Chapter 12

601 62 3
                                    

Happy reading ...
.

.

.

.

.

Seperti orang yang dirasuki setan, Sasuke memaju mobilnya di jalanan yang ramai, beberapa kali ia menerobos lampu merah, menyalip mobil dan truk hanya agar cepat sampai ke tujuan.

Wajahnya tegang, keringat dingin mengalir di pelipisnya ketika ia memikirkan apa yang telah ia lakukan pada Sakura selama ini.

Suara teriak kesakitan Sakura, jerit ketakutan, dan air mata gadis itu masih terngiang jelas di kepalanya, menghantuinya. Kenangan tentang wajah ketakutan Sakura membuat perut Sasuke mual.

Ia telah menyiksa gadis itu, menghancurkannya.

Sekarang, Sasuke akan datang ke sana memohon maaf, meminta pengampunan lalu menebus semuanya. Ia akan memperbaiki semuanya. Sasuke berharap ia mendapatkan kesempatan itu.

"Apakah aku akan mendapatkan kesempatan itu?" tanya Sasuke cemas. Ia berharap mendapatkan kesempatan terakhir itu memperbaikinya, menunjukan betapa menyesalnya ia melakukannya pada Sakura.

Tangan Sasuke terangkat menyentuh kalungnya. "Tolong ...."

~

Sasuke memarkir mobilnya secara sembarangan di depan gerbang masuk, kemudian ia turun dari mobil dan berlari melewati pepohonan untuk sampai ke tempat ia mengunci Sakura. Hatinya berdebar kencang, seolah akan meledak dari dadanya.

Begitu tiba di sana, Sasuke meneguk ludahnya, merogoh saku celananya dengan tangan gemetar untuk mengambil kunci ruangan itu. "Kunci, di mana kuncinya!" Desperasi jelas terpancar dari suaranya saat ia tak menemukan kuncinya. Matanya beralih panik ke gembok yang terkunci, wajahnya panik ketika ia tak menemukan kuncinya.

Ia menelusuri setiap kantong, setiap lipatan pakaian. Waktu terus berlalu, dan bayangan Sakura yang terluka dan tak berdaya di balik pintu itu semakin menghantuinya.

"Sialan! Di mana aku menaruhnya?" Sasuke tampak putus asa, sepertinya semalam ia menaruhnya di suatu tempat dan sialnya Sasuke lupa. Entah ia lupa atau kunci itu yang memang hilang.

Brak
Brak!

Ia menggedor-gedor pintu itu dengan gerakan tak sabar! "Sakura! Kau di dalam? Kau baik-baik saja?" tanya Sasuke cemas. "Aku. Aku akan membukanya, aku akan membebaskanmu!"

Ia berusaha menarik gembok itu dengan segenap tenaga, namun sia-sia. Gembok itu tetap kokoh, seolah mengejek kelemahannya. Sasuke menatap sekitarnya dengan panik, mencari apa saja yang bisa membantu. Matanya tertumbuk pada sebuah batu seukuran kepalan tangan orang dewasa, tergeletak di tanah.

Dengan cepat ia mengambil batu itu, menggenggamnya erat seakan itu adalah harapan terakhirnya. Ia mengangkat batu tersebut dan memukulkannya pada gembok dengan kekuatan yang hampir membuat tangannya mati rasa. Tapi Sasuke tak peduli, ia harus segera membebaskan Sakura dari kurungan yang ia buat sendiri.

Trang!
Trang!

Batu itu menghantam gembok berulang kali, suara benturannya menggema di udara, menyatu dengan detak jantung Sasuke yang semakin cepat. "Ayolah, terbukalah!" teriaknya, tanpa sadar air mata mulai mengalir di pipinya.

Setiap pukulan pada gembok adalah wujud dari rasa bersalah dan penyesalan yang mendalam.

Trang!

Ketika akhirnya, dengan satu pukulan keras, gembok itu terbuka dengan suara berderak yang nyaring. Trang!

"Berhasil!" Sasuke terengah-engah, hampir tak percaya. Tangannya gemetar saat ia melepaskan gembok dan mendorong pintu terbuka dan masuk ke dalam. "Sakura!" teriaknya.

Tak ada jawaban hanya ada ruang gelap dengan pencahayaan remang-remang, nyaris tak terlihat yang terasa dingin, Sasuke meneguk ludahnya sementara kakinya perlahan melangkah ke sudut, ke tempat di mana Sakura sering berbaring.

"Sakura?"

Samar-samar Sasuke bisa melihat seorang gadis berbaring memunggunginya, tak jelas tapi Sasuke tahu itu adalah Sakura. Sasuke segera berjongkok di samping gadis itu. "Sakura," panggilnya pelan dengan nada pecah, menggema di dalam ruangan itu.

Tetap tak ada jawaban membuat alis Sasuke berkerut.

Dengan ragu-ragu Sasuke menarik tubuh Sakura, tapi ketika Sasuke menyentuh tangan gadis itu Sasuke merasakan ada  cairan di sana, dengan rasa heran Sasuke membawa tangannya yang berlumuran cairan itu hidungnya untuk mencium aromanya.

Bau amis seperti karat. "Ini ... Da-darah." Mata Sasuke membesar, detak jantungnya makin tak beraturan, segera Sasuke menuju sakelar lampu yang ada di sudut ruangan itu, menekannya dan seketika ruangan menjadi terang.

Detik itu pula, saat Sasuke menoleh untuk menatap Sakura, tubuhnya menjadi kaku, jiwanya seakan terhenti melihat keadaan Sakura yang mengenaskan.

Tubuh gadis itu penuh luka, darah mengalir dari bekas pukulan dan hantaman yang tak terhitung jumlahnya, sepanjang bagian tubuh gadis itu, yang Sasuke lihat hanyalah darah, kulit yang membiru dan merah bahkan baju gadis itu tampak robek di beberapa bagian. Sementara wajahnya pucat, nyaris tak bernyawa.

"Sakura!" teriak Sasuke, suaranya pecah oleh kepanikan dan kesedihan. Ia berlari kembali ke sisi Sakura, meraih tubuh gadis itu dengan tangan gemetar.

"Sakura, bangun! Tolong, bangun!" Air matanya tumpah tanpa henti, mengalir deras di pipinya, bercampur dengan darah yang mengotori tangannya.

Ia mengguncang tubuh Sakura dengan lembut, seolah berharap gadis itu akan membuka matanya dan tersenyum hangat padanya. Tapi Sakura tetap diam, tanpa tanda kehidupan. "Bangun! Sakura!"

"Tidak! Apa yang telah ku lakukan?!" Sasuke menggelengkan kepala, kemudian matanya tak sengaja menatap sebuah gesper yang berada di samping tubuh Sakura. Itu adalah miliknya dan kini sudah jelas siapa yang melakukan ini pada Sakura.

Dirinya.

"Rumah Sakit! Aku harus membawanya ke rumah Sakit!"

Sasuke bergegas menggendong tubuh lemah Sakura, darah Sakura yang lengket membuat genggamannya terasa licin. Hatinya berdebar kencang, setiap detik terasa begitu berharga.

Dengan sekuat tenaga, ia berlari keluar dari ruangan yang gelap itu dengan Sakura yang berada dalam gendongannya, menuju mobil yang diparkir sembarangan di depan gerbang.

Dengan susah payah, Sasuke membuka pintu mobil dan meletakkan Sakura di kursi penumpang, memastikan ia dalam posisi yang nyaman. Air matanya terus mengalir saat melihat wajah Sakura yang pucat. Sasuke menutup pintu dengan cepat, lalu segera masuk ke kursi pengemudi.

Mobil melaju dengan kecepatan tinggi di jalanan yang masih ramai, klakson mobil lain terdengar di kejauhan. Sasuke tak peduli. Matanya fokus ke jalan, namun sesekali melirik ke arah Sakura. "Tolong bertahan, Sakura. Kita hampir sampai," katanya, suara penuh ketegangan dan ketakutan.

~

Mobil Sasuke akhirnya tiba di rumah Sakit, Sasuke berlari keluar dari mobil, lalu menggendong Sakura yang lemah, ia berteriak meminta bantuan. "Tolong! Seseorang, tolong! Dia terluka parah!" Suaranya menggema di ruang gawat darurat, menarik perhatian para petugas medis.

Para petugas medis segera membawa tubuh Sakura masuk ke dalam rumah sakit, meninggalkan Sasuke yang berdiri dengan tubuh gemetar di pintu masuk. Hatinya penuh dengan ketakutan dan harapan yang tipis.

"Sakura, tolong bertahan," bisiknya sekali lagi, sebelum lututnya melemah dan ia jatuh berlutut di lantai, menangis dengan penuh penyesalan.

Detik-detik menunggu kabar dari ruang gawat darurat terasa seperti siksaan. Dalam hati, Sasuke berdoa, berharap bahwa kali ini ia tidak terlambat.

.

.

.

.

Bersambung ....

PSHYCOLOVE ✓ END [SasuSaku Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang