Langit sudah gelap, menandakan bahwa hampir seharian penuh Shen Weisheng berada di rumah keluarga Lin. Namun, Lin Mingzhe masih mengurung diri di kamarnya, menolak untuk menemui suaminya. Nyonya Lin, ibu Lin Mingzhe, merasa prihatin dan memutuskan untuk memberikan nasihat kepada putranya.
Nyonya Lin mengetuk pintu kamar dengan lembut sebelum masuk. "Ah-Zhe, boleh ibu masuk?" tanyanya dengan suara lembut namun tegas.
Lin Mingzhe yang sedang duduk di tepi tempat tidur, menatap ibunya dan mengangguk pelan. "Masuklah, ibu."
Nyonya Lin masuk ke dalam kamar dan duduk di samping putranya. "Ah-Zhe, ibu tahu kau marah dan kecewa dengan Shen Weisheng. Tetapi mengurung diri seperti ini bukanlah solusi," ujarnya sambil menatap wajah putranya yang muram.
Lin Mingzhe mendesah, "Ibu, dia meninggalkan aku tanpa penjelasan dan sekarang datang dengan hadiah seolah-olah semuanya akan baik-baik saja. Aku merasa diabaikan dan tidak dihargai."
Nyonya Lin menggenggam tangan putranya dengan lembut. "Perasaanmu sangat beralasan, Ah-Zhe. Tapi kamu harus ingat bahwa hubungan itu tentang komunikasi dan pemahaman. Shen Weisheng mungkin membuat kesalahan, tapi dia datang ke sini untuk memperbaikinya. Berikan dia kesempatan untuk menjelaskan."
Lin Mingzhe menunduk, memikirkan kata-kata ibunya. "Tapi ibu, aku merasa sangat marah. Bagaimana jika dia melakukannya lagi?"
Nyonya Lin tersenyum lembut. "Setiap hubungan memiliki tantangan, Ah-Zhe. Yang penting adalah bagaimana kalian menghadapinya bersama. Kalian baru saja menikah, masih banyak waktu untuk belajar dan memahami satu sama lain. Jika kau tidak memberinya kesempatan untuk berbicara, bagaimana bisa ada solusi?"
Lin Mingzhe mengangguk perlahan, menyadari kebenaran dalam kata-kata ibunya. "Baiklah, ibu. Aku akan berbicara dengannya."
Nyonya Lin tersenyum penuh kasih. "Itulah anak ibu. Berikan dia kesempatan untuk menjelaskan, dan dengarkan dengan hati yang terbuka. Jangan biarkan kesalahpahaman merusak hubungan kalian."
Dengan perasaan campur aduk, Lin Mingzhe akhirnya bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan menuju ruang tamu, di mana Shen Weisheng masih menunggu dengan cemas. Melihat Lin Mingzhe mendekat, Shen Weisheng segera bangkit dari duduknya, wajahnya penuh harap dan penyesalan.
"Mingzhe, aku minta maaf," kata Shen Weisheng dengan suara rendah. "Aku tahu aku telah membuatmu merasa diabaikan. Aku ingin menjelaskan semuanya."
Lin Mingzhe menatap suaminya, lalu mengangguk. "Mari kita bicara. Aku siap mendengarkan."
...
Suasana dalam Paviliun Musim Semi yang indah terasa hangat karena kehadiran keluarga Lin yang ramai. Di bawah sinar bulan yang lembut, angin sepoi-sepoi membawa aroma bunga-bunga musim semi yang sedang mekar di taman sekitar paviliun.
Feng Anming, yang sudah beberapa hari ini menginap, merasa nyaman dan mulai terbiasa dengan kehidupan di keluarga Lin. Dia menikmati waktunya dengan bercanda bersama keponakan-keponakan Lin Mingzhe, Lin Dwei dan Lin Yu Jie. Tawa anak-anak dan candaan riang Feng Anming membuat suasana semakin hidup.
Sesekali, Feng Anming juga menggoda pelayan pribadi Lin Mingzhe, Ji Jia. "Ji Jia, kau tampak begitu serius. Cobalah tersenyum sedikit, dunia ini indah, kau tahu?" kata Feng Anming sambil tersenyum lebar. Ji Jia, yang biasanya pendiam, tersipu malu dan tersenyum kecil, merasa senang meskipun mencoba menahan tawa.
Tak hanya Ji Jia yang menjadi sasaran godaan Feng Anming. Selir Xiu dan Zhu Quan, istri dari Lin Jinhai, juga sering digoda olehnya. "Selir Xiu, kau tahu, jika kau tidak tersenyum lebih sering, aku mungkin akan berpikir kau sedang merencanakan sesuatu yang jahat," katanya sambil tertawa. Selir Xiu hanya menggelengkan kepala dan tersenyum tipis, menikmati kejenakaan Feng Anming.
KAMU SEDANG MEMBACA
Api Yang Terasa Hangat
FantasyORIGINAL STORY! Lin Mingzhe menghadiri pesta lajang salah satu teman sekolahnya dan mabuk bersama. Cawan pertama membasahkan tekak dan bibirnya, Cawan kedua lantas meluputkan ingatannya, dan Cawan ketiga membuat jiwanya terbang ke masa kekaisaran. ...