Hari festival olahraga di Timon Academia di mulai hari ini, kepala sekolah tengah membuka acara ini di depan sana. Nava, Hadza dan teman sekelasnya duduk di kursi yang telah di sediakan.
Festival olahraga pun resmi diadakan di Timon Academia, Hadza dan Nava memisahkan diri dari kelas mereka,
"Ayo ke papan pengumuman dulu, kayaknya di sana udah ada jadwal mainnya"
"Yaudah, ayo kita ke sana" dua pemuda itupun berjalan kesana tapi mereka bertemu dengan kedua orang yang paling ingin Nava hindari.Nava langsung menarik Hadza untuk berpindah arah namun Jaskaran menahan tangan Nava, Nava menatap tangannya yang di pegang oleh Jaskaran lalu menatap Jaskaran.
"Maafkan aku" Jaskaran lalu melepaskan tangan Nava
"Kenapa?" tanya Nava singkat
"Kamu ingin kemana Nava?" Nava menatap Jaskaran, bagaimana pria ini tahu namanya?"Bukan urusanmu tuan Jaskaran" ucapnya sambil tersenyum singkat, Nava langsung menarik tangan Hadza dan pergi dari sana.
"Aduh adik kecil itu sepertinya sangat membenci kita kawan" ucap Theo
"Apa kita sangat menyebalkan di matanya?" ujar Jaskaran
"Aku pikir mungkin ya, tapi kawan belum ada yang pernah seperti ini pada kita sebelumnya bukan? Apalagi padamu"
"Benar, ini sangat baru untukku" ucap Jaskaran sembari tersenyum.Nava mendengus kesal, mengapa ia harus selalu bertemu dengan mereka? Ia tahu ia memang satu sekolah tapi akademi ini begitu besar, mengapa ia harus selalu bertemu? Malas sekali rasanya, memuakkan.
"Mengapa ia tahu namaku ya?"
"Kemarin tuan Theo dan tuan Jaskaran bertanya tentang mu, aku bingung maksud adik kecil itu siapa dan aku menyebutkan namamu, maafkan aku Nava hehehe"
"Yang lalu biarlah berlalu, tapi kita jadi harus jalan memutar untuk ke papan pengumuman"
"Kita kembali saja bagaimana? Mungkin keduanya telah pergi, ini terlalu jauh Nava"
"Ide yang bagus, mereka menyulitkan ku saja"
"Hei hei jaga ucapan mu Nava" Nava tak perduli dan jalan lebih dulu daripada Hadza.Hadza menyusul, hingga akhirnya mereka sampai ke papan pengumuman,
"Oh lomba pertama ku besok, untung waktunya tidak bertabrakan"
"Tapi jika nanti bertabrakan bagaimana?"
"Aku hanya perlu berusaha agar aku bisa mengikuti keduanya"
"Semoga kamu bisa menang dikedua nya nanti"
"Terimakasih Hadza".Nava dan Hadza pun memutuskan untuk menonton perlombaan yang ada, namun sebelum itu Nava mengabari keluarganya bahwa ia akan berlomba besok.
"Waw kelas 1-2 sangat bagus dalam bermain bola, apakah kelas kita dapat menang melawannya?"
"Kamu hanya perlu percaya pada mereka, aku yakin mereka juga berusaha untuk menang"
"Kamu cukup bijak rupanya, Nava"
"Tentu saja" seketika rasa kagum Hadza langsung hilang melihat senyum sombong Nava."Waw cara itu cukup bagus untuk mengelabui lawan, aku pikir aku akan mencobanya ketika nanti aku bertarung"
"Kamu tidak bisa memakai trick atau jurus orang lain seenaknya Nava"
"Memang ada peraturan seperti itu? Aku pikir tidak"
"Lebih baik jangan saja, orang itu tidak cukup baik untuk kamu senggol" tapi Hadza lupa bahwa Nava adalah orang yang nekat."Hadza ayo ke kantin dulu, aku lapar"
"Ayo, aku juga lapar" dan seperti biasa ketika mereka ke kantin dan duduk di salah satu meja, pasti akan ada dua pria tidak di undang yang ikut duduk dengan mereka, yah memang untuk umum tapi bukan sedekat ini juga. Nava dan Jaskaran hanya berjarak 2 cm saja.Nava tidak menghiraukannya dan hanya fokus untuk makan,
"Nava, kamu tidak ingin menawari ku?"
"Tuan muda yang terhormat, apakah anda mau? Atau anda juga ingin saya suapi?" ucapnya sambil tersenyum manis, namun senyum itu sangat singkat dan di gantikan oleh ekspresi datar Nava."Terimakasih, aku akan menerimanya dengan senang hati, aaaa" ucap Jaskaran sambil membuka mulutnya, Nava cukup menyesal mengatakan hal itu siapa sangka Jaskaran akan menerimanya?
Nava lalu mengambil sendok baru untuk menyuapi Jaskaran,
"Ini tuan muda silahkan" Nava mengarahkan sendok berisi makanan yang telah ia ambil, Jaskaran tersenyum sekilas sebelum kembali membuka mulutnya namun sendok itu malah tertepis sebelum Jaskaran berhasil memakan makanan di atas sendoknya.Keempat orang di sana langsung menatap pelaku penepisan itu, di sana berdiri dua orang pria dan wanita. Nava dan Hadza menatap bingung orang itu, Theo menghela napasnya sedangkan Jaskaran menatap malas kedua orang itu.
Ia langsung berdiri dan menarik Nava menjauh darinya,
"Kenapa kau menarik ku? Lepaskan!"
"Ikut aku saja, jangan banyak protes"
"Ish apa sih pria ini" Nava masih terus berusaha melepaskan diri dari Jaskaran, namun Jaskaran terus menggenggam tangannya kuat."Karan! Tunggu!" si pria berseru, ketika keduanya ingin mengikuti Nava dan Jaskaran, Theo menahan mereka berdua,
"Jangan memperkeruh suasana Sandra, Nathan"
"Kau berani pada kami?"
"Kedudukan kita sama, hanya salah satu diantara kalian yang menjadi pasangan Karan nanti ataupun tidak sama sekali, jangan terlalu besar kepala. Sifat buruk kalian juga bisa merubah keputusan bibi Teresa, remember bout that." Theo lalu pergi sembari menarik tangan Hadza."Maafkan aku karena menggenggam tangan mu adik kecil dua, jika begitu kamu kembali lah ke kelas, soal adik kecil satu kamu tidak usah khawatir, Karan pasti akan mengembalikan temanmu dengan selamat" Hadza lalu mengangguk, ia lalu menundukkan tubuhnya dan pergi dari hadapan Theo.
"Wajar saja jika Karan menolak dua orang itu dengan tegas, dilihat dari manapun keduanya memang tidak memiliki sisi positif selain wajah mereka yang rupawan" Theo lalu pergi juga untuk ke kelasnya.
"Kenapa sih? Lepasin, sakit tau"
"Maaf, maaf. Aku tadi kesal jadi genggaman ku kuat, maafkan aku ya?"
"Ya ya ya, sekarang kenapa kau membawa ku kemari? dan siapa orang-orang tadi?"
"Kamu kan belum menyuapi ku jadi aku membawa mu kemari dan orang-orang tadi adalah orang yang akan dijodohkan dengan ku"."Oh waw tuan muda, kamu tidak cukup satu pasangan ya?"
"Bukan begitu, tentu saja aku cukup dengan satu orang, dan orang itu adalah orang yang aku cintai. Mereka kandidat yang ibuku pilih, aku harus memilih salah satunya"
"Kamu tinggal menolaknya jika kamu tidak mau kan? Atau kamu tinggal pilih salah satunya"."Aku tidak bisa, ibuku terus memaksa ku. Terus aku tidak bisa memilih karena aku tak mencintai salah satu dari mereka"
"Satupun? Kau yakin? Aku lihat tadi mereka cukup baik, ya dalam penampilan maksud ku"
"Dalam penampilan saja buat apa? Jika sifatnya buruk, mereka bermuka dua"
"Darimana kau tahu?"."Aku pernah menyamar jadi seseorang yang kesulitan tapi mereka bahkan tak mau menolong ku, padahal ketika aku tidak menyamar dan ada ibuku di sana mereka terlihat begitu baik. Ibuku hanya belum tahu seburuk apa sifat mereka"
"Maka kau tinggal menunjukkannya, apa susahnya?"
"Tidak semudah itu, mereka selalu tahu ketika ibu akan datang"
"Tuan muda, zaman sudah modern, tinggal merekam perilaku buruk mereka lalu berikan pada ibumu"."Aku sudah pernah melakukannya dan ibu bilang aku mengada-ada karena tak ingin di jodohkan dengan mereka. Ibu benar-benar harus melihat dengan mata kepalanya sendiri agar ia percaya"
"Ibumu aneh, lebih percaya orang asing daripada anaknya sendiri. Aku yang baru tahu saja tahu kau tak akan melakukan hal seperti itu hanya karena kau tidak ingin dijodohkan, yang sabar saja ya tuan muda"
"Terimakasih Nava" ucap Jaskaran tersenyum manis, oh senyum kali ini berbeda dari senyum sebelum-sebelumnya.Jaskaran benar-benar merasa Nava ini berbeda, siapa orang yang berani berkata begitu tentang sang ibu dihadapannya, sangat berani.
"Oh iya kamu kan harus menyuapi ku, ini aku sudah bawa roti"
"Kau sempat-sempatnya membawa roti, kapan kau membawanya? Sudah kau bayar belum?"
"Ini rotiku, aku sudah membayarnya aku bawa ketika aku menghampiri mu tapi aku belum memakannya"
"Kau ini benar-benar"."Sudah lebih baik kamu suapi aku, aaa" Nava menatap roti yang Jaskaran sodorkan padanya
"Malas ah"
"Eh cepat tadi kan belum jadi, sekarang harus jadi"
"Tadi ya tadi, sekarang ya sekarang jelas berbeda"
"Sudah cepat, mulutku pegal nih" Nava dengan malas mengambil roti itu lalu membuka bungkusnya, menarik roti itu keluar lalu menyuapi Jaskaran."Nah, sudah puas? Sekarang habiskan sendiri!" Nava lalu memberikan rotinya kembali pada Jaskaran, Jaskaran hanya tersenyum lalu lanjutkan memakan rotinya,
"Kamu tidak mau?"
"Tidak, aku kenyang"
"Baiklah"
"Sudah ya? Aku ingin ke kelas"
"Baiklah, terimakasih Nava" Nava lalu mengangguk dan berlalu dari hadapan Jaskaran.Jaskaran menatap punggung Nava yang menjauh,
"Galak begitu juga rupanya ia anak yang manis" ucapnya sambil tersenyum.Continue...
KAMU SEDANG MEMBACA
Jaisnava || Nomin
FanficPemuda manis bernama Jaisnava itu akhirnya pindah dari kampung halaman sang ibu ke kampung halaman sang ayah, bagaimana kisah Nava di kampung halaman ayahnya itu? Ayo ikuti cerita Nava di cerita ini, cerita perjalan si manis, Jaisnava. Warning! Typo...