bab 6

25 2 0
                                    






Nava telah berada di sekolah dan duduk di samping Hadza,
"Minggu depan akan ada festival olahraga, kita sebagai murid harus mengirimkan perwakilan untuk beberapa olahraga dan berkompetisi"
"Berkompetisi? Aku suka itu, dimana aku bisa mendaftar?"
"Kamu ingin ikut?"
"Tentu saja, mengapa tidak? Apa saja olahraga yang ada di festival ini?"

"Yah olahraga pada umumnya, olahraga bola lalu bela diri, kalo tak salah ada renang juga dan panahan"
"Waw itu cukup seru sepertinya, aku akan mengikuti bela diri dan panahan, ayo antar aku untuk mendaftar" Nava tanpa babibu langsung menarik tangan Hadza keluar dari kelas, hari ini jadwal pelajaran kosong karena anak-anak di minta untuk mendiskusikan siapa perwakilan yang akan masuk ke perlombaan nanti.

Setelah usai mendaftar Nava dan Hadza memilih untuk ke kantin, kantin cukup kosong tak sepadat biasanya, namun ketika Nava tengah memakan rotinya dan Hadza tengah meminum susu cokelatnya, dua orang tak diundang langsung duduk begitu saja di samping Nava dan Hadza.

Nava mendelik malas sedangkan Hadza merasa canggung,
"Hai adik kecil, kita bertemu lagi" ucap Theo, Nava hanya bergumam kecil dan Hadza tersenyum untuk membalas sapaan Theo, Nava lalu kembali memakan rotinya.

"Kau tak ingin menawari kami adik kecil?"
"Di depan mu ada banyak kau tinggal mengambilnya lalu memakannya, jangan lupa untuk kau bayar" Nava lalu menghabiskan rotinya dengan cepat agar ia bisa cepat pergi dari sini.

"Hadza, aku sudah selesai, ayo kita kembali ke kelas"
"Eh tunggu adik kecil, kau mau kemana?"
"Kau ini memang benar-benar tuli rupanya"
"Galak sekali, aku kan hanya basa-basi, oh iya apa yang kau ikuti untuk festival olahraga nanti?"
"Bukan urusan mu!" Nava lalu berjalan sambil menarik tangan Hadza, Hadza lagi-lagi merasa tak enak dan menunduk meminta maaf.

"Mereka kombinasi yang sangat unik, yang satu bringas sekali yang satunya kalem sekali" ucap Theo
"Jika kau tidak mengganggunya, ia pasti tak akan segalak itu"
"Kawan, mari berkaca kau juga sama saja" balas Theo, Jaskaran hanya terkekeh saja mendengar itu, tidak salah batinnya.

"Orang-orang itu kenapa selalu ada sih, menyebalkan, malas aku melihat muka mereka berdua"
"Nava, kamu harusnya tidak seperti itu, ingat dia putra Kaisar dan temannya"
"Aku tidak peduli Hadza, untuk apa aku takut padanya, mereka saja tidak bisa berbuat sopan kenapa aku harus?"
"Tapi-"
"Tapi nanti aku dapat masalah? Biarkan saja, aku akan menghadapinya, paman ku juga Kaisar tak usah takut" Hadza nampak kebingungan ia ingin bertanya namun saat mereka akan masuk kelas mereka dicegat membuat Hadza urung bertanya.

"Jaisnava, mengapa kau mendaftar tanpa merundingkan nya dulu dengan kami?"
"Bukan berarti kalian mau berunding dengan ku juga kan?" oh ada benarnya juga,
"Tapi gara-gara kau Willy jadi tidak bisa ikut panahan dan Aaron tidak bisa ikut bela diri karena sudah ada yang mendaftar"
"Kalian ini rupanya selain menyebalkan, kurang literasi juga ya?"
"Makanya baca dengan baik persyaratannya, di sana di tulis masing-masing kelas dapat mengirimkan lebih dari satu untuk setiap olahraga, dengar tidak? Lebih dari satu."

"Kenapa? Malu ya? Sudah marah-marah taunya kalian yang salah bukan aku"
"Aku akan buktikan bahwa aku lebih baik dari mu, Jaisnava" ucap Aaron
"Aku juga" sambung Willy
"Yasudah, buktikan. Jangan banyak bicara, jangan sampai seperti pri bahasa tong kosong nyaring bunyinya, bicara besar saja tapi bukti tak ada"
"Kauuu!" ujar Willy marah
"Sudah ah, minggir! Kalian ini suka sekali menghalangi jalan".

"Awas kau Jaisnava"
"Ya awasi saja terus, awas nanti jatuh cinta" ucap Nava asal
"Idih, tidak mau aku jatuh cinta padamu" namun Nava tidak peduli, ia hanya berucap asal bukan ia mengharapkan Aaron suka padanya, jadi biarkan saja.

Nava dan Hadza telah duduk di tempat mereka,
"Hadza hari ini mau main ke rumah ku tidak? Aku kesepian"
"Memangnya ayahmu dan kedua kakak mu kemana?"
"Ayah memiliki dinas ke luar kota, kak Jarvis juga lalu kak Ele kemarin katanya menginap di rumah temannya, mungkin akan sekalian menginap lama untuk mempersiapkan festival olahraga minggu depan, kak Ele anggota organisasi yang menjadi panitia soalnya".

"Boleh, sebentar aku izin dulu pada ayah" Hadza pun menelpon sang ayah dan langsung mendapatkan izin,
"Waw aku langsung mendapatkan izin, ayah biasanya akan langsung berkata tidak, sebenarnya apa yang kamu ucapkan pada ayah kemarin?"
"Kan sudah aku bilang rahasia, jadi berarti nanti kamu main ke rumah ku ya?" Hadza lalu mengangguk,
"Baiklah aku akan meminta izin pada ayah dulu".

Hari ini sekolah pulang lebih cepat, Nava dan Hadza langsung meluncur ke mansion Sinclair.

"Waw rumah mu sangat besar Nava"
"Bukan rumah ku sih tapi rumah ayahku, ini tidak jauh berbeda dengan rumah mu, ayo masuk" mereka pun masuk
"Ini kamarku, ayo masuk Hadza" Hadza benar-benar terpukau dengan kamar Nava, kamar Nava lebih besar dari kamar miliknya, interiornya juga sangat bagus.

"Waw Nava, kamarmu bagus sekali"
"Terimakasih, ayah yang mempersiapkannya untukku"
"Sekarang kamu duduk dulu saja si sofa, aku akan mengambilkan makanan dan minuman untuk kita"
"Kamu tidak menyuruh maid saja?"
"Tidak, aku malas melihat muka mereka, sudah ya aku ambilkan dulu" Hadza lalu mengangguk untuk membalas.

Hadza bingung, ada apa kira-kira hingga Nava malas melihat muka maid di tempat ini? Hadza mungkin akan menanyakannya nanti pada Nava.

Nava telah kembali, ia membawa nampan berisi dua gelas minuman dan beberapa camilan,
"Ini Hadza silahkan di nikmati" Nava lalu duduk di samping Hadza,
"Terimakasih Nava, tapi mengapa kamu malas melihat muka para maid di tempat ini?"
"Mereka bermuka dua, aku malas, biarkan saja, mending kamu coba ini deh, ini adalah snack favorit ku dari Ayar"
"Benarkah?" Nava mengangguk, Hadza lalu membuka snack itu dan memakannya.

"Waw ini enak, Nava"
"Benarkan? Maka dari itu ini menjadi makanan favorit ku"
"Kakek bilang ini adalah makanan favorit ibu dulu, namun saat dulu produksinya cukup sulit jadi ibu jarang memakannya tapi saat kakek pulang dan membawa snack ini ibu pasti akan senang"
"Berarti kamu dan ibumu memiliki selera yang sama, wah. Kata ayah makanan favorit ku juga makanan favorit ibu"
"Waw kita sama sobat" mereka lalu ber-tos dan tertawa bersama.

Beberapa jam berlalu dan Hadza pun telah pulang setelah tadi Nava mengajari Hadza panahan,
"Rumah langsung sepi lagi, yang lain kapan pulangnya? Tidak seru sendirian seperti ini" Nava lalu keluar dari kamarnya ia berjalan-jalan hingga sampai di taman bunga,
"Kata kak Jarvis sewaktu ibu tinggal di sini, ini adalah tempat favorit ibu, ibu bahkan sering menanam bunga di sini juga dan merawatnya, apa bunga-bunga ini adalah bunga yang ibu tanam dulu?"

Nava lalu berjongkok, ia menghirup wangi bunga di hadapannya, ia tersenyum sendu,
"Aku iri sekali padamu wahai bunga"
"Kau pernah bertemu ibu bahkan di rawat oleh ibu, aku juga ingin" ia menunduk sedih, tak mungkin Nava tidak rindu akan sosok sang ibu dan tidak mungkin Nava tidak sedih mengingat ibunya tak bisa ia lihat kala rindu menerpa.

"Ibu, Nava sayang sekali pada ibu, walau Nava belum pernah melihat ibu tapi Nava sudah sangat merindukan ibu"
"Ibu... Bisakah ibu datang ke mimpi Nava? Satu kali saja? Nava selalu berharap ibu datang pada mimpi Nava, apa karena Nava bukan anak yang baik maka dari itu ibu tidak datang? Tapi ketika Nava menjadi anak baik pun ibu tidak pernah datang, apa ibu tidak ingin melihat Nava? Nava ingin bertemu dengan ibu..." satu air mata menetes dari mata Nava, ia menatap langit malam, air matanya semakin deras.

Kerinduannya pada sang ibu begitu besar, selama ini ia hanya bisa menatap sang ibu dari album foto milik ibunya dulu, dan ia tahu sang ibu hanya dari cerita orang-orang disekitarnya, ia juga ingin langsung bertemu tatap dengan ibunya, ia ingin langsung mendengar cerita-cerita itu dari mulut ibunya tapi apalah daya? Itu hanyalah angan semata.




Continue...

Jaisnava || NominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang