4 : Hari yang Sepi

59 10 2
                                    

Cahaya mentari menembus kamar, membelai wajah Frinza dengan hangatnya hingga terbangun dari tidur. Lelaki itu menguap lebar sambil menyibak selimut. Ia meregangkan tubuhnya dan beranjak dari kasur.

"Good fckin morning, World!"

Dengan langkah santai, ia keluar dari kamar menuju ruang keluarga. Saat melintasi koridor, Frinza mendengar suara di dapur. Ia melirik ke arah sana dan melihat kakaknya, Gemma, sedang duduk di meja makan sambil meminum kopi.

Gemma Martawangsa adalah sosok yang dikenal dingin dan berwibawa di mata orang-orang, tetapi di mata Frinza ia hanyalah manusia arogan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gemma Martawangsa adalah sosok yang dikenal dingin dan berwibawa di mata orang-orang, tetapi di mata Frinza ia hanyalah manusia arogan. Tubuhnya tinggi dengan rambut undercut rapi. Wajahnya tak menampakkan ekspresi ramah, ia sosok yang disegani banyak orang karena digadang-gadang mewarisi perusahaan besar keluarganya, Martawangsa Corporation.

Frinza tampak acuh dan tak menyapa lelaki itu, ia hanya berjalan ke kulkas dan mengambil fresh milk.

"Gimana sekolah baru?" tanya Gemma dengan suara berat dan datarnya.

"Biasa aja, sama kayak yang lama," jawab Frinza.

"Jangan berulah di sana," ucap Gemma. "Jangan bikin malu keluarga lagi. Kalau terjadi hal serupa di sekolah barumu, akan sulit menutupinya."

Frinza kini menatapnya dengan senyum meledek. "Oke! Aku akan berusaha keras, supaya bisa menjadi anjing yang patuh pada keluarga, seperti ...." Ia menunjuk Gemma sambil memutar-mutar jari telunjuknya.

Gemma menatap Frinza dengan tatapan tajam, tetapi tak mengatakan apa-apa. Di matanya, ia hanya seperti berbicara dengan anak kecil yang belum puber. Gemma mengangkat cangkir kopinya dan menyesapnya, kembali tenggelam dalam urusannya sendiri.

Mendadak ekspresi Frinza menjadi datar setelah diabaikan begitu. "Seperti Gemma Martawangsa yang patuh dan terhormat."

"Enyah, kau merusak pemandangan," lanjut Gemma, kini ia kembali melirik ke arah Frinza. "Manusia tak berguna."

Frinza terkekeh dan mengambil handuk. Ia berdiri sejenak di depan Gemma sambil berjoget-joget. Gemma pun mengabaikannya, menganggapnya seolah tak ada di depannya.

"Ga seru," ucap Frinza, ia pun berjalan pergi meninggalkan Gemma untuk bersiap-siap sekolah.

***

Setelah Frinza meninggalkan rumah, ia bergegas menuju sekolah. Setibanya di sekolah, suasana pagi yang sibuk langsung menyambut. Siswa-siswa berlalu-lalang, ada yang menuju ke kelas, ada yang berkumpul di lapangan, dan beberapa tampak masih asik dengan perbincangan ringan di koridor sebelum bel pertama berbunyi.

Frinza memasuki kelas sebelas IPS 3 dan langsung meletakkan tasnya di meja, lalu duduk. Ia menyandarkan punggungnya ke kursi dan memandangi meja kosong di sampingnya

Terhitung sudah dua hari kursi di sebelah Frinza kosong. Kenny belum juga menampakkan batang hidungnya. Rasanya agak menyebalkan juga rupanya, tak ada yang seru diganggu selain si pemarah itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 27 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

FrinzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang