Prolog

25 2 0
                                    

Di suatu negara yang sedang kacau balau karena berbagai masalah seperti ekonomi, pendidikan, dan hukum, hiduplah seorang pria bernama Mr. F. Dia adalah seorang pecundang sejati yang tidak pernah mendapatkan hal-hal yang dia inginkan. Sejak kecil, hidupnya diliputi kemiskinan. Orang tuanya berpisah saat dia masih sangat kecil, sehingga dia harus tinggal bersama nenek dan kakeknya. Ketika teman-temannya mendapatkan kasih sayang dan mainan dari orang tua mereka, Mr. F harus hidup tanpa semua itu. Hari-hari dilalui dengan kesulitan dan kekurangan, tanpa sentuhan kasih sayang yang layak dari orang tuanya.

Masalah pendidikan juga menjadi bagian dari hidupnya yang suram. Dari SMP hingga kuliah, Mr. F tidak pernah masuk ke sekolah atau kampus impiannya. Kebijakan di negara tersebut membuat orang-orang dari keluarga miskin seperti Mr. F sulit mendapatkan pendidikan yang layak karena terhalang masalah ekonomi. Ketidakberuntungan selalu menyertainya, bahkan ketika dia berusaha sekeras mungkin. Pendidikan yang diidam-idamkannya hanya menjadi mimpi yang tidak pernah terwujud. Setiap hari, ia merasa ketinggalan dan tidak mampu bersaing dengan teman-temannya yang lebih beruntung.

Salah satu pengalaman pahit dalam hidupnya adalah saat dia pernah masuk penjara. Dia dituduh melakukan kekerasan terhadap seorang anak pejabat, padahal pada saat itu justru dia yang menjadi korban kekerasan anak pejabat tersebut. Kejadian ini semakin mengukuhkan statusnya sebagai pecundang di mata masyarakat. Di mata hukum, ia tidak memiliki kekuatan untuk membela diri. Pengadilan yang seharusnya menjadi tempat keadilan justru menjadi tempat yang membuatnya semakin terpuruk. Rasa kecewa dan marah yang mendalam tumbuh dalam hatinya, menambah beban penderitaannya.

Di sekolah, hidupnya tak kalah menyedihkan. Dia selalu menjadi sasaran bullying karena kemiskinannya. Tidak ada satu pun teman dekat yang dimilikinya. Dia tidak memiliki teman untuk berbagi cerita tentang hari-harinya yang penuh penderitaan. Akhirnya, Mr. F memilih untuk memendam semua perasaannya sendiri dan mencurahkan segala isi hatinya ke dalam buku harian. Setiap malam, ia menulis tentang kesedihan, rasa sakit, dan ketidakadilan yang ia rasakan. Buku harian itu menjadi satu-satunya tempat di mana ia bisa mengekspresikan dirinya tanpa rasa takut dihakimi.

Saat ini, dia bekerja di sebuah perusahaan yang sama sekali tidak sesuai dengan cita-citanya dahulu. Pekerjaan tersebut hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Suatu hari di kantor, Mr. F melakukan kesalahan yang membuat bosnya sangat marah. "Gimana sih lu kerja, gini doang aja gak becus banget!", ujar bosnya dengan nada tinggi dan penuh kemarahan. Setiap kata yang keluar dari mulut bosnya seperti pukulan yang menghantam harga dirinya yang sudah rapuh.

"Iya Pak, maaf. Akan saya perbaiki", jawab Mr. F sambil menunduk, merasa sangat tertekan dan malu. Perasaan kecewa dan putus asa menggelayuti hatinya. Semua usahanya selalu berujung pada kegagalan, tidak ada yang berjalan sesuai harapannya.

"Sial lagi-lagi dimarahin sama itu bos, bangsat lah cape gua kalo hidup harus gini mulu, dari kecil gua ga bisa dapetin apa yang gua mau, sekarang harus kerja di bawah bos yang kerjanya marah-marah mulu, resign aja lah gua", gumam Mr. F dalam hati sambil bergegas menuju bosnya untuk resign. Langkahnya terasa berat, namun tekadnya sudah bulat untuk mengakhiri penderitaan yang ia rasakan di tempat kerja itu.

Setelah mengajukan pengunduran dirinya, Mr. F kembali ke kosannya yang sempit dan berantakan. Kosan itu adalah tempat yang sudah ia huni selama beberapa tahun terakhir, penuh dengan kenangan pahit dan kesepian. Ia duduk di atas kasur, memandang langit-langit yang kotor dan retak. Semua beban hidup seolah menghimpitnya, membuatnya merasa semakin terpuruk.

"Capek lama-lama gua hidup kaya gini mulu, kayaknya mendingan gua akhirin hidup aja deh. Tapi sebelum gua mati, gua bakal buat negara ini gabakal ngelupain gua", ucap Mr. F dengan nada yakin. Pikiran tentang akhir hidupnya mulai menguasai dirinya. Ia merasa tidak ada lagi yang bisa diperjuangkan dalam hidupnya. Segala harapan dan impian telah lama hancur. Namun, sebelum ia mengakhiri hidupnya, ia ingin melakukan sesuatu yang akan membuat namanya diingat oleh banyak orang, meskipun dengan cara yang kelam.

Malam itu, Mr. F menghabiskan waktu untuk menyusun rencana terakhirnya. Di atas meja kecil di kamarnya, ia membuka buku hariannya dan mulai menulis dengan teliti. Ia menuliskan segala keluh kesah, dendam, dan kebencian yang ia rasakan terhadap dunia. Setiap lembar buku harian itu menjadi saksi bisu betapa dalam luka dan kekecewaan yang ia rasakan. Semua perasaannya ia tuangkan dalam tulisan, seolah-olah ia ingin dunia tahu betapa berat beban yang ia pikul selama ini.

Hari demi hari berlalu, Mr. F semakin tenggelam dalam rencana gilanya. Ia mulai mengumpulkan informasi, mempelajari cara-cara untuk membuat kekacauan yang besar. Ia mendalami berbagai teknik dan taktik yang bisa ia gunakan. Tidak ada yang tahu apa yang sedang ia rencanakan, karena Mr. F sangat hati-hati dan tertutup. Semua langkahnya direncanakan dengan teliti, setiap detail diperhatikan agar rencananya berjalan dengan sempurna.

Setiap malam, ia kembali ke kamarnya dan terus menyusun rencana. Rasa marah dan dendam yang membara dalam hatinya menjadi bahan bakar yang menggerakkan dirinya. Ia tidak lagi memikirkan masa depan, hanya ada satu tujuan dalam pikirannya: membuat negara ini tidak pernah melupakan namanya. Ia percaya bahwa dengan melakukan sesuatu yang besar dan berbahaya, ia akan meninggalkan jejak yang abadi.

Pada akhirnya, Mr. F telah siap dengan rencananya. Ia merasa bahwa hidupnya sudah tidak ada artinya lagi jika tidak meninggalkan sesuatu yang besar. Semua persiapan telah dilakukan, tinggal menunggu waktu yang tepat untuk melaksanakan rencananya. Dalam kesunyian malam, ia merenung sejenak, memikirkan semua yang telah ia lalui. Semua penderitaan, ketidakadilan, dan kesedihan yang ia rasakan selama ini akan segera berakhir.

Dengan hati yang berat, ia memandang sekeliling kamarnya untuk terakhir kalinya. Setiap sudut kamar itu menyimpan kenangan pahit yang tak terlupakan. Namun, ia tidak akan membiarkan semua itu menjadi akhir dari hidupnya yang sia-sia. Dengan tekad yang bulat, Mr. F melangkah keluar, meninggalkan semua kenangan buruk di belakangnya. Kini, ia hanya memiliki satu tujuan: membuat namanya dikenang selamanya, meskipun dengan cara yang kelam.

Bersambung...



























Last HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang