Mencari perhatian agar diperhatikan, ialah Frinza, anak kedua dari keluarga Martawangsa. Setelah kematian Ibu dan menghilangnya kedua adik kembarnya membuat keseharian Frinza berubah.
Menceritakan kehidupan Frinza Martawangsa ketika duduk di bangku...
Setelah pulang sekolah, Andre berjalan menuju salah satu warung kecil yang terletak di pinggir jalan dekat sekolah. Warung tersebut merupakan tempat biasa basisnya nongkrong.
Bagas Aditya Mahendra, salah satu dari tiga Jendral Jotun Wrath telah duduk di salah satu meja pojok yang agak tersembunyi dari pandangan umum. Ia mengenakan seragam putih keluar yang tidak dikancingi, dengan dalaman berupa kaos berwarna hitam.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Andre memasuki warung dan melihat Bagas yang duduk sendirian di meja pojok. Ia menghela napas, berusaha menenangkan dirinya sebelum mendekati seniornya tersebut. Bagas menatap Andre dengan tatapan tajam, seolah menunggu seonggok penjelasan.
Andre mendekat dan duduk di hadapan Bagas. "Kenapa manggil saya, Bang?"
Bagas memandang Andre dengan tatapan yang tajam dan dingin, suaranya rendah penuh tekanan. "Dre, gua dapet laporan kurang enak. Katanya lu ga berani malak Kenny? Anak IPS 3?"
Keringat dingin mulai mengalir di dahi Andre. Ia mencoba untuk tetap tenang, meskipun jantungnya berdetak cepat. "Bang, itu kesalahpahaman. Gua ...."
"Gua tau Kenny itu temen lu waktu SMP, tapi sekarang ini lu udah SMA. Kalo dia ga mau masuk Jotun, artinya secara hierarki, dia di bawah kita. Semua anak cowok yang ada di sekolah, wajib bayar uang keamanan ke Jotun kalo mau hidup damai di sini, tanpa kecuali."
Andre terdiam, wajahnya tertunduk tak berani menatap Bagas yang sedang duduk di hadapannya.
Bagas menatap Andre dengan serius, sambil menyalakan rokok di mulutnya. "Lu tau konsekuensinya, kan? Kalo ga mau ikut aturan Jotun? Gua ga main-main soal ini. Semua harus bayar. Gua tau lu nutupin bolongnya pake duit lu, dan itu malah lebih ngerusak reputasi kita. Jangan puas sama target doang, Dre, lu harus bisa lebih."
"Gua bakal urus beres masalah ini, Bang. Gua pastiin semuanya bayar sesuai yang seharusnya," ucap Andre menatap Bagas yang sedang menghisap rokok.
Bagas membuang asap rokoknya sambil mengangguk pelan. "Gua harap, sebagai pentolan kelas sebelas, lu bisa benerin masalah ini, Dre. Jangan sampe gua yang turun tangan."
"Siap, Bang, gua ga bakal pandang bulu lagi. Semuanya termasuk Kenny juga."
Bagas bangun dari duduknya. "Bagus kalo gitu." Ia berjalan pergi meninggalkan Andre.
***
Keesokan harinya, suasana kelas sebelas IPS 3 tampak lebih hidup dari sebelumnya. Beberapa siswa sudah duduk di tempat mereka, berbincang akrab dan terlihat ceria, terutama si anak baru yang tampaknya semakin dikenal.
Tiba-tiba Kenny datang dengan langkah malas, langsung menuju kursinya. Tanpa menyapa siapa pun, ia duduk dengan ekspresi datar. Begitu duduk, Kenny segera menunduk, melipat tangan di atas meja, dan langsung terlelap. Kepalanya bersandar pada lengan yang dilipat, meninggalkan kesan seolah ia sudah tidak peduli lagi dengan keramaian sekelilingnya.