Di jam istirahat, Aini dan Sekar pergi ke kantin kampus yang sudah seminggu menjadi tempat tongkrongan mereka berdua. Tempat yang hanya dipijaki mahasiswa sastra. Beberapa mahasiswa lain mungkin sering kali lewat, jurnalistik misalnya yang kebetulan letak gedung fakultasnya tidak jauh dari fakultas mereka.
Tempatnya cukup nyaman karena dinaungi pohon besar yang sesekali menghembuskan angin lembut. Tetapi lain hal ketika datang di malam hari, justru akan terkesan seperti tempat uji nyali. Pohon besar di samping kantin itu persis seperti pohon yang ada di film-film horor. Membuat merinding ketika menatapnya dari dekat.
Selain pohon yang menaungi, kantin itu juga letaknya tidak jauh dari taman kampus, membuat sejuk sejauh mata memandang. Rerumputan hijau dan bunga-bunga tertanam subur di sana, bahkan beberapa burung atau kupu-kupu sering hinggap dan menambah keindahannya. Suasana horor-pun tak lagi terasa.
Aini dan Sekar menyantap makanan yang sudah tersaji di atas meja. Suasana hening karena semua orang fokus pada makanan mereka masing-masing, ada yang mengobrol tetapi terdengar seperti berbisik, ada pula yang fokus memainkan ponsel masing-masing.
Aini menatap makanannya lamat-lamat sembari mengaduk-aduk tidak berselera. Ia tidak tahu apa yang harus ia ceritakan pada sahabatnya itu, setiap kalimat seolah tertahan di mulutnya.
"Sekar," panggil Aini pelan sebelum membuka pembicaraan.
"Ya, kenapa?" Sekar masih fokus dengan makanannya. Bakso khas Semarang membuatnya tidak bisa berhenti mengunyah, makanan itu menjadi favoritnya selama seminggu ini.
"Aku mau cerita."
"Cerita saja, kamu kan biasa menumpahkan semua keluh kesah kamu ke aku," ejek Sekar sambil terkekeh.
"Kamu benar."
"Mau cerita apa?"
"Tidak jadi."
"Kamu marah?"
"Tidak kok, aku cuma bingung saja mau cerita apa. Tanpa aku cerita kamu juga pasti tahu nantinya," kata Aini tersenyum getir.
"Hmmmm."
***
Hari ini waktu terasa begitu lambat, suasana kelas setelah hari kemarin terasa begitu dingin. Keberadaan mahasiswa baru itu membuat Aini sedikit merasa tidak nyaman. Ia mungkin terlihat diam, tetapi hatinya bergejolak tidak karuan. Aini bagaikan patung manekin yang dikutuk menjadi batu. Beruntungnya jam mata kuliah hari ini hanya sedikit, Aini dengan senang hati meninggalkan kelas tanpa berbasa-basi, Nadifa bahkan tidak menyadari sosok Aini di sampingnya lenyap begitu saja.
"Sekar, aku pulang duluan ya. Assalamu'alaikum," ucap Aini lewat pesan suara. Pesannya langsung tercentang biru tanda sudah terbaca oleh si penerima.
"Tumben, kamu berpaling dari aku," balas Sekar dengan pesan suara, suaranya terdengar nyaring seperti biasa.
"Buru-buru, sepertinya besok aku juga izin tidak masuk," kata Aini sambil terus melangkahkan kakinya menuju halte terdekat.
"Kenapa?" tanya Sekar, tetapi Aini belum sempat membalas karena angkutan yang ditunggu sudah datang.
Aini pulang ke tempat kos-nya, sudah sebulan sejak pertama kali ia memutuskan untuk merantau, kota Semarang menjadi pilihannya untuk melanjutkan pendidikan.
Aini dan Sekar menetap di kos yang sama, dua orang membuat biaya sewa kos jadi lebih murah. Selain itu, jika mereka berdua bersama akan lebih memudahkan menjalani aktivitas di kota rantauan. Sekar sedikit akrab dengan kota Semarang, ia mempunyai saudara yang tinggal tidak jauh dari tempat kos mereka berdua. Dengan bantuan dari saudara Sekar juga, mereka mendapatkan tempat kos yang nyaman dengan harga yang aman di kantong mahasiswa.
Kota Semarang jelas sangat berbeda dengan tempat tinggal mereka. Aini yang belum pernah singgah sebelumnya hanya bisa mengandalkan maps dari ponsel miliknya. Tidak heran juga selama sebulan itu ia hanya sekadar beraktivitas di kampus dan sekitaran rumah kos.
***
Hari esoknya, sesuai janji kemarin dengan Sekar ia tidak masuk ke kampus, sibuk dengan beberapa buku yang akan ia sumbangkan ke komunitas membaca. Belum lama ini, Aini sempat membaca poster komunitas itu di suatu tempat, ia sedikit tertarik dengan komunitas itu untuk menambah relasinya selama di Semarang.
Komunitas Gemar Baca namanya, atau biasa disingkat KGB. Komunitas itu sudah dibentuk sejak setahun yang lalu. Peminatnya tidak cukup banyak, hanya beberapa orang yang memang minat dengan dunia membaca yang hanya mengikuti komunitas tersebut.
Pukul sembilan siang Aini pergi ke tempat yang tertera di dalam poster sembari membawa beberapa buku yang akan ia sumbangkan. Beberapa buku novel koleksinya yang sering dibaca sudah ia relakan untuk disumbangkan, meski ada beberapa yang masih sangat berat dilepaskan, karena buku-buku itu merupakan harta berharga miliknya.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 20 menit, Aini sampai di sebuah rumah dengan papan nama yang terpampang jelas bertuliskan "Komunitas Gemar Baca." Beberapa anak kecil terlihat asyik bermain, ada pula yang sedang asyik membaca. Terlihat juga beberapa remaja yang sedang membereskan buku-buku di lemari.
Aini memberanikan diri mencoba menyapa seseorang yang tidak jauh dari tempatnya berdiri. Seseorang itu menyambut kedatangan Aini dengan ramah.
"Assalamu'alaikum. Permisi kak, apa saya boleh tanya-tanya tentang komunitas ini?" tanya Aini tersenyum ramah.
"Wa'alaikumussalam, boleh banget kak. Silakan masuk," jawabnya dengan ramah.
***
Sementara itu di kampus, Sekar cukup kesepian karena di jam istirahat biasanya ia akan punya alasan untuk menengok ke kelas Aini, mengajaknya makan di kantin atau sholat di Masjid. Namun, sekarang ia hampir lupa kalau Aini tidak pergi ke kampus. Sekar pergi melewati kelas Aini begitu saja menyusuri lorong hendak menuju ke Masjid. Sampai beberapa langkah suara yang terdengar tak asing di telinga tiba-tiba memanggil namanya, Sekar berhenti beberapa saat sambil mengingat siapa pemilik suara yang tak asing tersebut.
Sekar berbalik mencari sumber suara yang memanggilnya barusan, dan ia terbelalak saat mengetahui pemilik suara tak asing itu.
"Hanif?!"
"Hai, apa kabar?" Sapa orang itu, Sekar melihatnya dengan tatapan melongo dengan mulut yang masih menganga, hampir saja lalat masuk ke dalam mulut menjadi camilannya.
Bersambung...
.
.
.
.
Terima kasih yang sudah baca..
Tinggalkan vote dan bantu author untuk memperbaiki tulisan di bab berikutnya dengan berkomentar ya..
Jazaakumullahu khairan^_^
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Dalam Sunyi
Teen FictionAda beberapa perasaan yang memang lebih baik dipendam saja. Bukan karena tidak mampu diucapkan, melainkan diri ini yang tak cukup pantas untuk memilikinya. Cerita ini tentang bagaimana seseorang yang mencintai diam-diam. Tidak tahu cinta itu datang...