Bab 2

82 11 0
                                    

Cafe hari ini libur. Iskandar mengajak karyawannya untuk hiking di sebuah bukit dan air terjun. Kegiatan yang dulu suka ia lakukan saat masih kuliah. Ia telah melemaskan semua ototnya yang kaku setelah sekian lama tak menapakkan kaki di atas permukaan yang curam, licin, dan menantang.

Beberapa logistik dibawa untuk keperluan mereka. Selain karyawannya, ia juga mengajak Nabila. Walaupun sempat menolak, karena Nabila tak menyukai kegiatan seperti ini. Namun, akhirnya ia menyetujui permintaan Iskandar.

“Please, ikut, ya, Nab. Ada yang mau aku tunjukin di sana.” Iskandar memohon agar Nabila mau ikut dalam hiking yang direncanakannya. Hiking yang berisi lamaran di air terjun.

“Emang mau nunjukin apa, sih, Iskan? Nggak bisa di sini aja?”

Iskandar menggeleng, ditatapnya Nabila dengan wajah sangat memohon. “Cuma bisa di sana. Rasanya nggak lengkap kalau kamu nggak lihat langsung.”

Nabila sejenak berpikir. Ia penasaran sekali dengan apa yang akan ditunjukan oleh Iskandar. “Iya, deh, aku ikut.”

Ekspresi lega tergambar di wajah tampan Iskandar. Ia berharap rencananya ini berjalan lancar. Ia akan memastikan Nabila aman selama di perjalanan hiking. Bayang-bayang Nabila akan menerima lamarannya di sana sudah terbentuk di kepala.

“Thanks, ya, Nab. Trek hikingnya nggak sulit kok, dan lagian ada aku juga.” Iskandar tersenyum hangat.

Nabila tertawa kecil. “Kalo ada kamu emangnya kenapa?”

Iskandar tak menjawab ia turut tertawa saja. Tawa Nabila yang renyah tak mau ia lewatkan begitu saja.

***

Mobil Iskandar sudah tiba di sebuah desa dengan pemandangan yang cantik. Mata mereka dimanjakan oleh hal-hal yang tak ada di kota seperti sawah, sungai kecil yang bersih, bukit-bukit yang menjulang, dan udara yang segar dan bersih. Iskandar, Nabila, Iqbal, dan Danial segera turun dari kendaraan roda 4 itu.

“Wah, cantik banget!” ujar Nabila kagum.

“Iya, cantik banget.” Iqbal menimpali, dari tadi ia ingin sekali mengobrol dengan Nabila, namun ia masih menahan diri karena kehadiran Iskandar. Ia dan Danial sudah tahu rencana Iskandar yang akan melamar Nabila saat tiba di air terjun nanti.

Iskandar menoleh pada Nabila, ia menatap perempuan berhijab abu-abu itu dengan hangat.

“Nggak ada ruginya kan ke sini? Di sini kamu pasti bisa dapet banyak inspirasi buat nulis,” ucap Iskandar lalu ia mengusap pelan puncak kepala Nabila.

“Makasih, ya…” Nabila memberikan senyum hangatnya pada Iskandar.

Danial memperhatikan Iqbal yang tengah menonton bos mereka dan sahabatnya sedang berakrab ria. Ia tahu Iqbal yang menaruh hati pada Nabila. Kemudian, ia berjalan mendekati Iqbal, lalu menepuk pundaknya pelan.

Iqbal agak terkejut, ia menoleh pada Danial. Rekan kerjanya itu hanya tersenyum maklum. Iqbal paham maksud tersebut.

“Dan, pimpin jalan, ya,” kata Iskandar.

“Oh, oke, siap!” Danial langsung berjalan paling depan. Mereka berlima berjalan berbaris, Danial, Iqbal, Nabila, dan Iskandar.

Nabila kurang akrab dengan kegiatan seperti ini, jadi Iskandar harus mengawasinya dengan hati-hati.

Jalanan yang dilalui mulai naik turun, setelah jalanan datar mereka lewati. Bebatuan timbul di permukaan tanah berbaur dengan akar. Pohon-pohon mulai dari yang kecil hingga besar mereka jumpai. Udara segar menerpa tubuh mereka memberikan sensasi nikmat tersendiri. Di bawah samping kiri mereka terdapat sungai kecil dengan air yang deras dan bening.

Slice of CakesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang