim nanti."