JANGAN LUPA VOTE, FOLLOW, KRITIK DAN SARANNYA!
Typo, koreksi📌●○●○●○
Matahari bersinar terik tepat di atas kepala. Siang yang begitu panas seolah menambah bara dalam jiwa seorang gadis yang berdiri di dekat taman.Outfit berwarna pastel, latar taman hijau dengan langit biru cerah, serta senyuman yang tercetak di bibir tipis gadis itu adalah definisi perpaduan yang sempurna.
Masih bertahan di posisinya, berulang kali gadis itu mengecek jam di ponselnya. Sudah lima belas menit berlalu, namun orang yang ditunggunya tak kunjung datang. Peluh membasahi dahinya, dan pipinya tampak memerah karena terik matahari.
Terlalu lelah untuk terus berdiri, ia akhirnya melangkah masuk ke dalam taman dan duduk di salah satu bangku. Meski cuaca hari ini begitu panas, tetap saja taman itu ramai oleh pengunjung.
Dengan hati yang berkecamuk, Nara menekan kontak teratas. Ia mencoba menghubungi orang yang sedang dinantikannya.
"Pliss, gue mohon. Ayo, angkat!"
Sudah berulang kali ia menelepon, tetapi tidak ada satu pun jawaban, padahal nomor itu terlihat aktif.Tangan mungilnya menggenggam ponsel erat-erat. Kepalanya menunduk, membiarkan rambutnya yang tergerai jatuh dan menutupi pipi yang mulai memerah.
Rasa sesak yang sejak tadi ia tahan, akhirnya pecah juga. Bulir-bulir bening mengalir dari matanya yang terpejam erat, menahan perih yang menyeruak di dada. Ia menangis dalam diam, dengan suara tertahan, tanpa memedulikan tubuhnya yang basah oleh keringat, di bawah terik matahari, di tengah keramaian taman.
ʕ •ᴥ•ʔ
Mata sayu yang tertutup cukup lama akhirnya terbuka perlahan. Dengan malas, Nara bangkit dari tidurnya. Ruangan bercahaya redup menyapa indra penglihatannya. Ia memang sengaja tidak menyalakan lampu kamar karena suasana hatinya sedang buruk, kebiasaan yang sering ia lakukan saat sedang tidak bersemangat.
Saat matanya menatap pakaian yang dikenakannya, rasa kecewa kembali menguar. Nara tidak pernah merasa sekecewa ini sebelumnya. Bukan semata karena gagalnya rencana kencan yang sudah ia susun dengan penuh semangat, melainkan karena Razka sama sekali tidak menghubunginya. Setidaknya, jika memang tidak bisa datang, kabar sekecil apa pun akan cukup.
"Akhirnya hari ini gue sadar, kalau gue bukan prioritas lo," lirihnya.
Nara sadar, dalam hubungan tanpa status ini, hanya dirinya yang selalu antusias, hanya dirinya yang berharap lebih.
Dadanya terasa sesak. "Bahkan gue sering bertanya-tanya, sebenarnya keinginan lo buat deket sama gue itu beneran atau enggak? Kenapa sikap lo mencerminkan sebaliknya?" ungkapnya, seolah-olah Razka ada di hadapannya.
Ia menggeleng cepat. "Enggak, enggak! Pasti Razka beneran serius sama gue. Cuma dia nggak tahu cara nunjukinnya." Ia berusaha menenangkan hati yang sedang gundah. "Pasti hari ini dia lagi sibuk, sampai lupa sama janjinya dan lupa ngabarin gue."
Namun, meski sudah mencoba menenangkan diri, kenyataan tetap tak bisa dipungkiri. Hari ini Nara benar-benar kecewa.
Kemarin, saat Razka mengajaknya berkencan, Nara begitu bahagia. Saking senangnya, ia bahkan sulit tidur karena otaknya terus merancang skenario dan membayangkan berbagai momen romantis. Tapi hari ini, semuanya hancur dalam sekejap.

KAMU SEDANG MEMBACA
Detik dan Detaknya (REVISI)
Novela Juvenil⚠️WARNING⚠️ JANGAN MENJIPLAK! ITU PERBUATAN RENDAH DAN TIDAK BERADAB. .・✫・゜・。. .・。.・゜✭・ Nara menyukai Razka sejak masa SMP. Setiap hari, rasa suka itu semakin bertambah, hingga kini dia duduk di bangku SMA. Seiring berjalannya waktu, rasa itu sema...