pagi ini jam menunjukkan pukul 06.50 pagi dan dirinya sudah siap akan berangkat ke sekolah. mama-nya itu sudah sangat cerewet sejak subuh tadi--membangunkannya secara paksa dan brutal.
ya walaupun dirinya yang menyuruh sang mama membangunkannya lebih cepat--tapi bukan sepagi buta itu juga. Mana mama kesayangannya itu bawa speaker pula tadi pagi, mana volumenya full pula. Alhasil matanya masih merem-melek sekarang.
"udah sana abisin cepet makanannya terus keluar nyari ojek. telat lagi mampus kamu!"
ucap Raisa sembari sibuk menyiram beberapa tanaman kesayangannya yang dia letakkan didalam rumah--di taman mini rumahnya tepat disamping kolam renang.Nalisa menghela napas.
Berjalan mendekati Raisa--berniat berpamitan."mah.."
Raisa--sang mama menyambut tangan putrinya itu. "hati-hati dijalan"
Nalisa mengangguk dengan tersenyum tipis.
Walaupun mama-nya itu sedikit galak dan juga cerewet tapi dia benar-benar menyayangi mama-nya ini.Mamanya itu sangat pantang menyerah, semangat dan selalu memiliki kekuatan untuk menguatkan dirinya juga.
Nalisa akan selalu berbangga diri dengan segala hal mengenai sang mama.
Menghidupi dirinya dengan melanjutkan usaha butik milik neneknya---ibu dari sang mama. Bekerja dari pagi sampai malam hanya untuk membuat dirinya tidak merasakan kekurangan apapun.Berbicara tentang ayahnya ----Ayahnya adalah seorang TNI AD sebelum sebuah kecelakaan merebut nyawanya-----merebut cinta pertama seorang Nalisa.
Nalisa butuh sosok ayah, dia rindu figur ayah----tapi usaha sang mama melengkapi hidupnya, mengambil peran ayah membuatnya tersentuh dan perlahan bisa menerima keadaan.
Menghabiskan waktu berdua selama beberapa tahun belakangan ini membuatnya sangat bangga pada ibunya itu. Walaupun tanpa seorang ayah--mereka bisa menjalaninya. peran kepala rumah' tangga dan ibu rumah tangga diambil alih oleh sang mama sendirian. Nalisa bangga akan hal itu.
Nalisa selalu kagum pada mama-nya ini."Aku berangkat ya mah, dadah"
"hm. hati hati sayang"
•••••
"lima ribu kan mang?""elah neng, tujuh rebu dong"
"mahal amat. deket doang kok tujuh ribu. biasanya saya naik ojek yang lain cuma bayar gocap mang"
Tukang ojek baru itu--mang Jupri. mengusap dadanya sabar.
"yaudah eneng teh kenapa naik ojek saya? kan biasanya sama si Budi"
"saya lagi marahan sama mang Budi" sahut Nalisa asal-- tapi benar juga.
"lah, udah kayak pacaran aja eneng ini sama si Budi. Budi teh nyelingkuhin neng apa gimana?"