2. Arpan (2)

10 3 0
                                    

XI MIPA 3

Itulah yang tertulis di papan penanda yang terletak diatas pintu ruang kelasku.

"Baik semua, silahkan buka buku cetak kalian ke halaman 15," ucap Ibu Risma, guru pelajaran Bahasa Indonesia ku.

"Kecuali untuk Arfandi, spesial buat kamu silahkan ambil posisi push up, dan lakukan push up 15 kali, sesuai dengan jumlah kamu telat masuk pelajaran saya," lanjut Ibu Risma dengan tatapan tajam dibalik kacamata yang mengarah padaku.

"Siap jenderal!," Jawabku mengiyakan apa yang diperintahkan oleh ibu Risma, membuat seisi kelas tertawa kencang, aku tatap salah dua dari mereka yang tertawa, membuat seisi kelas terdiam, namun Edward tetap melanjutkan tawanya, dasar Edward pikirku.

Aku pun melakukan push up seperti apa yang telah diperintahkan oleh bu Risma. Setelah selesai melakukan push up aku menghampiri meja ibu Risma, beliau bertanya.

"Arfan, ibu minta nanti sepulang sekolah kamu temui ibu di ruang guru, ada beberapa hal yang ingin ibu tanyakan," tanya ibu Risma dengan nada bicaranya yang lembut memberi kesan sebagai seorang guru yang perhatian kepada anak muridnya.

"Baik bu, nanti saya akan datang menemui ibu, juga saya mohon maaf sekali atas keterlambatan saya bu," jawabku sembari menundukkan kepala dan dengan suara yang sangat amat kecil hingga hanya Ibu Risma yang dapat mendengarkan ku bicara.

"Iya, ibu maklumi itu, sudah sana kamu duduk," perintahnya singkat.

"Siap Jenderal!," teriakanku kencang sekali lagi.

Aku pun mematuhinya dengan berjalan menuju tempat duduk ku, lalu aku pun duduk pada bangku disamping Edward, bangku tempat aku biasa duduk, kursi pada meja nomor dua dari depan yang terletak dipojok kanan kelas.
Setelah duduk aku mulai mengeluarkan buku dan mulai mengerjakan apa saja yang diperintahkan oleh Ibu Risma selama pelajaran berlangsung.
Dilanjutkan dengan kami yang mengerjakan semua jam pelajaran berikutnya.

Lama pelajaran berlangsung, hingga aku yang sudah sangat lelah langsung gembira tatkala bel berbunyi tiga kali yang menandakan dimulainya jam istirahat.

"Lets goo Edi!!," ujarku kencang, yang ku ucapkan sambil menepuk kuat punggung Edward sebanyak lima kali dengan sangat cepat hingga membuat kacamatanya terlepas hingga jatuh ke meja.

"Sakit tai, nyantai aja ngapa, kaya gapernah istirahat aja lu," sahutnya yang terlihat kesal dengan menampar kepala bagian belakangku.

"Hahahahaha, abisnya lama banget sih pelajaran, gimana gua bisa nyantai coba Di?, gua seneng banget mau istirahat juga karena gua bisa liat kecantikan Vania si bunga kelas XI MIPA 5 itu, temenin gua ya?. Oh iya, lu sekalian mau nemuin si Tasha kan? orang terpintar nomor satu disekolah kita, satu-satunya manusia yang bisa merebut gelar orang terpintar nomor satu di sekolah itu dari si Edi," celotehku panjang, mengajak Edward untuk ikut serta menemaniku.

"Bawel banget ya lu, kan udah gua bilang, kalau makanan burung itu khusus buat burung, jangan malah lu cemilin, jadinya gacor kan lu, udah kaya burung Murai," jawab Edward dengan ekspresi wajah yang datar saat melontarkan kalimat itu.

"Ahahahaha, bangsat lu bisa aja, udah ayo buruan temenin gua," ajak aku, aku tertawa namun dalam hatiku sedikit menggumam, kesal dengan candaan kurang ajar darinya.

Edward mengiyakan ajakanku, kamipun pergi menuju kelas X MIPA 5, ditengah perjalanan banyak anak kelas lain menyapaku, orang-orang yang justru mengenaliku setelah aku menang berkelahi dengan mereka, bukannya narsis, tapi disekolah ini tidak ada satupun orang yang pernah mengalahkan ku dalam perkelahian, bahkan para kakak kelas sekalipun.

"Emang jadi Mike Tyson susah ya Edi, baru berantem sedikit aja udah banyak yang kenal, apa gua ajak berantem aja ya satu sekolahan?," candaku mencoba untuk mencairkan suasana.

"Iya Pan, gua ada saran nih, besok berantemnya jangan sama murid lain ya?, sama kepala sekolah aja sekalian," jawab Edward masih dengan ekspresi datar.

"Hadeh, gua walau jago gini masih ada tata krama dong Edi, lu ngomong ada-ada aja," kataku menjawab Edward.

Setelah lama berbincang dalam perjalanan, akhirnya sampailah kami didepan kelas X MIPA 5, langsung aku pandang paras cantik seorang Vania, Vania Olivia, nama indah yang tersemat pada sosok wanita cantik, mataku mulai menelusuri semua keindahan yang terletak padanya, nafasku terasa nyaman, jantungku berdetak ringan hatiku merasa aman, itulah yang aku rasa sebelum akhirnya makhluk bernama Tommy menutup pandanganku terhadap Vania, Tommy menyudahi seluruh perasaan tersebut dengan sangat amat cepat.

Achilles (The Aberdeen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang