KEBUN APEL

390 55 12
                                    


Liburan di desa adalah hal paling menyenangkan mereka sudah hampir sebulan berada di sana. Itu adalah rumah peninggalan nenek mereka yang berada tepat di ujung desa, dengan danau yang cukup luas kurang dari satu kilometer dari rumah mereka. Di sana Ruka yang bahkan tidak tahu apa-apa selalu pergi memancing dan pulang tanpa hasil.

Hari ini Ruka, Rami, Rora dan si bungsu Canny berada di kebun. Tempat itu tidak terlalu jauh dari rumah namun perlu sedikit usaha naik ke bukit agar mereka sampai di kebun apel itu. Dengan keranjang besar mereka menatap pohon apel yang berbuat lebat.

"Canny ingin apel!" Seru Canny bersemangat ia hendak berlari namun kerah bajunya di tarik oleh Ruka dari belakang.

"Unnie itu kasar," Protes Rami.

"Bodoh dengarkan aku dulu, dan khusus untukmu Canny sayang kau tidak boleh berlari-larian paham?" Tanya Ruka serius.

Canny mengangguk mengerti, akhirnya mereka berempat berjalan ke arah salah satu pohon apel dan menatapnya dari bawah.

"Unnie kenapa tidak menunggu apelnya jatuh sendiri?" Tanya Rora malas.

"Itu akan merusaknya, lebih baik kita memetiknya sebelum jatuh," Sahut Ruka.

"Baiklah siapa yang akan memanjat unnie?" Tanya Rami namun sebelum pertanyaannya terjawab, Ruka mendorong tubuhnya.

Rami mendengus kesal dia tahu maksud Ruka yang menyuruhnya memanjat. Meski dengan enggan akhirnya Rami mau melakukannya. Di atas sana ia mulai menjatuhkan beberapa apel yang di tangkap oleh Rora dan Rami dengan keranjang besar yang mereka bawa.

Saking sibuknya mereka bertiga, bahkan mereka tidak menyadari jika sang adik sudah tidak ada di belakang mereka. Canny pergi mengejar kupu-kupu yang cukup menarik perhatiannya.

"Ini sudah cukup, turunlah," Beritahu Ruka membuat Rami akhirnya turun dari pohon.

Setelah melompat turun Rami mengusap satu buah apel terbesar yang ia temukan di atas sana ke bajunya. Ia mencari-cari sekitarnya namun tidak mendapati gadis yang seharusnya ia berikan apel itu.

"Unnie di mana Canny?" Tanya Rami bingung.

"Canny? Dia di..."

Rora yang berbalik hendak menunjuk tempat di mana Canny ia suruh duduk tadi namun saat tidak melihat siapapun dia menjadi panik. Bahkan melepaskan keranjang yang ia angkat bersama Ruka, membuat keranjang itu terjatuh dan dengan mulusnya mendarat di kaki Ruka.

"Unnie apa yang harus kita lakukan?" Tanya Rami sambil menggoyangkan lengan Ruka.

Si sulung menahan napasnya kakinya masih terjepit tapi dia tidak mengeluarkan suara apapun. Sebaliknya dia berusaha tenang menahan sumpah serapah untuk Rora dan melepaskan kakinya perlahan. Menarik napas dalam Ruka mulai menatap kedua adiknya yang panik, dia juga sebenarnya panik tapi sedang berusaha untuk tetap tenang sekarang.

"Kita cari dia, ayo berpencar," Ucap Ruka lalu berjalan dengan sudah payah menjauh dari kedua kakinya.

"Ada apa dengan kaki Ruka unnie?" Tanya Rami pada Rora.

"Aku tidak tahu, aku akan mencari ke sana," Sahut Rora seraya berlari pergi ke arah berlawanan dari Ruka.

***

Canny duduk dan bersandar di salah satu pohon apel menatap sekitarnya. Kupu-kupu tadi yang ia kejar kini pergi entah kemana. Ia menatap sekitarnya bingung, semua pohon hampir terlihat sama. Pharita memang sudah mengatakan pada adik-adiknya jika kebun apel itu luas. Namun Canny tidak tahu akan seluas ini bahkan dia tidak bisa melihat ketiga unnienya di manapun.

Tatapan Canny tertuju pada luka di lututnya bibirnya bergetar padahal tadi dia tidak menangis namun setelah melihat darah di lukanya barulah air matanya menetes.

"Kupu-kupu itu jahat membawa Canny ke sini," Kata Canny di sela-sela tangisnya.

Tiba-tiba terdengar suara panggilan seseorang dari arah lain, Canny mengenal suara itu. Tatapannya mencari-cari sosok pemilik suara, Rami berjalan tak jauh darinya.

"Unnie!" Seru Canny melupakan lukanya dia berjalan ke arah Rami yang menghampirinya dan memeluknya.

Rami memegang kedua pundak Canny menatap gadis itu serius, "kenapa sangat nakal hmm?" Tanya Rami.

"Canny minta maaf," Sahut Canny menyesal.

"Ayo kembali," Ajak Rami sambil menarik tangan Canny pergi namun ringisan Canny membuat Rami terhenti.

"Kaki Canny terluka karena jatuh tadi," Beritahu Canny.

Dengan perlahan Rami mendudukkan Canny di rumput, ia terkejut melihat darah dari sana. Jika seperti ini jangan salahkan Rami jika mereka tidak akan mendapat makan malam. Rami menggendong Canny di punggungnya untuk kembali. Ia belum melihat Ruka dan Rora mungkin mereka masih mencari.

Rami mengeluarkan air dari tas yang mereka bawa membersihkan luka sang adik dengan lembut sambil sesekali menenangkan Canny yang meringis. Canny duduk di sebuah dahan pohon kering di sana, sedangkan Rami setelah memasukkan botol airnya langsung berjongkok di hadapan Canny wajahnya nampak suram.

"Canny!" Seru Rora yang baru saja datang dia memeluk Canny erat dia sangat panik tadi.

Saat mendengar ringisan Canny, Rora langsung melepaskan pelukannya. Matanya membulat sempurna melihat luka di kaki Canny.

"Kau tidak apa-apa?" Tanya Rora sambil menelan salivanya dia yang akan kenapa-napa sekarang, Canny menggeleng sebagai jawaban.

Berjongkok di samping Rami, Rora juga menghela napas dengan tatapan kosong dan wajah suram seperti Rami berbeda dengan Canny yang sedang bersenandung riang sekarang.

"Bagaimana kita menjelaskannya?" Tanya Rami lemah.

"Aku tidak tahu," Sahut Rora tak kalah lemah.

seven HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang