Selama berkendara, kedua tangan Jihan benar benar bergetar, hatinya berdegup kencang, fikiranya teramat panik. Bahkan jika dirinya masih anak kecil, Jihan sudah pasti sudah menangis kencang.
Dan sampailah dirinya pada kediaman dirinya dan juga ayahnya, tanpa fikir panjang, Jihan segera memasuki gerbang yang sudah terbuka lebar dan betapa sakitnya saat dari depan saja beberapa patung sang ibu sudah hancur berkeping-keping.
Dengan kuat Jihan memejamkan kedua matanya, sedang memberikan kekuatan dan nyali pada dirinya sendiri agar berani keluar dari mobil dan berlari memasuki rumah untuk bertemu dengan Herman. Lalu saat suara teriakan itu ia dengar.
“ARGHH! SIALAN KAU WASESA! KEMBALIKAN AMARA KU! KEMBALIKAN!”
Maka tanpa menunggu apapun, segera Jihan beranikan diri untuk keluar dan menghadapi Herman agar patung sang ibu tidak dihancurkan semuanya.
Dalam berlari dan mencari keberadaan Herman, yang Jihan fikirkan adalah bagaimana nanti saat sang ayah bertanya tentang kehancuran sebagian patung ini? Semakin Jihan memasuki rumah, semakin kedua matanya melihat dengan jelas bahwa patung-patung itu hancur berkeping-keping, semakin meningkat rasa takut Jihan akan kemarahan Wasesa padanya nanti karena tidak bisa menjaga patung sang ibu dengan benar.
“Ga- jangan hancur..” lirih Jihan sembari berlari, keringat di tubuhnya pun keluar lebih banyak dari biasanya karena terpacu rasa takut
Tap- tap
Dan saat Jihan sampai pada taman belakang, dimana patung Amara berada, disitulah Jihan melihat Herman bersimpuh sambil menangis dan meraung dengan kencang.
Agaknya fikiran Jihan merasa seperti dejavu saat dulu dirinya bermimpi seperti ini, bedanya yang ia lihat di sana bukan Herman melainkan Abby.
“Sayang maafkan aku- maafkan aku kamu jadi seperti ini. Jika saja saat dulu aku tidak memberikan izin padamu untuk merawat patung sialan itu! Jika saja begitu...” Herman melirih di akhir kalimatnya
Raungan tangis masih Jihan dengan, dan Jihan mendengar kembali ujaran dari Herman “Mungkin kau masih hidup. Aku sungguh merindukanmu, Amara”
“Amara! Kembalilah!”
“AMARA!”
Semakin lama jeritan Herman yang terdengar begitu sakit itu semakin kencang sana “AKAN AKU BUNUH JUGA DIA YANG MEMBUNUHMU! AKU BERJANJI DEMI CINTAKU PADAMU!”
Tangan Herman meraba seluruh bagian patung Amara dengan lembut, beriringan dengan itu tangisannya pun semakin terisak.
Lalu sampailah beberapa menit berlalu, Herman pun mampu meredakan tangisannya, dan Herman berhenti sebentar membuat suasana pun hening sementara. Tetapi, tiba-tiba Herman tertawa remeh dan berucap lirih “Walau aku tidak bisa menemukan mu, tapi tidak dengan anak mu. Benar begitu kan, JIHAN”
DEG.
Herman menoleh berbalik arah dan menatap senang pada Jihan yang kehadirannya sudah ia rasa semenjak lama. Lalu kapak yang tergeletak di tanah pun dengan segera Herman ambil, tanpa memperdulikan keadaannya yang sudah kacau balau itu, Herman segera berlari untuk mengejar Jihan.
Melihat Herman dengan ekspresi gilanya itu sedang berlari ke arahnya, Jihan segera berlari menjauhinya juga. Jantungnya lebih takut dari sebelumnya. Dirinya mencengkram tangannya yang berkeringat itu sambil terus berlari tanpa berhenti.
“Berhenti kau sialan!”
Teriakan Herman membuat langkah kaki Jihan semakin lebar, dirinya berlari melewati berbagai patung sang ibu, ke kanan dan ke kiri, tanpa rasa lelah sedikitpun karena dirinya begitu ketakutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐊𝐍𝐎𝐂𝐊 𝐎𝐔𝐓 : The Gotham Statue (GxG)
FanfikceDunia licik untuk uang membuat para generasi penerus nya merasa bosan, untuk itu hadirlah sebuah permainan untuk mengusir rasa bosan mereka. Knock Out adalah permainan yang menghubungkan antara seorang Jihan, yang sudah sedari dulu dipuja dan ditur...