Shen Weisheng melangkah masuk ke dalam Paviliun Anggrek Putih miliknya. Rasa aneh menjalar di tubuhnya karena hari masih sore, tetapi lingkungan paviliunnya sepi seperti tengah malam. Lampu-lampu mulai dimatikan dan para pelayan bersiap untuk tidur, seolah tidak ada yang perlu mereka layani.
Dengan langkah cepat, Shen Weisheng menuju kamarnya, berharap menemukan ketenangan setelah hari yang panjang. Namun, saat dia membuka pintu kamar, dia terkejut melihat ruangan itu sepi dan berdebu. Meja dan beberapa titik di kamar dipenuhi debu tipis, menandakan bahwa tempat itu tidak terurus.
Shen Weisheng merasa amarahnya naik ke puncak. Dia keluar dari kamar dan berteriak memanggil para pelayan, "Sial! Pelayan! Bagaimana kamar ku bisa sekotor ini? Apa kalian mau dipecat? Bagaimana aku bisa tidur jika seperti ini! Nyonya baru kalian di mana? Apa kalian tak melayaninya?"
Para pelayan yang datang tampak bingung dan cemas. Mereka saling pandang, tidak tahu harus menjelaskan bagaimana situasinya. Akhirnya, seorang pelayan dengan gemetar maju ke depan dan berkata dengan suara pelan, "Tuan Muda Shen, kami mohon maaf. Nyonya baru, Nyonya Lin, sudah pulang ke rumah orang tuanya."
Shen Weisheng memandang pelayan itu dengan tatapan tajam. "Pulang ke rumah orang tuanya? Mengapa tidak ada yang memberitahuku? Bagaimana bisa kalian membiarkannya pergi tanpa seizinku?"
Pelayan itu semakin gemetar, takut dengan reaksi tuannya. "Kami... kami tidak berani menghalangi, Tuan Muda Shen. Nyonya Lin sangat tegas dan mengatakan bahwa dia tidak bisa tinggal di sini dalam keadaan seperti ini."
Shen Weisheng merasakan amarahnya semakin memuncak. "Ini tidak bisa dibiarkan! Kalian semua benar-benar tidak berguna! Sekarang, siapkan kuda. Aku akan pergi ke rumah keluarga Lin dan membawa istriku kembali!"
Para pelayan segera bergegas untuk memenuhi perintah Shen Weisheng, berharap dapat meredakan kemarahan tuan muda mereka. Sementara itu, Shen Weisheng berdiri dengan tangan terkepal, berpikir tentang bagaimana dia akan menghadapi Lin Mingzhe dan mengatasi masalah ini.
Dengan perasaan campur aduk antara marah dan cemas, Shen Weisheng bersiap untuk perjalanan ke rumah keluarga Lin. Dia tahu bahwa situasi ini harus diselesaikan segera, dan dia bertekad untuk membawa istrinya kembali ke Paviliun Anggrek Putih, tempat yang seharusnya menjadi rumah mereka bersama.
...
Malam sebelumnya, Lin Mingzhe memikirkan tugas-tugas apa yang harus dia lakukan sebagai seorang istri laki-laki. Menunggu suami yang tak kunjung pulang membuatnya semakin stress, hingga rambutnya mulai mencuat satu per satu. Kecemasan dan kebingungan menyelimuti pikirannya. Kemarin, dia sudah mengunjungi mertuanya, orang tua Shen Weisheng, sendirian. Orang tua Shen Weisheng tampaknya memahami dan memaklumi keadaannya. Ayahnya, Jenderal Shen, berbicara dengan tegas bahwa anak keduanya memang sulit diatur. Nyonya Shen juga menambahkan bahwa harus banyak bersabar dalam berhubungan dengan Shen Weisheng. Nyonya Shen banyak membantu Lin Mingzhe selama beberapa hari ini.
Lin Mingzhe baru mengetahui bahwa Nyonya Shen dulunya adalah seorang selir yang diangkat menjadi nyonya utama setelah nyonya utama meninggal dunia. Nyonya Shen juga seorang 'Ger', istri laki-laki seperti dirinya. Kehangatan dan dukungan dari Nyonya Shen sedikit banyak membantu Lin Mingzhe merasa lebih tenang dalam menghadapi situasi baru ini.
Pagi ini, burung-burung berkicau nyaring, tetapi suara mereka tidak sebanding dengan ucapan nyaring Selir Zhao. Selir Zhao adalah salah satu selir Jenderal Shen yang akhir-akhir ini suka menyenggol Lin Mingzhe. Kali ini, Selir Zhao berdiri di hadapan Lin Mingzhe dengan sikap mengejek.
"Tak tahu malu kemarin memberi salam sendirian tanpa suami. Ingat bahwa kau sekarang sudah milik suami! Jangan-jangan kau sudah memberi salam kepada Tuan Pertama sendirian di dalam kamar Tuan Pertama. Tak baik dua orang berduaan di dalam kamar tanpa status suami istri," ucap Selir Zhao mencemooh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Api Yang Terasa Hangat
FantasyORIGINAL STORY! Lin Mingzhe menghadiri pesta lajang salah satu teman sekolahnya dan mabuk bersama. Cawan pertama membasahkan tekak dan bibirnya, Cawan kedua lantas meluputkan ingatannya, dan Cawan ketiga membuat jiwanya terbang ke masa kekaisaran. ...