UNNIE

314 48 3
                                    

"Riri unnie, apa Canny nakal?" Tanya Canny ia duduk dia sofa sedangkan Oharita berlutut di hadapannya membersihkan lukanya.

Awalnya Pharita yang ingin marah melihat Canny pulang dengan luka di kakinya namun dia mengurungkan niatnya karena Asa sudah mendahuluinya. Gadis itu tidak marah tentu saja dia hanya diam, tidak bicara pada siapapun padahal awalnya dia yang paling bersemangat membuka pintu. Bahkan sekarang Asa mengurung diri di kamar.

"Tidak sayang siapa yang bilang seperti itu?" Tanya Pharita lembut.

"Rami unnie," Sahut Canny dengan polosnya menunjukan Rami yang memakan apel di sofa tunggal.

Rami beserta dua gadis lainnya merasa tenang karena tidak dimarahi setelah pulang padahal mereka sudah menduga hal terburuk apa yang mereka dapat. Nyatanya Pharita hanya menyuruh mereka masuk karena Asa bahkan tidak mengatakan apapun setelah membuka pintu dan pergi ke kamarnya begitu saja.

"Unnie aku tidak sengaja mengatakan itu," Ucap Rami mencoba menjelaskan.

Pharita menggeleng ia menatap Canny dan yang lainnya mereka bahkan tidak sadar akan sesuatu. Mungkin hanya dia yang menyadari jika Asa sedang marah sekarang, gadis itu ketika marah memang tidak akan berbicara dengan yang lain.

Perlahan Pharita mengusap kepala Canny sebelum meninggalkannya bersama yang lain i ruang tengah. Langkahnya membawanya ke depan pintu kamar Asa ia mengetuk sejenak namun tidak ada jawaban.

"Asa, kau di dalam? Buka pintunya," Ucap Pharita lembut.

Terdengar suara langkah kaki dari dalam, tak lama kemudian pintu terbuka. Asa langsung berbalik segelah membuka pintu seolah tidak ingin berhadapan dengan Pharita.

"Katakan apa unnie mu apa yang terjadi?" Tanya Pharita setelah menutup pintu.

"Tidak ada, apakah unnie butuh sesuatu hingga datang kemari?" Tanya Asa.

"Apakah Unnie harus memiliki alasan untuk datang ke sini? Katakan ada apa? Kau selalu bisa berbagi denganku," Ucap Pharita ia menuntun Asa agar duduk di sisi ranjang.

Asa adalah tipe orang yang selalu memendam masalah sendiri, ketika terjadi sesuatu dia memilih diam dan menjauh. Terkadang Pharita membiarkannya menenangkan diri tapi sekarang Pharita merasa perlu untuk mendekati Asa.

Jarak umur mereka hanya berbeda satu tahun, mau sedewasa apapun Asa dia tetaplah adik Pharita. Meski jarang memperlihatkannya Pharita selalu yang pertama tahu sesuatu bahkan tanpa Asa harus mengatakannya langsung. Jadi ketika yang lain bahkan belum menyadari hal ini Pharita sudah berada di kamar Asa berusaha membuat adiknya itu bercerita.

"Unnie, eomma menyuruhku untuk menjaga Canny tapi melihatnya terluka membuatku berpikir apakah aku ini unnie yang baik?" Tanya Asa ia memeluk Pharita.

Diantara yang lain Pharita menyadari sejak pertama Canny datang ke keluarga mereka Asa yang paling bersemangat. Dia memang selalu yang paling bersemangat saat para adiknya lahir, berbeda dengan Ruka yang terkadang cemberut dan mengomel tentang memiliki adik. Sejak dulu Ruka memang masih kekanak-kanakan dan tidak pernah berubah.

Sesaat setelah Canny lahir kondisi ibu mereka melemah, itu adalah pukulan terberat dalam hidup mereka. Pharita ingat saat itu Asa berdiri di samping ibu mereka menggenggam tangannya dan berjanji akan menjaga Canny sesaat setelahnya ibu mereka menghembuskan napas terakhir. Canny tidak pernah terluka ini baru pertama kalinya tidak seperti adik mereka yang lain, dan melihat luka sang adik Asa merasa dia tidak sudah mengingkari janjinya untuk sang ibu.

"Tidak kau kakak yang terbaik, kau selalu menyayangi Canny dan yang lain, ingat ketika yang lain memilihmu sebagai kakak terbaik mereka? Lalu kenapa kau bahkan meragukan dirimu sendiri?" Tanya Pharita menenangkan Asa ia mengusap punggung Asa dengan lembut.

"Tapi Canny terluka unnie, aku mengingkari janji pada eomma," Sahut Asa.

"Terluka itu hal yang wajar saat bermain, lagi pula kita tidak bisa menjaga agar seseorang tidak terluka kan?"

Pharita mengecup pucuk kepala Asa lihat bahkan ketika Canny terluka karena bermain dengan yang lain Asa tidak menyalahkan siapapun. Namun hal buruknya adalah dia selalu menyalahkan dirinya atas sesuatu yang bukan salahnya dan di luar kendalinya.

"Kau tenangkan dirimu di sini, unnie akan membuat makan malam untuk kita," Ucap Pharita lembut.

"Aku akan membantu unnie."

"Tidak unnie akan melakukannya dengan Ahyeon saja selagi kau menenangkan dirimu, setelah merasa lebih baik bergabunglah bersama yang lain," Intruksi Pharita seraya berlalu pergi meninggalkan kamar Asa.

seven HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang