2. Perjodohan

65 4 0
                                    

"Rasanya sakit bukan, saat menerima apa yang bukan kamu harapkan. Bahkan dengan terpaksa."

.
.
.
.

Rumah besar yang nampak ramai. Nampak semua orang sibuk mempersilahkan penyambutan besar. Mereka nampak bahagia.

Berbeda dengan sang tokoh yang mereka tekankan. Dia tidak menerima ini semua.

"Aku enggak mau!"

"Kamu harus menerima, ini takdir keluarga kita. Dia yang telah memilih."

"Aku enggak peduli! Aku enggak kenal dia. Aku masih mau hidup bebas tanpa ikatakan apapun!"

Gadis dengan surai legam se punggung itu menatap marah kedua orang tuanya. Ia benci mereka semua. Orang-orang dewasa yang egois.

Mereka gila!

Anaknya yang baru menginjak usia 18 tahun dijodohkan. Bahkan dia belum lulus sekolah. Apa yang mereka inginkan.

Martabat karena sosok yang belum dia ketahui berasal dari keluarga berada?

Mereka menjual putrinya sendiri.

"Nak, ini demi kebaikan semua orang."

"Semua orang! Tapi tidak dengan ku!"

Dengan marah gadis itu pergi. Dia meninggalkan rumah. Tidak peduli akan seruan dan beberapa orang yang mengejar.

Dia berlari, membawa tubuhnya cepat untuk bersembunyi. Hatinya sangat sakit, kecewa dengan mereka. Marah pada semua orang.

Ia tidak peduli bila mereka datang dan dia tidak ada. Biarkan keluarga nya yang menanggung malu.

.
.
.

Malam hari ia melangkah pulang. Melihat rumah yang ternyata masih ramai. Mereka menyambutnya datang.

Bukan tatapan marah yang dia pikirkan. Mereka nampak kecewa dan beberapa menahan dirinya. Tidak ada yang berani padanya.

Ia akui, cara mereka bukan menekan secara paksa. Mereka menjelaskan dengan lembut. Tapi segalanya ia tidak ingin.

"Kamu dari mana? Harusnya kamu jangan pergi. Dia menunggu mu sejak tadi."

"Aku enggak peduli, biar dia berharap sendiri. Aku enggak mau hubungan ini."

Dengan mata tajam ia memandang semua orang. Lalu pergi menuju kamarnya. Meninggalkan mereka yang menunduk sesal. Tak peduli, mereka saja egois. Jadi dia harus bisa.

Jangan mudah memberikan hati, itu yang dia tanamkan. Walaupun dirinya sendiri diluar sana begitu mudah diinjak orang lain.



.
.
.
.

Prince? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang